Willy membuka pintu mobilnya, berjalan memasuki cafe, dia duduk di sebarang sambil terus menatap Dominique yang tengah asik bercerita."Tuan, Anda," Willy memberi kode tutup mulut kepada Ramon."Jadi kenapa kamu keluar sih Dom?" Sophie sudah penasaran setengah mati."Aku ... sudah menikah Sop," Sophie tersedak, " Serius? Dom, kamu nggak sedang berbohong kan?""Iyaa,""Kau ... menikah dengan Justin, bukan?" Dominique menghela nafasnya," Andai saja itu benar Sop. Aku nggak akan sampai berhenti kerja seperti ini, " keluh Dominique."Lalu, kau menikah dengan siapa?" Sophie tambah penasaran sambil menyeruput minumannya."Mmmm ...""Siapa sih Dom? Jangan bikin aku penasaran," Sophie melirik jari manis Dominique, melingkar cincin berlian yang dia sendiri bahkan tidak bisa menebak harganya.Mata Shopie membulat lebar, "Pria kaya? Dari mana dia Dom?" sambil memegang lengan Dominique."Aku menikah dengan mantan pacarku,""Mantan? Kau nggak pernah cerita punya mantan,""Dia lama tinggal di Ingg
Haiden mengusap lembut rambut Domique yang masih tidur terlelap, Dominique terusik,"Sop, jangan iseng aku masih ngantuk," Dominique menghempaskan tangan Haiden.Namun Haiden tetap mengusapnya, menatap wanita yang di cintainya. Sophie menata sarapan di meja makan."Sayang bangun ...," bisik Haiden lembut di telinga Dominique, Sophie bahkan tidak percaya dengan penglihatan matanya, Sophie bisa menyaksikan pertunjukan live cinta dari atasannya sendiri."Wow, wow ... amajiingg," ucap Sophie masih terpesona dengan sikap dan ketampanan Haiden."Ssttt," desisan John membuyarkan khayalan Sophie."Kau ganteng sih, tapi lebih ganteng dia," cibir Sophie pada John."Apa kau bilang," John mendelikkan matanya karena kesal. Sophie mendenguskan hidungnya meledek John. 'Wanita ini dengan Nyonya sama saja, membuat geram dan sulit di atur.' John.Seketika Dominique terbangun mendengar bisikan, ia menolehkan tubuhnya, Haiden duduk di sampingnya, menatap tajam."Kau sedang apa di sini," dengus Dominiqu
"Keluarlah," perintah Haiden, Dominique turun dari ranjang keluar kamarnya.Tubuh Dominique masih bergetar dengan hebat, ia melihat luka di kedua tangannya. Sakit ... tapi tidak seberapa dengan sakit di hatinya, sakit karena Haiden tidak mempercayainya. Sakit karena Haiden tak sedikitpun mendengar penjelasannya malah menghukumnya. Dominique menangis tak bersuara, sedih, pedih, namun harus dia pendam. Dominique turun dari ranjang keluar kamar berjalan menghampiri Haiden yang menunggunya di meja makan.Rebecca menatap sinis pada Dominique, berbisik lirih di hati, menyakinkan diri, kalau dia memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam hidup Haiden.John membukakan kursi untuk Dominique, dia tak bersuara hanya menatap Dominique yang lemah. Haiden menatap tajam Dominique.'Nyonya, nyonya, mengapa anda berbuat sejauh ini, kenapa anda berbuat bodoh seperti itu, Tuan hanya mencintaimu namun kau menghianatinya.' Otak John yang berfikir sama dengan Haiden."Gyan, kau mau makan yang mana dulu," Re
"Tuan anda yakin akan melakukan ini?" tanya Ramon yang melihat Tuannya sudah menggendong Dominique."Jangan buang waktu, waktu kita tidak banyak, cepat selesaikan sisanya," perintah Willy. 'Bertahanlah sebentar lagi, aku pasti akan membawamu pergi sayang.'Willy mengusap lembut pipi Dominique, merengkuhnya ke dalam pelukan membawa Dominique ke suatu tempat, membaringkannya di ranjang dan melakukan sesuatu hal yang Dominique tidak sadari."Jadi kapan kau akan pergi dari apartemenku?" tanya Haiden ketus pada Rebecca di sela perjalanan pulang sehabis mereka mengunjungi taman bermain."Haruskah kau bersikap dingin terus padaku Gyan, apa kau sama sekali tak bisa memahami perasaan-ku," ucap Rebecca mengiba sambil mengusap rambut Terry yang tertidur di pangkuannya."Apa yang kau lakukan dulu bukankan aku sudah membayar lunas hutangku!" seringai Haiden melipat kedua tangannya."Kau tahu bukan itu yang aku mau, aku mau ...,""Jangan berpikir gila, cepatlah pergi di saat aku masih bersikap luna
"Sudah sayang jangan bahas lagi, lebih baik sekarang kita diskusikan rencana kita yang tertunda," Haiden mengelus perut Dominique."Rencana apa? Aku sedang tidak mood, jadi kau jangan ganggu aku malam ini, aku mau tidur sen-" Haiden langsung menyerang bibir Dominique dengan lembut, Dominique berontak namun semakin Dominique bergerak, semakin membuat Haiden membara."Ayo ... sayang, aku sudah tidak tahan!" Haiden melepaskan kecupannya, merebahkan tubuh Dominique perlahan di tempat tidur dan mulai melakukan olahraga malam mereka yang bergelora.Haiden memeluk tubuh Dominique, "Istirahatlah sebentar, satu jam lagi kita mulai pemanasan lagi ya," bisik Haiden mersa di telinga Dominique."Idenn, bisakah,""No. Istirahat sayang kalau tidak aku akan mulai memakanmu lagi sekarang." mengusap rambut Dominique penuh kasih sayang. Haiden ingin secepatnya mendapatkan penerus dari rahim Dominique. Haiden benar-benar tak melewatkan kesempatan untuk bercengkrama dengan Dominique, malam ini dia memaka
Dominique meremas hasil tes DNA yang di berikan Rebecca. Hatinya masih tidak bisa menerima dengan apa yang dia baca."Tinggalkan dia, pergilah diam-diam, jangan ganggu hubungan kami. Biarkan Terry memiliki ayahnya!" Rebecca meninggalkan Dominique yang tak bisa berkata.Seketika tubuh Dominique terhuyung, niatnya akan bersenang-senang lenyap. Dia tak jadi masuk ruko malah berjalan berbalik tanpa arah. Willy tahu terjadi tak beres terus mengikutinya.Tangis Dominique pecah, hatinya benar-benar terluka setelah mendengar ucapan Rebecca, baru saja dia mulai mempercayai Haiden, namun kenyataan yang dia terima berbeda. Dominique jongkok di tepi jalan berteriak keras, menangis sekuatnya bahkan siang itu, tiba-tiba awan mendung menyelimuti seperti hati Dominique yang terkoyak. Tangisnya seperti hujan yang turun membasahi bumi, dia bahkan tak bisa mendengar ketika suara guntur yang bergema saling bersahutan. Dominique menangis sejadi-jadinya, pikirannya sudah kosong. Berulang kali Willy mencob
"Geledah semua ruangan jangan sampai ada yang terlewat!" perintah Haiden sambil menatap lekat-lekat wajah Willy yang duduk santai sambil mengepulkan asap rokoknya.Beberapa menit berlalu mereka semua kembali dan memberi isyarat tak menemukan apapun. Willy berdiri dengan santainya menghampiri Haiden."Apa yang kau lakukan, katakan!" amarah Haiden berkobar menarik kembali kerah kemeja Willy."Hah? Apa aku tidak salah dengar? Kau sedang bertanya kepadaku. Harusnya aku yang bertanya padamu, kenapa dia bisa pergi meninggalkan-mu," Willy menepis tangan Haiden, kali ini dia mulai membalas tatapan kemarahan yang sama dengan Haiden."Jaga bicara-mu, katakan dimana dia, kau jangan berbohong, aku jelas mengecek ponselnya, terakhir kali orang yang menghubunginya adalah kau!" tuding Haiden mendelik dengan api cemburu dan marah."Hahaha ... hahaha ...," tawa Willy bergema merauk wajahnya dengan kasar, "Seandainya itu benar terjadi dan dia berlari kearahku, dia akan kudekap, dan tak akan pernah aku
Dominique menggerakkan tangannya, memecahkan pertikaian mulut antara Willy dan Carlos."Tu-tuan ... ta-tangan Nona Dominique," ucap Ramon yang melihat tangan Dominique bergerak.Mereka berdua berbalik, Carlos segera mengecek kondisi Dominique, saat menyentuh nadi mata Dominique perlahan terbuka."Will, lihat dia membuka matanya," ucap Carlos, Willy segera menghampiri dan duduk kembali di tepi ranjang, menggenggam tangan Dominique."Kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu? Mana yang sakit?" tatapan mata Willy hangat saat menyapa Dominique memburu Dominique dengan pertanyaan yang bergejolak semenjak satu minggu yang lalu.Dominique menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku, dia memandangi wajah Willy dengan tatapan aneh lalu matanya memberi isyarat perlahan,"Aku bantu ya," Willy mengangkat perlahan tubuh Dominique, menaruh bantal sebagai penyangga untuk punggung Dominique."Minumlah dulu," Willy meraih gelas di samping ranjang tidurnya melayani Dominique minum dengan tatapan lembut.Carlos s