Beranda / Romansa / Penipu Hati / Khilaf yang Indah

Share

Khilaf yang Indah

Di sepanjang lorong kantor menuju ruangan, tak henti-hentinya sapaan selamat pagi terdengar dari para karyawan yang di lontarkan kepada dirinya. Mereka sangat mengelu-elukan Laskar di kantor karena ketampanannya. Laskar duduk di kursi ruangan dengan segudang materi yang telah ia persiapkan , sesekali dia menghirup aroma ruangan yang sudah hampir seminggu dia tinggalkan.

"Hah, aku rindu aroma ruangan ini!"

Dia menarik nafas panjang sambil duduk bersandar di kursinya.

Tok ... tok ...

Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, sontak Laskar terkejut dan langsung beranjak dari sandarannya.

"Silahkan masuk!"

Seorang karyawati berdiri di balik pintu itu dan menghampirinya dengan membawa beberapa berkas di tangannya.

"Permisi Pak, maaf. Ada beberapa berkas yang harus Bapak tanda tangani, sekaligus ada jadwal meeting yang harus Bapak hadiri pukul 10 tepat!" ucapnya lantang.

"Oke Lani, tolong siapkan materinya ya!" sahut Laskar tegas.

Laskar merupakan assisten manager di perusahaan tempat dia bekerja, dia terkenal baik namun tegas kalau sedang bekerja. Sehingga para karyawan sangat segan kepadanya. Setelah selesai menandatangani semua berkas, Laskar bersiap untuk keruang meeting.

Saat memasuki lift, tiba-tiba dia terkejut dengan kehadiran seorang wanita yang sedang berdiri di dalam lift menatapnya tajam, netranya seakan saling bertemu. 

"Laskar?"

Suara manja wanita itu membuat karyawan yang ada di sekitar kantor memandangnya heran.

"Akhirnya kita ketemu disini ya, aku bingung mau nyariin kamu kemana? Nomer telepon kamu gak aktif terus. Kamu ternyata kerja disini?" tanyanya dengan nada nyeroscos khas wanita.

"Eh kamu Sar, i-iya aku kerja di sini. Kamu kok bisa kesini juga?" Laskar tampak menahan gengsinya seakan baru mengenal Sarah di hadapan para karyawan yang ada di dalam lift bersamanya.

"Iya aku ngelamar kerja disini, terus gak lama aku dapet email kalau aku lolos jadi karyawati di sini, aku staf marketing, kalau kamu?" tanyanya lagi kepo.

Tring ...

Suara lift terbuka dan Laskar segera keluar dari lift menuju ruang meeting.

"Aku duluan yah!" ucap Laskar sambil berjalan cepat ke ruang meeting.

"Oh oke, dah!"

Pintu lift tertutup kembali dan membawa Sarah pergi ke ruangan kerjanya. Saat jam istirahat makan siang telah tiba, Sarah menunggu Laskar di kantin kantor berharap Laskar juga makan di sana. Ternyata benar, apa yang Sarah tunggu telah datang.

Dengan gagahnya, terlihat sosok Laskar dari arah pintu depan. Dia berjalan layaknya model papan atas, para karyawan di sana sangat mengelu-elukan ketampanan sang Laskar. Sarah yang melihatnya sedang berjalan tampak terpesona lagi pada kekasih gelapnya itu.

"Aku baru sadar kalau Laskar setampan itu saat memakai pakaian kantor!" desisnya di balik meja.

"Laskar!" Lambaian tangan Sarah terlihat dari arah meja sebelah kanan.

"Disini!" ujarnya lagi.

Tapi Laskar mengabaikan panggilannya dan memutuskan untuk kembali ke ruang kerjanya.

"Sombong banget sih dia kalau di kantor!" Tekadnya seakan menciut saat Laskar mengacuhkan panggilannya. Sarah kembali menyantap makan siangnya dan berniat menemuinya lagi saat jam pulang kantor.

"Dia kenapa sih? Gak bisa baca situasi banget, aku 'kan jadi malu sama karyawan yang lain!" Bibirnya terus menggerutu bete.

Kriing ...

Suara panggilan telepon dari istrinya mulai berbunyi lagi, ini ke dua kalinya Hanna menelpon Laskar.

"Halo Sayang, ada apa lagi? Baru sejam yang lalu loh kamu nelpon aku pas lagi meeting tadi, aku jadi gak enak 'kan sama kliennya!" ujarnya sedikit ketus.

"Maaf Sayang, aku cuma mau mastiin aja kalau kamu udah makan siang," sahutnya manja.

"Iya udah kok Sayang, udah ya. Dah!" Laskar menutup telponnya setengah kesal. Dia merasa kalau akhir-akhir ini sikap istrinya terlalu berlebihan kepadanya. 

Tok ... tok ...

Suara ketukan pintu lagi dari luar dan siapa yang datang kali ini membuat Laskar terkejut. Wanita cantik nan anggun  dengan balutan blazer berwarna coklat muda, masuk dan berdiri di hadapannya. Matanya melongo melihat pemandangan itu. Laskar terlihat sangat menikmati pesona yang terpancar pada wanita cantik itu. 

'Ternyata kalau pakaiannya serapih ini, dia menarik juga yah?'

Batinnya terus bermonolog sendiri tanpa sadar akan pesona Sarah Zivana, sang marketing baru sekaligus kekasih gelapnya.

"Hai Sayang. Ini aku bawain kamu makan siang, aku tau kamu belum makan karena tadi aku panggil, kamu malah pergi!" terlihat Laskar yang panik saat mendapatkan perhatian dari Sarah.

Sarah sangat mempesona sampai-sampai Laskar merasa gugup saat berpapasan langsung dengannya.

"Sebaiknya kalau di kantor, kamu jangan terlalu memperjelas kalau kita saling kenal, kamu juga sebaiknya panggil saya dengan panggilan 'Pak' biar karyawan yang lain gak merasa aneh," Laskar mencoba memperingati Sarah dengan tegas, Sarah pun mengangguk patuh tentang permintaan Laskar kepadanya.

"Oh oke, maaf Pak Laskar. Kalau begitu  saya permisi!" Sambil meninggalkan makan siang untuk Laskar di meja, Sarah berlalu begitu saja meninggalkan ruangan kerja Laskar dengan wajah yang agak bete.

'Ah sial, kenapa tadi aku ketus banget ya sama dia? Alamat di cuekkin lagi nih pasti!'

Laskar terlihat menghela napasnya dan mencoba menenangkan dirinya dari serangan pesona Sarah tadi.

Dia mencoba bersikap sewajarnya sambil menyantap makan siang yang diberikan oleh sang pacar. Sarah berjalan dengan gerutu di mulutnya  dan sedikit merasa bete karena peringatan yang diberikan oleh Laskar. Akhirnya Sarah masuk ke ruangannya dan kembali menyelesaikan pekerjaannya.

Dia hampir tidak fokus karena terus memikirkan wajah Laskar saat menasehatinya tadi, terlihat tampan dan menggoda.

Kriing ...

Suara telepon di meja Sarah berbunyi, dengan sigap Sarah pun langsung menerima panggilan teleponnya.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Suara serak basah khas Sarah mengiang di saluran telepon, mendengar suaranya saja sudah sangat menggoda, sesekali Laskar menelan salivanya sendiri.

"Emm siang Sarah, nanti sepulang kantor saya ingin bicara sama kamu!" Suara tegas Laskar membuat Sarah semakin kesal mendengarnya, ingin mengajak bicara tapi nadanya seperti orang yang mengajak berduel.

"Ba-baik Pak," sahutnya gugup.

"Ah suara si Laskar bikin mood aku jadi berantakan aja!" Gerutu Sarah tak henti-hentinya menggumam di bibir manisnya.

***

"Selamat sore Pak, hati-hati di jalan!"

Semua karyawan yang melihat Laskar berjalan keluar ruangan menyapanya dengan ramah. Tapi Laskar tak bicara, dia hanya melemparkan senyuman khasnya yang sangat menawan, hingga bagi siapapun yang melihat senyumannya pasti langsung melting.

Di lobi kantor, terlihat Sarah berdiri sambil sesekali melihat jam tangannya seraya menunggu Laskar keluar dari ruangannya.

"Sarah ikuti saya!"

Suara Barito itu terdengar lagi dari belakang punggungnya, Sarah menoleh dan mulai mengikuti kemana Laskar pergi. Tubuh tinggi tegap itu terlihat berjalan ke arah parkiran mobil, Sarah terus membuntutinya dari belakang. Saking tingginya tubuh Laskar, bahkan tubuh Sarah seperti tenggelam di balik tubuh Laskar, dia berjalan memasuki mobil sedan merah dan membuka pintu kacanya.

"Masuk!"

Celetukkan Laskar menggiringnya masuk kedalam mobil. Wajah Sarah tampak tegang saat duduk di dekat atasan kantornya itu. Sarah tertunduk diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Kenapa diem, tadi di kantor kamu cerewet banget!"

"Maaf Pak, saya takut salah bicara lagi!"

"Ya ampun masih kaku aja, ini 'kan udah di luar jam kantor. Sayang, sorry! Santai aja dong gak perlu tegang gitu, aku gak gigit kok hahahah." Laskar terkekeh geli.

'Sebenarnya apa maunya orang ini?'

Batinnya seperti bergumam kesal pada kelabilan sikap Laskar.

Akhirnya suasana pun mulai mencair dengan celotehan receh Laskar. Sarah terlihat tersenyum kembali sambil sesekali melempar candaan juga didalam mobil Laskar.

"Maaf ya Sayang, udah bikin kamu takut tadi!"

"It's oke Pak, Sayang!"

Tawa mereka kembali terdengar dari balik pintu mobil. Laskar pun memacu mobilnya sekalian mengantarkan Sarah pulang, karena arah rumah mereka memang sama. Laskar menepi memarkirkan mobil sedan merahnya di depan rumah baru Sarah.

"Masuk dulu yuk, aku bikinin kopi deh sebagai tanda terimakasih aku karena udah di anter pulang sama bos!" ajak Sarah yang tampak terkekeh geli.

"Hem, kayaknya gak usah deh. Aku langsung pulang aja!"

"Ayo dong, sebentar aja kok Sayang. Please!"

Melihat wajah Sarah yang memelas seperti anak kucing kehausan, akhirnya Laskar pun tidak bisa menolak Sarah yang memohon padanya begitu manis. Dia memutuskan masuk sebentar untuk ngopi-ngopi santai. Sarah terlihat lincah membuatkan kopi untuk Laskar. 

"Ini kopinya, silahkan di minum Pak, hehe!"

"Makasih Sayang."

Mereka mulai asik ngobrol-ngobrol dan sesekali melempar gombalan.

"Kelihatannya kamu capek banget yah? Mau aku pijitin gak?" Kode nakal dari Sarah seakan membuat Laskar agak sedikit risih.

"Emm gak usah Sayang, makasih!"

Wajah Laskar terlihat sangat gugup, namun tangan nakal Sarah tidak bisa di kendalikan, dia mulai memanjakan tiap inci tubuh Laskar.

"Sarah no, please!"

"Ssst, kamu tinggal nikmatin aja Sayang!"

Laskar yang tadinya merasa risih, lama kelamaan akhirnya menikmati juga. Ibarat jalau kucing dikasih ikan asin, ya pasti di embat juga. Itulah gambaran Laskar sekarang. Matanya merem melek merasakan setiap sentuhan tangan lembut yang di suguhkan oleh Sarah.

"Pijitan kamu enak banget sih Sayang, kayanya aku bakal nagih deh!" bisikan suara Laskar menyeriak menyentuh telinga Sarah.

Sarah yang sedari tadi memang sengaja memancing adrenalin Laskar, akhirnya memulai permainannya. Tangan Sarah mulai traveling ke area intim Laskar, suara erangan Laskar sesekali terdengar dari mulutnya.

"Enak 'kan Sayang?" 

"Bangeeet ahh."

Terlihat Laskar yang pasrah menerima serangan-serangan lembut dari Sarah, desahan Laskar membuat Sarah semakin bergairah. Sarah mulai melucuti semua pakaian yang menempel di tubuh Laskar, dia memulai pemanasannya dengan sangat lincah. 

"Waw, kamu galak juga yah ternyata!" Wajahnya terlihat pasrah menerima bertubi-tubi serangan manja dari Sarah. Hal yang tak pernah dia dapatkan saat sedang bersama Hanna, kini dia rasakan dari diri Sarah. Akhirnya mereka pun saling menyatu, janji suci yang pernah Laskar ucapkan untuk Hanna seakan tidak berlaku lagi saat itu.

Mereka berdua seakan melayang terbuai dalam cinta terlarangnya. Laskar melakukan semuanya seakan tak peduli dengan konsekuensi yang akan terjadi nanti. Mereka pun terkapar dalam temaram lampu kamar Sarah dan tidur dalam selimut yang sama.

Keringat yang mengucur dari kening Laskar, menambah kegagahan dari dirinya. Aroma tubuh itu tak akan pernah Sarah lupakan dalam memorinya.

'Laskar, kali ini aku benar-benar tidak akan melepaskan mu.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status