“Huhuhu, sa-sakit sekali!” dia menangis. Rasa nyeri begitu terasa di setiap kulitnya. “Di sini masih sakit, sayang?” dia meniup perlahan lengan istrinya yang sudah di berikan salep pereda nyeri.BrakkSuara bantingan kursi terhempas ke tembok. Membuat istri dan anak sambil memeluk. Kesadaran mereka kembali sepenuhnya.‘Di mana aku? Siapa orang itu?’ Berpacu dengan pikirannya. Mencoba menebak-nebak situasi yang sedang terjadi.“Bisakah kau jelaskan sekarang, siapa dia?” bagai bidikan busur panah yang sudah mematri titik sasaran lelaki itu menatapnya.“Dia, istriku, Pah. Hanya itu yang bisa aku katakan. Dan, dia sedang mengandung anakku!”Krak ceklak krek krekDor dor dorTiga peluru langsung bersarang di salah satu tubuh anak buah mereka. Membuatnya ambruk di lantai. Darah segar mengalir dengan sangat deras.Dominique menutup mata anaknya. Memeluknya erat dengan kondisi tubuhnya yang bergetar. Perutnya bahkan bergejolak dengan tak karuan, ingin rasanya dia muntahkan keluar semua. Namu
“Lepaskan aku, Will! Aku belum selesai berbicara!” hardiknya penuh penekanan.Dia mencoba meronta dalam pelukan suaminya. Tak ingin suaminya membawa pergi dari tempat yang membuatnya penuh dengan pertanyaan.Will tetap tak menggubris kemauan istrinya kali ini. Dia tak ingin istrinya terluka atau terkena masalah yang tak dia inginkan.“Kita bicarakan di rumah ya, sayang. Aku akan jelaskan semuannya padamu. Aku berjanji,” suarany melemah. Memohon pengertian istrinya.Dia menurunkan istrinya perlahan, “Tidak, aku tidak mau! Aku mau sekarang. Kau jelaskan sejelas-jelasnya atau aku akan masuk kembali ke dalam!” dengan suara setengah berteriak membuat Will serba salah.Dia merasa saat ini bukan waktu yang tepat untuk istrinya tahu. Tahu apapun kebenaran yang telah dia sembunyikan selama ini. Apa saja yang sudah dia tutupi, dia tak ingin kebahagiaanya terenggut paksa lebih cepat dari semua yang sudah dia rencankan.“Aku mohon sayang, percayalah padaku. Aku mohon!” dia mengiba. Dia mengingink
Haiden melirik wajah rivalnya yang terlihat frustasi. Menggandeng istrinya masuk ke dalam."Aku sudah menyiapkan sup hangat untukmu, kau coba dulu ya," ucap Haiden mengusap punggung lengan istrinya. Dia masih dapat merasakan tangan istrinya dingin karena udara malam dan entah apa yang terjadi padanya. Dia masih belum mau bertanya sebelum istinya sendiri yang berbicra."Biarkan aku membersihkan diri dulu, Iden!" dia melepaskan perlahan tangan suaminya dan masuk ke kamarnya. Matanya sedikit melirik kearah Will. Jelas masih tersimpan banyak kekesalan dari wajahnya."Apa yang terjadi?" Haiden membalikan tubuhnya. Menatap serius rivalnya, meminta penjelasan sejelas-jelasnya."Sepertinya rencana satu tahun-ku di percepat. Aku akan atur semuanya dengan sebaik mungkin. Aku akan usahakan tidak membuatnya terluka!"Srek Haiden menarik kedua kerah baju Will. Dia bahkan tak perduli dengan semua luka yang mengering di wajah rivalnya. Baginya ucapan Will barusan langusng mengusik hatinya."Apa mak
Dominique seperti tersambar petir di tengah malam yang tak hujan ketika mendengar pengakuan suaminya. Pengakuan yang masih membuatnya tak percaya. Atau mungkin suaminya sekarang sedang bermain-main dengannya.“Huh, ayolah, Will. Jangan bercanda, kau tahu kan aku paling tak suka bercanda apalagi menyangkut soal adik kembarku itu!” Dominique berkata sangat tegas. Wajahnya terlihat begitu serius. Haiden langsung bereaksi dengan tubuhnya, dia tak tenang saat Will mulai mengungakapkan kebenaran.“Aku tidak sedang bercanda, sayang. Kali ini aku serius, jadi-“PlekDominique seketika melepaskan gengaman tanganya. Dia beranjak duduk sambil memegangi perutnya yang tiba-tiba berdenyut nyeri.“Maafkan aku, sayang. Aku akan jelaskan semuanya. Aku mohon, kau mau mendengarnya. Itu hanya sebuah kecelakaan!”Dominique langsung memicing tajam wajah suaminya. Dia bahkan dengan mudah dan berkata seolah tak merasa bersalah ketika membuat nyawa seseorang lenyap. Apa yang beberapa jam lalu dia lihat entah
"Pergilah Will, aku mohon. Aku sungguh tak ingin membuat perhitungan denganmu. Aku hanya memintamu pergi dari sisiku dan aku berharap kau bisa melepaskanku!" ucapnya penuh penekanan. Dia pun merasa sakit. Sakitnya berlipat-lipat. "Kau tahu itu tidak mungkin sayang. Aku tidak akan bisa hidup tanpa dirimu. Apapun, apapun sayang akan aku lakukan asalkan kau tidak meminta itu!" Will bersikeras. Walaupun dia tahu kemungkinan seperti itu teramat kecil. "Ceraikan aku, Will! Setelah anak ini lahir. Aku akan menjaga dan merawat anak ini dengan penuh kasih sayang, percayalah aku tidak akan mungkin melukai anakku sendiri!" Segenap hati Dominique berkata. Dia sudah tak mampu lagi berpikir. Dia hanya ingin menebus rasa bersalah pada adiknya karena telah mencintai orang yang salah. "Aku tidak mungkin menceraikanmu, sayang. Aku tidak pernah sekali pun berbohong dengan hatiku. Aku sungguh-sungguh mencintaimu!" tegasnya. Namun, Dominique memalingkan wajahnya yang bercucuran air mata. Dia tak ingin
"Kau boleh menawan dan memerintahkan apapun padaku, Pah, tapi jangan kau sentuh istri dan anakku. Aku akan melakukan apapun demi mereka. Aku bahkan tak perduli jika harus menentangmu! Aku bersedia menyerahkan nyawaku untuk mereka!” Willy memberikan penekanan dengan tegas pada ayahnya. Dia tak ingin seorang pun menyentuh atau melukai istrinya.“Bedebah bodoh! Kau gila sampai berani memberontak denganku. Kau sudah tak mendengarkan apapun perintahku. Wanita itu sungguh telah membuatmu buta!” dia tak mau kalah berperang mulut dengan ayahnya.“Bukan dia yang merubahku, Pah. Namun, aku sendiri yang sudah jatuh cinta dengannya. Aku tak pernah memiliki perasaan seperti ini sebelumnya kepada seorang wanita. Hanya melihatnya tersenyum sudah membuat seluruh hidup dan jiwaku bahagia. Aku mohon, Pah jangan usik apapun lagi. Sudah cukup aku menyakitinya!” pinta anaknya dengan wajah penuh permohonan kepada ayahnya."Ck, ck, kau memang benar-benar sudah diperdaya wanita itu. Dia sudah mencuci otakmu!
“Jadi apa rencana kalian sebenarnya?” John berkata serius saat dia sedang di beranda kamar mereka.“Tuan Baron sedang merencankan sesuatu untuk nyonya Dominique. Namun, kami belum tahu apa rancananya. Kami datang hanya untuk memberitahu agar kalian lebih waspada!”“Huh, aku rasa masalah ini pasti tuan Haiden sudah tahu. Dia pasti akan segera mengambil tindakan. Apalagi ini menyangkut keselamatan nyonya Dominique!”“Aku tahu, masalahnya sekarang adalah kehamilan istri kita, nyonya dan Diana tak berbeda jauh. Aku hanya takut pikiran kalian terpecah saja!” Ramon mengungkapkan pemikiran daruratnya.“Kau benar.” John tampak berfikir dengan apa yang teman seperjuangannya katakan.“Lalu, apa kau akan tetap meninggalkan istrimu hanya karena alasan seperti itu. Jika kau memang ingin meninggalkannya. Resmikan saja, ceraikan dia!” kini John bersuara kembali. Dia pun ingin kepastian agar istrinya tak lagi berharap.“Sial! Kau bahkan terang-terangan membahas ini denganku. Aku tidak akan mungkin m
“John!” teriak Haiden. Dia baru saja memapah istrinya turun dari mobil. Konsentrasinya sedikit terpecah. Dia fokus terhadap istri dan istri temannya.Sophie dan Diana saling menatap saat Haiden mengerahkan seluruh pengawalnya.“Cari mereka, sekarang!” Haiden meradang dengan segala kemarahannya. Dia gagal melindungi istrinya.“Ada apa, Tuan?” John menghampiri tuannya yang terlihat kacau.“Hubungi Ramon, katakan padanya, aku gagal melindungi istriku!” perintahnya. Tanpa ragu John segera menghubungi Ramon. John memberi kode pada beberapa pengawal untuk membawa Sophie dan Diana masuk ke dalam rumah sakit.“Kawal mereka!” perintah John.“Ada apa sayang? Apa yang terjadi? Dimana Dominique?” Sophie bertanya dengan penuh khawatir."Kalian masuk lebih dahulu, nanti aku akan menyusul!" dia memberi kode keras agar pengawal segera membawa masuk wanita-wanita itu. "Tapi sayang," Sophie menolak masuk. Bersikeras memegang tangan suaminya. Cuuppp"Aku tidak akan lama, masuklah dulu, sayang. Aku ak