'Sadarlah Dominique kau jangan terjebak.'"Ideeen.""Heem" Haiden sedang memakai celana pendek dan memilih baju."Pinjamkan bajumu please. Aku kan tidak bawa baju ganti." Haiden melirik Dominique yang masih menutupi dadanya dengan kedua tangan. Dia menatap Dominique yang ketakutan saat menatapnya.'Shit! Bagaimana aku bisa menahannya lebih lama. Dia imut dan manis sekali.'Haiden menghela nafasnya. "Lalu apa imbalannya?" Haiden masih menatap tajam Dominique sambil melipat kedua tangannya di dada.'Hihhh dasar pria arogan. Masih saja dia meminta imbalan padaku. Dia sama sekali tidak mau mengalah denganku memangnya siapa juga yang mau begini, ini kan semua keinginan-mu.'"Apapun," sahut Dominique dengan terpaksa memelas. 'Arghh, Domiii. Berani sekali mulutmu mengeluarkan kata-kata tercela seperti itu.'Haiden menyeringai, "Pilihlah sendiri!" Lalu dia berjalan keluar kamarnya menghampiri meja makan. 'Sudahlah. Bodo amat yang penting sekarang aku bisa menutupi tubuhku.'Dominique langsun
Haiden menurunkan Dominique saat di dalam kamar mandi. Dia memepet tubuh Dominique hingga ke tembok tangannya menyalahkan shower hingga tubuh mereka berdua basah kuyup."Akh Ideen sudah cukup. Aku kedinginan dan masih sangat lelah kau jangan menggangguku sekarang," Dominique menolak Haiden saat dia mulai menggerayangi tubuhnya yang menggigil dan merinding. Kedua tangan Dominique di cengkraman erat oleh Haiden di tembok dengan ganas Haiden mencium kembali bibir Dominique dengan rakus. Dominique yang kewalahan tergagap kehabisan nafas."Bernafas bodoh!" Haiden melepaskan ciumannya saat mendengar nafas Dominique yang menderu keras, memegangi wajah Dominique yang masih gelagapan."Iden sudahlah apa semalam kau belum puas menyiksaku, aku benar-benar lelah saat ini," suara Dominique bergetar sambil menggigit bibirnya menahan semua rasa yang membuncah dalam dirinya juga mengiba agar di kasihani oleh Haiden. 'Kau gila Dominique bahkan kau menyukai kecupannya barusan. Dia benar-benar membuat
Haiden memarkirkan mobilnya di pelataran restoran dekat apartemen miliknya. Dia membukakan pintu dan berjalan masuk menggandeng mesra pinggang kecil Dominique. Dari kejauhan sudah terlihat motor Justin bertengger di parkiran yang posisinya tidak jauh dari mobilnya Haiden.Pelayan menghampiri meja dan Haiden mulai memesankan makanan untuk Dominique. "Iden kenapa kau bawa kemari. Aku kan sudah bilang aku ingin makan ketoprak!" Dominique yang masih kesal, merajuk sambil menunjukkan wajah cemberutnya."Ini hukuman karena kau telah membohongi-ku!" dengus Haiden.'Aku berbohong dia saja yang bodoh! Masa ketoprak saja tidak tahu' cibir Dominique di hati."Aku tidak berbohong, Iden kau saja yang terlalu,""Ssstt diam. Atau aku tak akan segan memakanmu disini!""Isshh!!" desis Dominique beranjak dari duduknya."Kau mau kemana?" Haiden menarik tangan Dominique,"Aku mau ke toilet. Kenapa? Kau juga mau ikut?" Dominique mendelikkan matanya dengan kesal."Boleh!" Haiden beranjak dari duduknya m
"Ehem!" Haiden berdahem."Sudah aku kenyang," ucap Dominique menolak suapan Justin karena mendengar kode murka dari Haiden."Kau baru makan sedikit apa kau sedang sakit sampai tidak selera makan?" Ucap Justin menatap mata Dominique yang terus berusaha menghindarinya."Aku tidak apa-apa. Terima kasih. Aku mau pulang saja!""Oke aku antarkan!" Justin langsung berdiri dan akan menggeser kursi yang sedang Dominique duduki."Dia datang bersamaku dan sudah pasti akan pulang denganku." Haiden yang tidak mau kalah langsung menarik tangan Dominique ke pelukannya."Ideen sudah, aku sungguh lelah," lirih Dominique memelas dipelukan Haiden."Kau dengar sebaiknya kau pergi dan jauhi Dominique," ucap Haiden sambil memicingkan matanya dengan tajam kepada Justin."Kau tak berhak melarangku. Dominique kekasihku. Dan ini area pribadiku bukan pekerjaan kau sebaiknya bertindak secara profesional!" Justin yang tidak mau kalah adu argumen dengan Haiden.Mata Dominique melirik Justin yang terus menatapnya
Ponsel Justin berdering dia segera mengangkat telpon saat melihat nomor yang tertera dalam layar."Tuan kapan anda akan pulang?" suara dari sebrang telpon."Tidak lama lagi tolong kau persiapkan semuanya. Kau sudah dapatkan apa yang aku minta""Sudah Tuan apa perlu saya kirimkan sekarang atau ...,""Tidak perlu. Malam ini aku kesana.""Baik Tuan. Saya tunggu kedatangan anda" Justin menutup telpon tangannya mengepal dengan erat.Dominique terbangun dari tidurnya dia merasakan kembali sakit di seluruh tubuh dan perut lapar. 'Akh sakit sekali. Dasar serigala buas bagaimana aku bisa lolos darinya. Aku harus mencari alasan agar bisa keluar dari tempat ini.' Dominique berjalan pelan ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan saat keluar kamar mandi ponselnya berdering."Iya bu Nat," sahut Dominique duduk dipinggir ranjang dan masih mengenakan handuk mandinya."Domi boleh ibu minta tolong undur cutimu ya, soalnya Mita dan Ajeng sedang sakit jadi ibu kurang personil."'Huh, tahu-tahu aku suda
Justin menghentikan motornya di persimpangan jalan sebuah mobil telah menunggunya disana pintu mobil terbuka seseorang bersetelan jas dan berbadan tegap keluar,"Tuan," sapanya membungkuk memberi hormat kepada Justin."Mana yang kuminta, Jack." Orang yang bernama Jack tadi mengeluarkan amplop dari dalam jas dan memberikan kepada Justin."Kapan anda akan pulang Tuan, tuan besar dan nyonya akan segera kembali""Entahlah seperti ada perubahan rencana," ucap Justin saat melihat isi amplop yang diberikan Jack tadi."Sepertinya kali ini tuan dan nyonya besar akan kembali bersama nona Monica""Huh mereka masih saja mengatur hidupku. Beritahu aku kalau mereka kembali""Baik Tuan""Oke aku pergi dulu terima kasih Jack" motor Justin pun menghilang dari pandangan Jack.Dominique mondar mandir didalam kamar dia memikirkan caranya lolos dari jebakan brutal Haiden. Malam ini dia tidak ingin jadi santapan buas Haiden."Kau belum mengganti pakaianmu?" Haiden membuat Dominique melompat karena tiba-tib
Justin mendorong tubuh Dominique hingga ke tembok matanya tak luput melihat bibir Dominique yang menonjol bekas gigitan Haiden,"Katakan padaku pernahkah kau menyukaiku? Lalu apa semua perlakuanmu padaku pernah tulus. Pernahkah sekali saja dihatimu mencintaiku?" Justin memburu dan menatap tajam Dominique dengan pertanyaan sambil tangannya menyentuh bibir Dominique yang ada bekas gigitan.Dominique memalingkan wajahnya hatinya masih tak sanggup menatap mata Justin. Bagaimanapun dilubuk hati Dominique terdalam dia masih sangat menyukai Justin, namun itu tidak dapat dia lakukan, dia tidak ingin Justin ataupun dirinya terluka lebih dalam karena ulah Haiden."sudah, aku tidak ingin membahas ini lagi anggap saja tidak pernah terjadi. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik dariku," hati Dominique bergetar rasanya dia ingin sekali berlari ke pelukan Justin memeluknya dengan erat dan tak melepaskannya. 'Maafkan aku Justin'. "Hah begitu mudah sekali kau berkata apa sedikitpun hatimu tidak pern
Haiden tidak sabaran langsung menghampiri mereka,"Kau tuli, Domi!" Mata Haiden mendelik tajam kepada Dominique."Bu-bukan begitu Iden," mata Haiden tambah membulat lebar."Dia mau makan siang denganku sebaiknya kau pergi," Justin yang langsung mengusir Haiden."Apa hakmu, dia ...,""Dia pacar-ku," Justin langsung memotong ucapan Haiden secara terang-terangan tidak mau kalah lagi oleh Haiden."Kau!!" Haiden tambah bertanduk dua."Kau yang mencurinya dariku jadi jangan salahkan aku, dia seharusnya bersamaku." Justin tegas menjawab, menantang emosi Haiden yang seperti ingin membunuh orang."Stop!" Dominique sudah berada ditengah-tengah mereka, "Aku lapar kalau kalian masih mau bertengkar jangan libatkan aku!" Dominique yang mulai kesal dengan tingkah kedua lelaki dihadapannya.Justin melepaskan perlahan gengaman tangannya, Dominique pergi dari hadapan mereka mengikuti intruksi perutnya yang sudah tidak tertahan. 'Huh andai saja aku bisa melarikan diri dari mereka aku sangat lelah'. B