"Iden jangan gila! Aku mohon turunkan aku." Dominique mengiba setengah terisak mencoba membujuk hati Haiden yang keras."Apa kau pikir aku akan mentolerir perselingkuhan-mu untuk kedua kalinya." Haiden tanpa ekspresi mengabaikan rasa ibanya."Siapa yang selingkuh sih." Dominique berusaha menyakinkan pikiran gila Haiden dengan mencoba menyentuh lengannya."Kau pikir aku buta sampai tidak bisa melihat penghianatan-mu di depan mataku!" Pikiran Haiden yang sudah semakin menggila."Aku tidak selingkuh Ideeen. Kau tadi kan dengar sendiri bu Ririn bilang aku sedang menghitung cookies untuk display." Dominique berusaha memegang tangan Haiden berusaha menenangkan kegilaannya. Haiden menepis tangan Dominique. Dan mobil melaju makin cepat.'Astaga dia benar-benar sudah gila! Bahkan dia tak mau mendengarkan penjelasanku. Aku tidak mau menikah dengannya apalagi menjadi bulan-bulanan sikap diktatornya.'"Sudah sampai Tuan!" Mobil mereka berhenti di kantor pencatatan pernikahan."Cepat turun!" Har
Saat naik ke loker Dominique di kejutkan oleh Justin yang sudah menunggunya. Dominique menganggukan kepala dan melewatinya."Aku antar pulang ya. Aku kangen makan nasi goreng langganan kamu." Ucapan Justin membuat langkah Dominique terhenti sesaat lalu masuk ke lokernya, mengambil baju dan masuk ke kamar mandi."Domi kau kenapa? Apa aku buat salah?" Justin mencegah Dominique turun yang terlihat tergesa setelah berganti baju. "Maafkan aku, aku pulang sudah ada yang jemput!" Dominique terpaksa mengeluarkan perkataan pedas agar Justin tidak lagi berharap padanya."Tidak mungkin. Kau pasti sedang berbohong. Kau hanya sengaja ingin menghindari-ku kan?" Justin masih tidak menerima keputusan sepihak dari Dominique memutuskan hubungan mereka."Sungguh aku minta maaf. Aku benar-benar tidak bisa." Dominique menghempaskan tangan Justin yang terus memeganginya."Apa salahku katakan! Jika ada yang perlu aku perbaiki aku pasti akan memperbaiki-nya, tapi bukan begini caranya kita bisa bicara baik
'Sadarlah Dominique kau jangan terjebak.'"Ideeen.""Heem" Haiden sedang memakai celana pendek dan memilih baju."Pinjamkan bajumu please. Aku kan tidak bawa baju ganti." Haiden melirik Dominique yang masih menutupi dadanya dengan kedua tangan. Dia menatap Dominique yang ketakutan saat menatapnya.'Shit! Bagaimana aku bisa menahannya lebih lama. Dia imut dan manis sekali.'Haiden menghela nafasnya. "Lalu apa imbalannya?" Haiden masih menatap tajam Dominique sambil melipat kedua tangannya di dada.'Hihhh dasar pria arogan. Masih saja dia meminta imbalan padaku. Dia sama sekali tidak mau mengalah denganku memangnya siapa juga yang mau begini, ini kan semua keinginan-mu.'"Apapun," sahut Dominique dengan terpaksa memelas. 'Arghh, Domiii. Berani sekali mulutmu mengeluarkan kata-kata tercela seperti itu.'Haiden menyeringai, "Pilihlah sendiri!" Lalu dia berjalan keluar kamarnya menghampiri meja makan. 'Sudahlah. Bodo amat yang penting sekarang aku bisa menutupi tubuhku.'Dominique langsun
Haiden menurunkan Dominique saat di dalam kamar mandi. Dia memepet tubuh Dominique hingga ke tembok tangannya menyalahkan shower hingga tubuh mereka berdua basah kuyup."Akh Ideen sudah cukup. Aku kedinginan dan masih sangat lelah kau jangan menggangguku sekarang," Dominique menolak Haiden saat dia mulai menggerayangi tubuhnya yang menggigil dan merinding. Kedua tangan Dominique di cengkraman erat oleh Haiden di tembok dengan ganas Haiden mencium kembali bibir Dominique dengan rakus. Dominique yang kewalahan tergagap kehabisan nafas."Bernafas bodoh!" Haiden melepaskan ciumannya saat mendengar nafas Dominique yang menderu keras, memegangi wajah Dominique yang masih gelagapan."Iden sudahlah apa semalam kau belum puas menyiksaku, aku benar-benar lelah saat ini," suara Dominique bergetar sambil menggigit bibirnya menahan semua rasa yang membuncah dalam dirinya juga mengiba agar di kasihani oleh Haiden. 'Kau gila Dominique bahkan kau menyukai kecupannya barusan. Dia benar-benar membuat
Haiden memarkirkan mobilnya di pelataran restoran dekat apartemen miliknya. Dia membukakan pintu dan berjalan masuk menggandeng mesra pinggang kecil Dominique. Dari kejauhan sudah terlihat motor Justin bertengger di parkiran yang posisinya tidak jauh dari mobilnya Haiden.Pelayan menghampiri meja dan Haiden mulai memesankan makanan untuk Dominique. "Iden kenapa kau bawa kemari. Aku kan sudah bilang aku ingin makan ketoprak!" Dominique yang masih kesal, merajuk sambil menunjukkan wajah cemberutnya."Ini hukuman karena kau telah membohongi-ku!" dengus Haiden.'Aku berbohong dia saja yang bodoh! Masa ketoprak saja tidak tahu' cibir Dominique di hati."Aku tidak berbohong, Iden kau saja yang terlalu,""Ssstt diam. Atau aku tak akan segan memakanmu disini!""Isshh!!" desis Dominique beranjak dari duduknya."Kau mau kemana?" Haiden menarik tangan Dominique,"Aku mau ke toilet. Kenapa? Kau juga mau ikut?" Dominique mendelikkan matanya dengan kesal."Boleh!" Haiden beranjak dari duduknya m
"Ehem!" Haiden berdahem."Sudah aku kenyang," ucap Dominique menolak suapan Justin karena mendengar kode murka dari Haiden."Kau baru makan sedikit apa kau sedang sakit sampai tidak selera makan?" Ucap Justin menatap mata Dominique yang terus berusaha menghindarinya."Aku tidak apa-apa. Terima kasih. Aku mau pulang saja!""Oke aku antarkan!" Justin langsung berdiri dan akan menggeser kursi yang sedang Dominique duduki."Dia datang bersamaku dan sudah pasti akan pulang denganku." Haiden yang tidak mau kalah langsung menarik tangan Dominique ke pelukannya."Ideen sudah, aku sungguh lelah," lirih Dominique memelas dipelukan Haiden."Kau dengar sebaiknya kau pergi dan jauhi Dominique," ucap Haiden sambil memicingkan matanya dengan tajam kepada Justin."Kau tak berhak melarangku. Dominique kekasihku. Dan ini area pribadiku bukan pekerjaan kau sebaiknya bertindak secara profesional!" Justin yang tidak mau kalah adu argumen dengan Haiden.Mata Dominique melirik Justin yang terus menatapnya
Ponsel Justin berdering dia segera mengangkat telpon saat melihat nomor yang tertera dalam layar."Tuan kapan anda akan pulang?" suara dari sebrang telpon."Tidak lama lagi tolong kau persiapkan semuanya. Kau sudah dapatkan apa yang aku minta""Sudah Tuan apa perlu saya kirimkan sekarang atau ...,""Tidak perlu. Malam ini aku kesana.""Baik Tuan. Saya tunggu kedatangan anda" Justin menutup telpon tangannya mengepal dengan erat.Dominique terbangun dari tidurnya dia merasakan kembali sakit di seluruh tubuh dan perut lapar. 'Akh sakit sekali. Dasar serigala buas bagaimana aku bisa lolos darinya. Aku harus mencari alasan agar bisa keluar dari tempat ini.' Dominique berjalan pelan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan saat keluar kamar mandi ponselnya berdering."Iya bu Nat," sahut Dominique duduk dipinggir ranjang dan masih mengenakan handuk mandinya."Domi boleh ibu minta tolong undur cutimu ya, soalnya Mita dan Ajeng sedang sakit jadi ibu kurang personil."'Huh, tahu-tahu aku suda
Justin menghentikan motornya di persimpangan jalan sebuah mobil telah menunggunya disana pintu mobil terbuka seseorang bersetelan jas dan berbadan tegap keluar,"Tuan," sapanya membungkuk memberi hormat kepada Justin."Mana yang kuminta, Jack." Orang yang bernama Jack tadi mengeluarkan amplop dari dalam jas dan memberikan kepada Justin."Kapan anda akan pulang Tuan, tuan besar dan nyonya akan segera kembali""Entahlah seperti ada perubahan rencana," ucap Justin saat melihat isi amplop yang diberikan Jack tadi."Sepertinya kali ini tuan dan nyonya besar akan kembali bersama nona Monica""Huh mereka masih saja mengatur hidupku. Beritahu aku kalau mereka kembali""Baik Tuan""Oke aku pergi dulu terima kasih Jack" motor Justin pun menghilang dari pandangan Jack.Dominique mondar mandir didalam kamar dia memikirkan caranya lolos dari jebakan brutal Haiden. Malam ini dia tidak ingin jadi santapan buas Haiden."Kau belum mengganti pakaianmu?" Haiden membuat Dominique melompat karena tiba-tib