Chevrolet camaro melaju di sepanjang jalan, membelah kerlip lampu dan lalu lintas malam. Ravi memacu mobilnya dengan kecepatan stabil, memamerkan deru mesinnya yang memukau.
“Tumben banget kamu ngehubungi aku duluan, ternyata buat dijadiin sopir pribadi?” Katanya sambil setengah menoleh ke orang yang duduk di sampingnya.
Gala yang disindir tidak mengelak, semakin membangkitkan minat Ravi untuk terus menggodanya. “Pantas saja si Tania kabur, jadi sekretaris tapi cuma diperdayakan sebagai sopir. Ya muaklah.”
Kali ini Gala berdecak. “Berkendara saja yang benar, lihat ke depan, jangan noleh-noleh ke sini.”
Sekarang giliran Ravi yang mendengus. “Santai aja, Gal. Kamu masih segitunya banget sama mobil. Jangan bilang sampai sekarang kamu masih belum berani nyetir?”
Ravi melirik ke samping, tapi Gala yang ia ajak bicara bergeming, mengalihkan pandang keluar sambil diam-diam meremas sabuk pengamannya, tidak in
Dalam situasi tak terduga seperti itu, satu-satunya orang yang terpikirkan untuk Indah hubungi adalah Ariel. Ia dan Ariel baru kenal dua tahun belakangan ini, tapi mereka sudah akrab layaknya teman lama. Walaupun tidak tinggal dalam satu dusun yang sama, mereka bisa dibilang masih satu kampung halaman. Indah tidak pandai dalam akademik, tapi ia pekerja keras. Ia sadar dirinya hanya memiliki sedikit peluang untuk survive di perguruan tinggi seperti kebanyakan temannya. Oleh karena itu, setelah lulus SMA, ia memilih merantau mencari kerja.Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Baginya yang tidak memiliki keterampilan khusus, sudah bagus untuk mendapatkan pekerjaan secepatnya dan tidak menganggur. Tetapi karena hal itulah, ia tidak memiliki teman dekat. Orang-orang di sekitarnya hilir mudik, datang dan pergi secepat daun yang gugur. Tempat di mana ia bekerja, di situlah teman-temannya berada. Setelah ia pindah, teman-temannya juga meng
Setiap Ariel maju satu langkah, Kevin juga akan mundur satu langkah. Wajahnya berubah biru, raut kecemasan muncul, menjatuhkan kesombongan yang sempat bertengger di sana. Refleks ia berkata, “Kau mau apa?”Ariel berhenti saat tubuh Kevin terantuk meja di belakang. Santai, ia mengulurkan tangan ke depan, mengambil sandaran dan mengunci posisi Kevin. Melihat remaja di depannya sudah sangat tidak berdaya, senyum di wajah Ariel tersungging. “Tidak ada.” Ucapnya lalu menegakkan kembali tubuhnya, mundur satu langkah.“Jangan kira aku tidak tahu kau sengaja membuat masalah dengan adikku. Apapun itu, masalah antara kalian berdua tidak berkaitan dengan pekerjaannya di sini kan? Begini saja, kita anggap masalah ini selesai dan jika kau atau teman-temanmu masih memiliki sesuatu yang lain, lakukan saja lain kali, oke?” Setelah mengatakannya, Ariel berbalik.Sadar dirinya sedang ditekan, Kevin merasa tidak senang. Ia sama sekali tidak puas
Ruangan ini didesain dengan gaya kontemporer. Ada kursi-kursi mengelilingi meja memanjang dan sebuah layar besar menempel di dinding. Jendela kaca lebar menampakkan pemandangan kota, memberikan pencahayaan maksimal. Ditambah perpaduan warna putih dan navy yang lembut, tempat ini memberikan kesan cozy dan elegan.Di dalamnya, duduk empat orang berhadapan. Di satu sisi adalah wanita muda berkacamata, di sisi lainnya adalah dua laki-laki dan satu perempuan. Keempatnya sedang terlibat dalam pembicaraan.“Tugas utama yang harus dipenuhi tentu saja adalah membantu penulisan naskah, seperti mmberi masukan pada detail-detail deskripsi dan koreksi. Memberikan masukan selama proses produksi juga dibutuhkan.” Mita menjelaskan.Ariel mengangguk, mulai mendapatkan gambaran akan seperti apa kiranya kalau ia menerima tawaran kerja sama ini. Namun, sebelum ia bisa berkomentar, orang di sebelah kanannya lebih dulu bersuara. “Sampai batas apa kami bisa memberika
Gala Giyantara kembali torehkan prestasi di ajang internasional. Lewat film Mengepak Bersama Badai, produser muda sekaligus pemilik rumah produksi Fantasia Picture tersebut berhasil membawa pulang piala Grand Prix di ajang Cannes Film Festival. Penghargaan ini merupakan…Sementara layar televisi terus menampilkan liputan berita, sepasang suami-istri yang duduk di sofa lebih tertarik memerhatikan putrinya yang baru saja masuk ke kamar dengan lesu.“Ada apa dengannya?”Maryam menghela napas menanggapi pertanyaan suaminya, “Seperti biasa.”“Ditolak kerja lagi?” Bima dapat menebak dengan tepat. Ini bukan sekali dua kali putrinya ditolak kerja. Sudah tak terhitung jumlahnya ia menyaksikan putrinya berangkat dengan wajah berseri lalu pulang dengan lesu. Hanya saja kelesuan itu biasanya menghilang setelah anak itu makan, berbeda dengan malam ini. Kelihatannya ekspektasi putrinya terhadap peluang kerja kali ini
Enam tahun laluSuara kecupan dan lenguhan menjadi satu-satunya musik yang mengiringi dua insan memadu nafsu. Bibir saling melumat, gigi bertabrakan, tubuh menempel, dan tangan saling menjelajah, tidak ada yang mampu mengganggu aktivitas mereka sekalipun gang yang sempit atau pejalan yang lewat. Tidak, sampai ujung mata Brian menangkap bayangan seseorang yang tampak familiar."Aku tidak tahu kalau skill ciumanmu sehebat itu."Aktivitas mereka berhenti sepenuhnya. Brian menatap panik sebelum kemudian mendorong dirinya menjauh dari perempuan yang tadi menempel padanya. Ia seakan disambar petir, terkejut. Dari semua orang yang berkemungkinan memergoki dirinya di tempat ini, kenapa harus Ariel?"A-aku bisa jelaskan."Ariel melipat kedua tangannya di depan dada, mengangkat dagu seakan menantang seseorang di depannya untuk bicara.Sepertinya ia ingin mengatakan banyak hal, tapi begitu mulutnya terbuka, ia tiba-tiba lupa ingin mengatakan a
Sudah makan?Apa kamu masih di kampus?Hei, kamu di mana? Aku beliin menu ayam baru dari warung langganan kita.Riel?Ariel?Bisa kita bicara?Aku telpon kamu ya?Riel?Kok gak diangkat?Ketemuan yuk?Kamu gak di apartemen?Kamu ke mana?Maafin aku, aku salah.Jawab, plis.Ariel meletakkan ponselnya di meja, mengabaikan semua pesan masuk dari Brian. Ia tidak ingin terganggu oleh masalah yang menurutnya sudah final terselesaikan.Ia beranjak dari kamar ke dapur untuk mengambil minum, tapi perhatiannya teralihkan oleh suara yang datang dari celah pintu kamar orang tuanya. Ya, sekarang ia berada di rumah orang tuanya, di kampung.Samar-samar Ariel mendengar percakapan papa dan mamanya yang intinya kondisi keuangan mereka sedang tidak baik. Dan bagaiman
Langit berkelambu awan dan bekas hujan semalam masih segar. Pagi ini, satu kehidupan berpulang ke pangkuan Tuhan.Ariel duduk menangkup wajah. Ia masih ingat ketika ujung jarinya tidak lagi merasakan hembusan napas Brian, ketika matanya tidak menangkap pergerakan naik turun di dada orang itu, Ariel tahu bahwa orang itu sudah tiada. Segalanya menjadi samar sejak ia memaksa pikirannya yang macet untuk bekerja, menelpon nomor darurat dengan tangan gemetar hebat hingga polisi datang dan dirinya di bawa ke kantor.Pintu ruangan itu dibuka dan dua orang laki-laki berjaket hitam masuk."Ariel Valeria Barsha?" Mendengar namanya disebut, Ariel mengangkat kepalanya dan dua orang itu duduk di seberang meja."Tentang kejadian pagi ini, kami akan mengambil keterangan darimu. Mohon kerja samanya." Salah satu yang lebih muda bicara."Kapan kau pertama kali menemukan mayat korban?"Mayat? Korban? Brian benar-benar sudah mati? Tapi bagaimana bisa? Dia dibunu
"Aku tidak membunuhnya, aku tidak melakukan apa-apa.""Lalu ke mana kau dari jam dua sampai jam lima? Apa yang kau lakukan?"Ariel mendesah frustasi. Sudah beberapa waktu dan dua orang di depannya terus menanyakan pertanyaan yang sama. Mereka terus mengulanginya seakan jawaban yang ia berikan sebelumnya salah. Apa yang sebenarnya mereka ingin ia katakan?"Sudah kubilang, aku terjatuh di tangga dan berbaring di sana."Orang itu berdecak. "Kau pikir kami akan percaya? Tidak ada bukti yang dapat mengonfimasi kebenaran kata-katamu. Katakan saja yang sejujurnya. Kau tahu, terus berbohong seperti ini tidak akan menguntungkanmu."Ariel menekan seluruh emosinya ke dalam, berusaha keras untuk tidak melayangkan tendangan kepada dua orang di depannya. "Sudah kukatakan, aku jatuh di tangga. Aku tidak peduli apakah kalian percaya atau tidak, tapi itulah kebenarannya. Dan tentang bukti. Kalian bilang aku tidak bisa membuktikan perkataanku. Lalu, apa kalian punya