Ponsel Dominique berdering, dia membuka mata, menarik selimutnya malas mengangkat deringan tersebut, namun tetap tak berhenti. 'Siapa sih, berisik sekali pagi-pagi begini.'Akhirnya tangan Dominique mencari keberadaan bunyi, meraih dan menempelkan di telinganya."DOMIIIII!" teriakan Sophie membuatnya membuka mata dengan lebar."Akh, apa sih Sop ... pagi-pagi teriak tidak jelas,""Kau resign? Kenapa?" seketika terbangun duduk di ranjang tidur sambil menutupi tubuhnya yang masih polos tanpa mengenakan baju."Resign, aku, tidak," otaknya berputar melirik tempat tidur, tak ada Haiden, suara dari arah dapur terdengar berisik."Ah, seperti nya aku tahu di mana masalah nya Sop, aku tutup dulu ya," Dominique langsung menutup ponsel turun dari ranjangnya berjalan ke arah lemari, mengambil kemeja yang tergolek dekat lemari, memakainya. Kemeja Willy."Ideeennn!!" teriak Dominique menggema di seluruh ruangan, melemparkan selimutnya dan berjalan ke arah Haiden sambil berkacak pinggang, Haiden sibu
"Tuan, saya akan siapkan beberapa mobil untuk ikut dengan kita," bisik John mengambil alih situasi, Haiden hanya memberi kode setuju lalu mengekori Dominique yang berjalan penuh semangat masuk ke dalam mobil.Ponsel Dominique kembali berdering, ia menggeser duduknya ketika Haiden masuk ..."Ada apa, siapa itu?" Haiden melihat gerak gerik Dominique mencurigakan saat melihat ponselnya."Bukan apa-apa,""Aku tanya siapa, kenapa kau menjawab bukan apa-apa," tatap Haiden sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. 'Benar-benar deh ... seperti polisi yang sedang mengintrogasi maling.'Dominique kembali memasukkan ponselnya ke tas, "Sophie ... bertanya kenapa aku resign,""Benarkah? Tunjukkan ponselmu padaku," Dominique menghela nafasnya, mengeluarkan kembali ponselnya dan menunjukkan chat dari Sophie, "Kau percaya sekarang?" Dominique merenggut kesal. 'Huh ... selamat ... selamat ... untung tadi buru-buru ku hapus panggilan masulk dari Willy, kalau tidak serigala liar ini pasti mencari al
Dominique membalikkan badannya, meraih tangan Willy menariknya tanpa sadar, bersembunyi di balik tembok sambil celingak celinguk. 'Wah, wah, wanita ini benar-benar penuh dengan kejutan.' Willy tak melewatkan kesempatan, langsung mengalungkan tangannya di pinggang Dominique,"Hei, kau jangan gila," pekik Dominique tangannya berusaha menghempaskan kalungan Willy dari pinggangnya."Ya, aku memang gila, aku mulai tergila-gila padamu," ucap Willy setengah berbisik bahkan hampir tak terdengar Dominique, apalagi otak dan mata Dominique tertuju dengan para pengawal Haiden yang sedang mencarinya.'Pantas saja dia tak terlalu terkejut dengan bodyguard yang kumiliki, rupanya dia sudah seperti burung kenari dalam sangkar emas.' Willy terus menatap gerak-gerik panik Dominique."Hah, apa, Will? Aku mohon kau pergi ya," pinta Dominique."Untuk apa aku menurutimu, kau saja,""Sssttt," dua telunjuk Dominique menutup mulut Willy, debaran di dada Willy hampir keluar, dia menatap intens kembali Dominique
Dominique membuka pintu, tertegun sesaat, di hadapannya sekarang berdiri seorang wanita dan seorang anak laki-laki membawa koper, mereka sama-sama terkejut."Maaf, mencari siapa?" tanya Dominique ramah."Gyan, Gyan-nya ada," ucap wanita tadi menatap Dominique tajam dari ujung kaki hingga rambut. Sangat terlihat tatapannya tak bersahabat pada Dominique. "Siapa sayang," Haiden memeluk Dominique dari belakang."Uhm ... kau kenal Gyan," ucap Dominique, Haiden menarik tubuhnya dari Dominique melihat orang yang datang."Papa ... Papa Gyan ... Aku kangen! Kenapa papa pergi nggak bilang-bilang sih," teriak anak laki-laki tadi berlari dan langsung memeluk Haiden."Rebecca? Sedang apa kau di sini?" wajah Haiden yang berubah muram.DEGG!!Bagai petir di pagi hari Dominique tak bisa berkata, kakinya terasa lemas dan berat untuk melangkah ketika wanita tadi langsung nyelonong masuk tanpa permisi."Tentu saja ... Aku merindukan-mu sayang, apa kau tidak rindu dengan anak-mu?" ucap wanita bernama Re
Willy membuka pintu mobilnya, berjalan memasuki cafe, dia duduk di sebarang sambil terus menatap Dominique yang tengah asik bercerita."Tuan, Anda," Willy memberi kode tutup mulut kepada Ramon."Jadi kenapa kamu keluar sih Dom?" Sophie sudah penasaran setengah mati."Aku ... sudah menikah Sop," Sophie tersedak, " Serius? Dom, kamu nggak sedang berbohong kan?""Iyaa,""Kau ... menikah dengan Justin, bukan?" Dominique menghela nafasnya," Andai saja itu benar Sop. Aku nggak akan sampai berhenti kerja seperti ini, " keluh Dominique."Lalu, kau menikah dengan siapa?" Sophie tambah penasaran sambil menyeruput minumannya."Mmmm ...""Siapa sih Dom? Jangan bikin aku penasaran," Sophie melirik jari manis Dominique, melingkar cincin berlian yang dia sendiri bahkan tidak bisa menebak harganya.Mata Shopie membulat lebar, "Pria kaya? Dari mana dia Dom?" sambil memegang lengan Dominique."Aku menikah dengan mantan pacarku,""Mantan? Kau nggak pernah cerita punya mantan,""Dia lama tinggal di Ingg
Haiden mengusap lembut rambut Domique yang masih tidur terlelap, Dominique terusik,"Sop, jangan iseng aku masih ngantuk," Dominique menghempaskan tangan Haiden.Namun Haiden tetap mengusapnya, menatap wanita yang di cintainya. Sophie menata sarapan di meja makan."Sayang bangun ...," bisik Haiden lembut di telinga Dominique, Sophie bahkan tidak percaya dengan penglihatan matanya, Sophie bisa menyaksikan pertunjukan live cinta dari atasannya sendiri."Wow, wow ... amajiingg," ucap Sophie masih terpesona dengan sikap dan ketampanan Haiden."Ssttt," desisan John membuyarkan khayalan Sophie."Kau ganteng sih, tapi lebih ganteng dia," cibir Sophie pada John."Apa kau bilang," John mendelikkan matanya karena kesal. Sophie mendenguskan hidungnya meledek John. 'Wanita ini dengan Nyonya sama saja, membuat geram dan sulit di atur.' John.Seketika Dominique terbangun mendengar bisikan, ia menolehkan tubuhnya, Haiden duduk di sampingnya, menatap tajam."Kau sedang apa di sini," dengus Dominiqu
"Keluarlah," perintah Haiden, Dominique turun dari ranjang keluar kamarnya.Tubuh Dominique masih bergetar dengan hebat, ia melihat luka di kedua tangannya. Sakit ... tapi tidak seberapa dengan sakit di hatinya, sakit karena Haiden tidak mempercayainya. Sakit karena Haiden tak sedikitpun mendengar penjelasannya malah menghukumnya. Dominique menangis tak bersuara, sedih, pedih, namun harus dia pendam. Dominique turun dari ranjang keluar kamar berjalan menghampiri Haiden yang menunggunya di meja makan.Rebecca menatap sinis pada Dominique, berbisik lirih di hati, menyakinkan diri, kalau dia memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam hidup Haiden.John membukakan kursi untuk Dominique, dia tak bersuara hanya menatap Dominique yang lemah. Haiden menatap tajam Dominique.'Nyonya, nyonya, mengapa anda berbuat sejauh ini, kenapa anda berbuat bodoh seperti itu, Tuan hanya mencintaimu namun kau menghianatinya.' Otak John yang berfikir sama dengan Haiden."Gyan, kau mau makan yang mana dulu," Re
"Tuan anda yakin akan melakukan ini?" tanya Ramon yang melihat Tuannya sudah menggendong Dominique."Jangan buang waktu, waktu kita tidak banyak, cepat selesaikan sisanya," perintah Willy. 'Bertahanlah sebentar lagi, aku pasti akan membawamu pergi sayang.'Willy mengusap lembut pipi Dominique, merengkuhnya ke dalam pelukan membawa Dominique ke suatu tempat, membaringkannya di ranjang dan melakukan sesuatu hal yang Dominique tidak sadari."Jadi kapan kau akan pergi dari apartemenku?" tanya Haiden ketus pada Rebecca di sela perjalanan pulang sehabis mereka mengunjungi taman bermain."Haruskah kau bersikap dingin terus padaku Gyan, apa kau sama sekali tak bisa memahami perasaan-ku," ucap Rebecca mengiba sambil mengusap rambut Terry yang tertidur di pangkuannya."Apa yang kau lakukan dulu bukankan aku sudah membayar lunas hutangku!" seringai Haiden melipat kedua tangannya."Kau tahu bukan itu yang aku mau, aku mau ...,""Jangan berpikir gila, cepatlah pergi di saat aku masih bersikap luna