Justin menghentikan motornya di persimpangan jalan sebuah mobil telah menunggunya disana pintu mobil terbuka seseorang bersetelan jas dan berbadan tegap keluar,"Tuan," sapanya membungkuk memberi hormat kepada Justin."Mana yang kuminta, Jack." Orang yang bernama Jack tadi mengeluarkan amplop dari dalam jas dan memberikan kepada Justin."Kapan anda akan pulang Tuan, tuan besar dan nyonya akan segera kembali""Entahlah seperti ada perubahan rencana," ucap Justin saat melihat isi amplop yang diberikan Jack tadi."Sepertinya kali ini tuan dan nyonya besar akan kembali bersama nona Monica""Huh mereka masih saja mengatur hidupku. Beritahu aku kalau mereka kembali""Baik Tuan""Oke aku pergi dulu terima kasih Jack" motor Justin pun menghilang dari pandangan Jack.Dominique mondar mandir didalam kamar dia memikirkan caranya lolos dari jebakan brutal Haiden. Malam ini dia tidak ingin jadi santapan buas Haiden."Kau belum mengganti pakaianmu?" Haiden membuat Dominique melompat karena tiba-tib
Justin mendorong tubuh Dominique hingga ke tembok matanya tak luput melihat bibir Dominique yang menonjol bekas gigitan Haiden,"Katakan padaku pernahkah kau menyukaiku? Lalu apa semua perlakuanmu padaku pernah tulus. Pernahkah sekali saja dihatimu mencintaiku?" Justin memburu dan menatap tajam Dominique dengan pertanyaan sambil tangannya menyentuh bibir Dominique yang ada bekas gigitan.Dominique memalingkan wajahnya hatinya masih tak sanggup menatap mata Justin. Bagaimanapun dilubuk hati Dominique terdalam dia masih sangat menyukai Justin, namun itu tidak dapat dia lakukan, dia tidak ingin Justin ataupun dirinya terluka lebih dalam karena ulah Haiden."sudah, aku tidak ingin membahas ini lagi anggap saja tidak pernah terjadi. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik dariku," hati Dominique bergetar rasanya dia ingin sekali berlari ke pelukan Justin memeluknya dengan erat dan tak melepaskannya. 'Maafkan aku Justin'. "Hah begitu mudah sekali kau berkata apa sedikitpun hatimu tidak pern
Haiden tidak sabaran langsung menghampiri mereka,"Kau tuli, Domi!" Mata Haiden mendelik tajam kepada Dominique."Bu-bukan begitu Iden," mata Haiden tambah membulat lebar."Dia mau makan siang denganku sebaiknya kau pergi," Justin yang langsung mengusir Haiden."Apa hakmu, dia ...,""Dia pacar-ku," Justin langsung memotong ucapan Haiden secara terang-terangan tidak mau kalah lagi oleh Haiden."Kau!!" Haiden tambah bertanduk dua."Kau yang mencurinya dariku jadi jangan salahkan aku, dia seharusnya bersamaku." Justin tegas menjawab, menantang emosi Haiden yang seperti ingin membunuh orang."Stop!" Dominique sudah berada ditengah-tengah mereka, "Aku lapar kalau kalian masih mau bertengkar jangan libatkan aku!" Dominique yang mulai kesal dengan tingkah kedua lelaki dihadapannya.Justin melepaskan perlahan gengaman tangannya, Dominique pergi dari hadapan mereka mengikuti intruksi perutnya yang sudah tidak tertahan. 'Huh andai saja aku bisa melarikan diri dari mereka aku sangat lelah'. B
Dominique tidak menjawab, wajahnya sudah seperti udang rebus. Malu."Sudah jangan bercanda lagi," Dominique mengalihkan pembicaraan."Kenapa?Kau Malu?Memang apa yang bisa kau sembunyikan, semua sudah aku lihat dan coba!" Dominique segera menutup mulut Haiden dengan tangannya.Haiden meraih tangan Dominique dan mengecup keningnya, "Tolong jangan bermain lagi dengan pria brengsek itu, aku percaya padamu Domi,dan dihatiku ini hanya kamu seorang,wanita yang kucintai," mata Dominique berkaca-kaca dengan pernyataan cinta Haiden yang begitu tulus.Dominique hanya tersenyum miris, dia belum bisa membayangkan apa yang akan Haiden lakukan kalau dia tahu Justin menciumnya kemarin.Dominique berbalik badan, bangun dan duduk di tepi ranjang,"Iden, jangan marah. Kau kan tahu perasaanku padamu, aku masih belum," Dominique menggantungkan ucapannya. "Tapi kau istriku sekarang, besok dan nanti itu tidak akan pernah berubah!" Haiden tidak ingin mendengar penolakan dari Dominique yang duduk di sampin
Haiden terus mondar-mandir, dia kesal melihat Dominique dan Justin yang lahap makan nasi uduk semur jengkol."Aku mau makan semur jengkol siang ini," ledek Dominique sambil melirik wajah Haiden yang sudah kesal setengah mati terhadapnya."Baik, ayok kita belanja, nanti aku yang akan memasak khusus untuk-mu," sahut Justin bersemangat tak kalah memprovokasi Haiden."No, no, no. Tidak aku bilang tidak, kau jangan aneh-aneh Dominique!" hardik Haiden panik karena sangat tidak menyukai dengan baunya."Ya sudah, kalau begitu izinkan aku pulang, biar aku masak di kontrakan-ku," Dominique tidak sabar merasa berhasil dengan idenya. 'Ayolah Haiden, katakan ia ...'"No, no, no!" Haiden berkacak pinggang tetap menggelangkan kepala, "Kau gila Domi, kau lebih memilih jengkol daripada suami-mu ini, hah!" Haiden tidak terima kali ini harus kalah dengan jengkol. 'Dasar Jengkol sialan, bisa-bisa dia menjadi penghalang antara aku dan Dominique.'"Iya, memang kenapa?" Dominique beranjak dari duduknya mend
Setelah menghabiskan makan siang, Dominique mengambil alih tugas mencuci piring, Justin pun ikut membantu yang tidak ingin hilang kesempatan untuk makin dekat dengan Dominique."Jadi, setelah ini kita mau kemana Tuan Putri?" Dominique tersipu malu saat mendengar sapaan Justin disela mereka mencuci piring,"Uhmm, bagaimana kalau kita pergi nonton, sepertinya seru," ide tiba-tiba yang tercetus dari mulut Dominique."Siap, laksanakan!" Justin yang memberi hormat seperti seorang tentara.Baru saja mereka beberapa langkah keluar dari pintu, ponsel Justin berbunyi Justin terus mengacuhkan, namun tetap terus berbunyi,"Angkatlah, siapa tahu ada hal yang penting," Dominique menghentikan langkahnya saat mendekati motor Justin.Justin merogoh saku melihat nomor yang memanggil, seketika wajah Justin berubah, berbalik, menjauh dari Dominique saat mengangkat telponnya. Wajahnya Justin berubah murung saat menghampiri Dominique, "Ada masalah?" tanya Dominique penasaran saat melihat air muka Justin
Bu Ririn yang melihat kejadian segera mendatangi meja, "Ada apa Domi?" tanya Bu Ririn cemas melihat kemarahan wanita tadi."Sa-saya juga tidak tahu Bu," Dominique merasa binggung berbisik lirih sambil mengusap rambut dan baju seragamnya yang basah."Ah, Ibu ... tolong ajarkan staffnya untuk mencatat pesanan dengan benar," wanita tadi mulai bicara aneh. 'Apa maksudnya ini? Wanita ini saat memesan tidak bersuara, sekarang dia berbicara seolah-olah aku yang salah, benar-benar ingin menjebakku.'"Domi." Bu Ririn mendelikkan mata, "Mohon maaf atas ketidaknyamanannya kak, semua pesanan kakak akan dicatat ulang dengan staff lain kami dan untuk pesanan itu kakak tidak perlu membayarnya," senyuman smirk keluar dari wanita tadi itu, menyeringai puas saat bu Ririn menarik Dominique ikut bersamanya.Table pria disebelah terus menatap Dominique, dia pun ikut geram melihat perlakuan tidak adil tadi. 'Menarik.' Gumanya dihati sambil tersenyum menakutkan.Di dalam ruangan order taker,"Ada apa seben
Pria tadi tidak menyentuh makanannya hanya menatap Dominique yang sedang makan dengan lahap. Setelah habis makanannya, Dominique akan mencuci tangan, tapi pria tadi menghentikannya,"Suapin aku lagi," ucapnya, Dominique kaget. 'Apa lagi sih? Sifatnya sama seperti Haiden mengatur orang sesukanya.'"Anda bisa makan sendiri Tuan, maaf saya harus segera masuk, jam istirahat saya hampir habis," pria tadi mendelik tajam menggelengkan kepalanya."Haisss," desis Dominique kemudian dia berdiri, menarik bangku duduk bersebelahan dengan pria tadi, menarik piring pria tadi dan mulai menyuapinya. 'Merepotkan, aku harus segera masuk, jam break sudah hampir habis.''Hei wanita, tatap mataku, apa kau tidak melihat pesonaku, wajahku yang tampan ini.'Tanpa memakan waktu lama, Dominique telah selesai menyuapinya segera mencuci tangan, mengambil dompet dan ponselnya,pria tadi melirik tangan kiri Dominique, jari manisnya melingkar cincin berlian yang tidak mungkin seorang wanita sederhana seperti diriny