Beranda / Fantasi / Penguasa Sembilan Pintu Kematian / Dua Wanita Cantik di Kedai Arak Qiutian

Share

Dua Wanita Cantik di Kedai Arak Qiutian

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kedai Arak Qiutian, Tanah Bebas

Udara panas sangat menyengat disertai angin kering yang membawa debu berterbangan, semakin membuat gerah suasana. Orang-orang mengeluhkan musim panas yang kering dan gersang serta diramalkan akan berlangsung lebih lama.

"Panasnya!" Nyonya Ling mengeluh seraya mengipasi wajahnya dengan kipas dari bambu yang memiliki ukuran indah di bilah-bilahnya.

"Nyonya Ling, di cuaca seperti ini meminum arak krisan yang dingin pasti lebih nikmat." Seorang wanita cantik yang duduk di depannya tersenyum dan menatapnya penuh harap.

"Hei Nona, kau sudah minum terlalu banyak. Jika kau mabuk, aku bisa mendapat masalah." Nyonya Ling menyahut dengan kesal.

Bao Yu, wanita cantik itu adalah pelanggan setianya. Hampir setiap hari dia datang ke kedainya untuk memesan arak yang terbaik. Seperti yang dikatakan Nyonya Ling, hari ini Bao Yu telah menghabiskan beberapa kendi araknya.

"Baiklah! Bagaimana situasi akhir-akhir ini?" Bao Yu menuangkan arak ke cangkirnya. Ini adalah kendi yang terakhir.

"Masih aman seperti biasanya. Namun aku rasa akhir-akhir ini banyak orang asing memasuki Tanah Bebas." Nyonya Ling menyahut dengan santai sembari mengipasi wajahnya yang kepanasan.

"Begitu ya? Sejak sinyal Pedang Es milik Kaisar Ao Yu Long nampak malam itu, situasi di mana pun berubah total." Bao Yu tersenyum sinis.

"Semestinya situasi di sini tidak terpengaruh apapun. Karena Tanah Bebas bukanlah wilayah milik Kaili. Kenapa orang-orang ini turut gelisah?" Nyonya Ling tertawa pelan.

"Itu jika Zhao Lu Yang tidak berbuat macam-macam. Sewaktu, terjadi pemberontakan di Kaili dan ibukota membeku, dia menutup pintu gerbang Tanah Bebas untuk Pasukan Mo Yu dan penduduk ibukota." Bao Yu sepertinya mulai mabuk dan berceloteh tanpa kontrol.

"Menurutmu, jika benar Kaisar Ao Yu Long telah kembali dari kematiannya, akankah dia berdiam diri saja dan membiarkan Tanah Bebas hidup dalam kedamaian?" Bao Yu mendekatkan wajah cantiknya pada Nyonya Ling.

"Kau bau arak!" Nyonya Ling mendorong tubuh Bao Yu agar tidak mendekatinya.

Bao Yu tertawa terkekeh. Dia benar-benar mabuk. Bao Yu si Pemabuk Cantik merupakan salah satu orang Jianghu yang tidak pernah peduli dengan perebutan kekuasaan di wilayah ini.

Murid satu-satunya Yu Xue, Pemabuk Sakti dari Lembah Persik di pegunungan Selatan itu sama dengan sang guru. Tidak pernah ikut campur dengan hiruk pikuk perseteruan sekte dan klan.

"Arak adalah kebahagiaanku tidak ada yang lain. Harta dan kekuasaan bahkan kekuatan itu tidak penting bagi orang-orang sepertiku yang hidup beratapkan langit dan beralaskan bumi." Itulah prinsip Yu Xue yang sangat terkenal.

Kini muridnya pun bersikap sama. Meski kerap terlihat di Wisma Lonceng Naga pada kenyataannya dia hanyalah tamu tetap. Meski terkesan acuh tak acuh, tetapi guru dan murid itu tidak segan untuk membantu orang-orang yang menurut mereka membutuhkan pertolongan.

Sayangnya Yu Xue datang terlambat saat hendak membantu Ming Feng Ying. Dia mendapatkan kabar seluruh klan Ming dan penduduk ibukota yang turut bersama Perdana Ming telah dibantai di Hutan Kematian.

Bersama Ketua Tang, dia adalah orang yang mengurus jenazah-jenazah mereka. Setelah itu dia menghilang begitu saja. Hanya Bao Yu, muridnya yang sesekali muncul di Tanah Bebas.

"Hei Nyonya Ling bagaimana menurutmu?" Bao Yu kembali bertanya.

Nyonya Ling hanya mendengus kesal. Dia hanya menatap Bao Yu sebentar. Kemudian memberi isyarat pada seorang gadis pelayan untuk membawakan sup mabuk ke mejanya.

"Aku tidak tahu menahu mengenai hal-hal seperti itu. Aku ini hanya pemilik kedai, tidak pada tempatnya aku berbicara banyak." Nyonya Ling tersenyum dan mengipasi Bao Yu dengan kipas bambunya.

Bao Yu tertawa dan kini merangkulnya. Sebuah pemandangan yang unik tetapi dianggap biasa. Nyonya Ling, datang ke Tanah Bebas tiga tahun lalu. Dia mendirikan sebuah kedai yang kemudian membuatnya terkenal sebagai kedai yang memiliki mie dan arak terlezat di Tanah Bebas, Kedai Arak Qiutian.

Bao Yu adalah salah satu pelanggan tetapnya. Keduanya segera menjadi akrab meski terkadang berbeda pendapat dan bahkan bertengkar. Menjadi pemandangan yang lumrah saat kedua wanita cantik itu menghabiskan waktu di kedai dengan minum arak dan bercakap-cakap santai.

"Apapun yang terjadi selama ada arak yang enak bukankah itu tidak masalah untukmu?" Nyonya Ling menyahut dengan santai.

"Tentu saja. Namun aku teringat perkataan guruku. Dia berkata, hidup begitu singkat, sesekali buatlah namamu terukir dalam sejarah agar kau dikenang oleh orang-orang yang hidup sesudah dirimu." Bao Yu bergumam pelan.

"Lantas apa yang akan kau lakukan? Setahuku kau hanya bisa mabuk saja." Nyonya Ling terkekeh pelan.

"Kau meremehkan aku Nyonya Ling. Seandainya terjadi sesuatu aku akan berada di sisi Ao Yu Long dan Xie Jing Cuan," sahutnya dengan santai.

"Mengapa? Apa karena mereka tampan?" Nyonya Ling kini terkikik. Teringat pertemuan pertamanya dengan Xie Jing Cuan.

Selain Ao Yu Long dan Jenderal Duan, menurutnya Xie Jing Cuan dapat dinobatkan sebagai salah satu pria tampan di wilayah ini. Tentu saja Zhao Lu Yang, Rong Xia Guo, Jenderal Won, dan Yu Xue sendiri juga bisa dimasukkan ke dalam daftar itu.

"Bisa jadi itu salah satu alasannya. Yang lainnya karena itu kehendak guruku dan kemauanku." Bao Yu tersenyum dan mengedipkan matanya pada Nyonya Ling.

Nyonya Ling tergelak dan memukul kepalanya dengan kipas bambu. Bao Yu teman yang menyenangkan untuk berbincang meski jika sudah mabuk terkadang merepotkan.

"Nona masih ada arak?" Tiba-tiba seorang pria memasuki kedai dan bertanya pada gadis pelayan yang berjaga di depan.

"Masih Tuan. Ada arak plum, anggur, persik, gandum, beras dan krisan." Gadis itu melayaninya dengan ramah.

"Berikan aku sekendi arak Krisan dingin." Terdengar suara pria itu memesan arak Krisan yang memang cocok diminum di cuaca sepanas ini.

"Orang baru lagi," gumam Nyonya Ling terkesan acuh tak acuh.

"Bagaimana kau tahu dia orang baru di sini?" Bao Yu mengerutkan keningnya, melirik pria yang hanya bisa dilihatnya dari arah samping

"Tentu saja aku tahu. Yang pertama aksennya dalam berbicara menunjukkan dia dari Utara. Sedangkan pakaiannya meski sama seperti orang-orang di sini tetapi hiasan di pinggangnya itu menunjukkan dia dari Sekte Keabadian. Barusan saja orang Sekte Lotus Hitam juga melintas di depan kedai." Nyonya Ling menjawab dengan suara pelan.

Bao Yu membelalakkan matanya, menatap Nyonya Ling tak percaya. Ternyata pemilik kedai arak ini tidak sesederhana yang dia kira. Setidaknya Nyonya Ling tahu benar situasi di Dataran Tengah.

"Sekte Keabadian dan aksen Utara. Tak diragukan lagi, dia pastilah di bawah Ketua Qilin. Sekte Lotus Hitam, siap dia?" Bao Yu menebak sekaligus bertanya, juga dengan suara pelan.

"Dia Ketua Qilin. Sedangkan orang Lotus Hitam yang berpakaian serba ungu hanyalah Ketua Oey bukan?" bisik Nyonya Ling lirih.

Bao Yu kembali menatapnya dengan mata terbelalak kemudian memicingkan mata mencoba untuk mengenali pria yang kini duduk dan menikmati araknya.

Seorang pria yang mungkin seumuran dengan Rong Xia Guo dan juga Zhao Lu Yang. Dengan rambut panjang tergerai dan diikat sembarangan di puncak kepala. Pakaiannya hanya pakaian biasa seperti penduduk setempat.

"Aiyo kenapa begitu banyak pria tampan di tempat ini!" Bao Yu berseru saat tanpa sengaja pria itu menoleh.

"Tidak usah bermimpi untuk menggodanya. Dia setali tiga uang dengan Ao Yu Long." Nyonya Ling terkekeh dan menepuk bahunya.

"Aiyo sungguh malang nasibku," keluh Bao Yu memelas.

"Kau ini! Bukankah Yu Xue juga sama dengan mereka? Tampan tetapi tidak tahu cara memperlakukan wanita. Pada akhirnya tidak mendapatkan apa-apa." Nyonya Ling tergelak.

"Ada benarnya juga!" Bao Yu kini tertawa terbahak-bahak.

Bagaimana pun juga semua orang mengetahui legenda tiga pria tampan ini. Ao Yu Long hingga dinyatakan tiada tidak memiliki seorang permaisuri. Yu Xue patah hari karena kekasih tercintanya tiada saat bertarung melawan Lady Wang dan tidak pernah menjalin cinta dengan wanita lain.

Sedangkan Ketua Qilin, Ketua Sekte Keabadian, tak pernah terdengar kisah cintanya. Meski pernah ada desas-desus mengenai hubungannya dengan salah satu muridnya tetapi itu tidak bisa dipercaya sepenuhnya.

Bab terkait

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Tamu Wisma Lonceng Naga

    Wisma Lonceng Naga, Tanah Bebas"Tuan Xie, sinyal Pedang Es telah muncul kembali. Apa yang harus kami lakukan?" Seorang wanita cantik berpakaian serba hitam menatap Xie Jing Cuan yang seperti biasanya tengah menghibur diri dengan memetik guzhengnya.Lagu merdu mengalun lembut ke seantero wisma. Seakan-akan tengah mengibur para tamu yang tengah kepanasan."Kang Li, informasi apa saja yang kau dapatkan setelah munculnya sinyal Pedang Es?" Xie Jing Cuan bertanya dengan santai tanpa menghentikan petikan senar guzhengnya."Tidak banyak selain orang-orang mulai gelisah. Zhao Lu Yang masih belum bereaksi apapun. Sedangkan kota-kota di Kaili mulai bergerak untuk mempersiapkan musim dingin yang akan datang. Banyak wilayah di Kaili yang gagal panen tahun ini dan dapat dipastikan musim dingin tahun ini akan menjadi musim yang berat. Selain itu Kaisar Ao Yu Long memutuskan untuk pergi ke Pegunungan Selatan." Kang Lin melaporkan penyelidikannya.Kang Li adalah Ketua Pintu Keempat. Salah satu dari

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Kembali Ke Ibukota

    Manor Duan, Perbatasan Utara Kaili"Jenderal Duan!" Seorang pria berlari kencang menuju kediaman sang Jenderal."Ahao kenapa kau lari seperti dikejar hantu?" Seorang pelayan wanita menatapnya dengan heran.Dia tengah menyapu halaman dan menyiram bunga-bunga di halaman. Cuaca yang panas membuat semuanya kering dan berdebu."Bibi, aku harus bertemu Jenderal Duan. Ada berita penting dari Dataran Tengah." Ahao berkata dengan terbata-bata karena napasnya tersengal-sengal setelah berlarian dengan kencang."Baiklah! Aku mengerti, tetapi sebaiknya tarik napas pelan-pelan dan setelah napasmu normal pergilah melapor pada Tuan Jenderal!" Wanita paruh baya itu menyarankan."Baik Bibi!" Ahao menuruti sarannya dan menarik napas pelan-pelan."Aku ke sana Bibi." Setelah napasnya normal dan tidak tersengal-sengal, Ahao bergegas menuju ruangan utama kediaman Jenderal Duan.Jenderal Duan Xiao Tian merupakan putra pertama dari Tetua Duan dari Istri Di, istri sahnya. Meski dia tidak mewarisi kehebatan kla

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Harapan Baru

    Pondok Willow, Kaili"Paman Gu, aku sangat bahagia!" Nyonya Tua Feng menatap langit pagi hari yang bersih.Awan putih berarak-arak tertiup angin dan menyisakan langit biru yang cerah. Matahari pagi bersinar dan mulai terasa menyengat."Benar Nyonya, sinyal Pedang Es sudah cukup membuat kita memiliki harapan. Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long tidak akan membiarkan rakyatnya menderita." Paman Gu, pria tua yang sudah mengabdi di Pondok Willow sedari sebelum Lady Ming lahir itu tersenyum tipis."Nyonya Tua Feng!" Seorang pelayan berlari menuju tempat mereka."Aiyo ada apakah? Kenapa kau berlarian seperti itu?" Nyonya Tua Feng menatap gadis itu dengan heran."Ada utusan dari Kota Jiang dan Kota Xia. Mereka ingin bertemu Nyonya!" Gadis pelayan itu melapor dengan rentetan kata-kata yang sangat cepat dan napasnya tersengal-sengal."Aiyo hanya ada tamu dan kau berlarian seperti telah melihat hantu." Nyonya Tua Feng terkekeh dan menepuk bahu gadis itu."Istirahatlah! Setelah itu bantu Nyonya Hu untu

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Kuda Hitam Bertanduk

    Beberapa bulan kemudian di Padang Muhly, Dataran Tengah"Hya! Hya!" Lecutan cambuk dan suara teriakan bercampur ringkikan kuda terdengar di tengah padang rumput merah muda.Angin musim gugur yang dingin bertiup cukup kencang mengibarkan rerumputan merah muda yang meliuk bak ombak air yang mengalun di pantai. Menciptakan pemandangan indah jika dilihat dari kejauhan."Tian Min!" Seseorang berteriak keras memanggil sang penunggang kuda."Ada apa?" Tian Min berseru menyahut dan mengarahkan kudanya ke tempat orang itu."Ada berita mengenai mata-mata Lotus Hitam." A Gui, mengambil gulungan kertas yang terselip di leher merpati yang bertengger di lengannya."Benarkah?" Tian Min mengambil gulungan kertas itu, membukanya dan membacanya."Hemm, aku tidak tahu apa yang diinginkan Lotus Hitam. Mengapa mereka menyerang Wisma Nyonya Ning waktu itu?" Tian Min mengerutkan keningnya."Aku tidak tahu. Aku rasa karena mereka

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Badai Pasir Dari Barat

    Gurun Barat"Tempat ini sepi sekali," gumam seseorang yang baru saja tiba di sebuah desa.Angin gurun yang kering bertiup dan membawa debu pasir. Membuat jarak pandangnya terhalang."Benarkah ini sebuah desa?" gumamnya lagi seraya melompat turun dari kudanya. Hanfunya yang berwarna putih turut berkibar tertiup angin. Wajahnya tertutup caping bercadar hingga sulit untuk dikenali apakah dia wanita atau lelaki."Apakah ada orang di sini?" teriaknya, berseru memanggil siapa saja yang mendengar seruannya.Masih tak terdengar tanda-tanda adanya seseorang di tempat ini. Hanya desau angin yang terdengar. Perlahan-lahan orang itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Desa mati?" gumamnya lagi seraya menatap rumah-rumah beratap lumpur kering yang terlihat lengang. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, meski hanya seekor ayam saja.Namun orang itu tetap waspada meski tidak ada seseorang yang muncul di tempat itu. Dia tidak memba

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Aku Ingin Pulang

    "Kau gila!" Fei Yu berteriak saat tubuhnya turut terseret ke dalam air.Pria itu hanya tertawa dan keduanya tergulung ombak yang dibuat oleh Fei Yu sendiri. Setelah beberapa saat air pun menjadi tenang dan keduanya berenang menuju tepi oase."Maafkan aku! Aku tidak bermaksud menyerangmu atau mengganggumu." Pria itu tersenyum dan duduk di tepi oase."Ketua Qilin, apakah begitu caramu meminta maaf?" Fei Yu mendesah kesal saat melihat pria itu justru duduk dengan santai.Ketua Qilin tertawa tergelak melihat ekspresi Fei Yu yang menurutnya sangat lucu."Baiklah aku akan mencari kayu dan membuat api. Kau tunggulah di sini dan jangan kemana-mana!" Ketua Qilin beranjak menuju Qiu yang tertambat di salah satu bebatuan setelah mengeringkan rambutnya."Aku pinjam kudamu!" Serunya seraya melompat ke punggung kuda."Aiyo dasar pria tidak sopan! Kemana kudanya sendiri?" Fei Yu semakin merasa kesal tetapi tidak bisa berbuat apapun.

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Bidadari Dari Hutan Kematian

    "Naiklah!" Ketua Qilin membantu Fei Yu untuk menaiki kudanya."Bagaimana denganmu?" Fei Yu menatap pria yang kini memegangi tali kekang kudanya."Aku berjalan kaki. Desa tidak begitu jauh lagi." Ketua Qilin tersenyum dan menunjuk ke suatu arah.Fei Yu memicingkan matanya, tetapi hingga cukup lama memperhatikan, tidak dapat dilihatnya tanda-tanda sebuah pemukiman. Sejauh mata memandang hanyalah pasir yang diselingi dengan pokok kaktus, palem dan kurma."Baiklah!" Fei Yu tersenyum. Perlahan ditepuknya punggung Qiu. Kuda itu meringkik kemudian mulai berjalan pelan-pelan."Fei Yu, bagaimana kabar Gurun Barat?" Ketua Qilin bertanya dengan hati-hati."Aku rasa suku Xiaong Nu mulai bergerak. Namun anehnya mereka seperti kehilangan minat untuk mendobrak pertahanan pasukan Kaili di Barat." Fei Yu menyahut dengan santai.Bagi Fei Yu selama tidak menyentuh dirinya dan menganggu kehidupannya, itu bukanlah urusannya. Suku Xiaong Nu h

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Diserang

    "Kita harus segera kembali ke Hutan Kematian!" Fu Rui berjalan bersisian dengan Ketua Qilin.Sedangkan Fei Yu masih duduk di punggung Qiu. Kuda itu berjalan pelan seakan-akan mengerti dia tidak boleh mendahului orang-orang yang mengikuti majikannya."Kenapa terburu-buru?" Ketua Qilin berhenti sebentar dan memetik setangkai bunga berwarna ungu muda dan memberikannya pada Fei Yu. Wanita itu menerimanya dan hanya meliriknya sekilas."Ada kabar dari Hutan Kematian." Sahut Fu Rui tanpa ekspresi."Baiklah! Kita langsung saja melanjutkan perjalanan tanpa mampir ke desa bukan?" Ketua Qilin bertanya."Tidak, kita harus mengambil perbekalan. Setidaknya perbekalan kita harus mencukupi hingga kita tiba di wilayah Kaili." Fu Rui tersenyum tipis."Nona! Nona!" Baru saja Fu Rui selesai berbicara terdengar seseorang berseru-seru memanggil Fu Rui.Seorang bocah lelaki datang bersama kudanya. Dia membawa beberapa barang di punggung kuda i

Bab terbaru

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Suasana Tenang Yang Menghanyutkan

    Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Pertarungan Berakhir

    Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Aku Tidak Akan Mati Semudah Itu

    Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Membekukan Danau Hu

    Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Formasi Bunga Lotus Mekar

    Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Pertarungan Di Malam Bersalju 2

    Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Pertarungan Di Malam Bersalju 1

    Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Kasim Zheng

    Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d

  • Penguasa Sembilan Pintu Kematian    Sepuluh Pembunuh Bayaran

    Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu

DMCA.com Protection Status