Manor Duan, Perbatasan Utara Kaili
"Jenderal Duan!" Seorang pria berlari kencang menuju kediaman sang Jenderal."Ahao kenapa kau lari seperti dikejar hantu?" Seorang pelayan wanita menatapnya dengan heran.Dia tengah menyapu halaman dan menyiram bunga-bunga di halaman. Cuaca yang panas membuat semuanya kering dan berdebu."Bibi, aku harus bertemu Jenderal Duan. Ada berita penting dari Dataran Tengah." Ahao berkata dengan terbata-bata karena napasnya tersengal-sengal setelah berlarian dengan kencang."Baiklah! Aku mengerti, tetapi sebaiknya tarik napas pelan-pelan dan setelah napasmu normal pergilah melapor pada Tuan Jenderal!" Wanita paruh baya itu menyarankan."Baik Bibi!" Ahao menuruti sarannya dan menarik napas pelan-pelan."Aku ke sana Bibi." Setelah napasnya normal dan tidak tersengal-sengal, Ahao bergegas menuju ruangan utama kediaman Jenderal Duan.Jenderal Duan Xiao Tian merupakan putra pertama dari Tetua Duan dari Istri Di, istri sahnya. Meski dia tidak mewarisi kehebatan klan Duan di bidang musik tetapi dia sangat berprestasi di bidang militer.Semenjak muda dia belajar pada Jenderal Mo Yuan yang merupakan ayah kandung Jenderal Mo Ye dan jenderal legendaris dari Kaili. Bersama beberapa putra-putra Jenderal Mo dan beberapa putra bangsawan lain di ibukota, dia belajar strategi perang dan olah kanuragan.Namun orang terdekatnya adalah Ming Feng Ying, putra Perdana Menteri saat itu. Mereka bersahabat meski usia mereka berselisih cukup jauh.Persahabatan mereka bermula dari pernikahan Ming Feng Ying dengan Duan Yu Yao yang merupakan adik bungsu ayahnya."Ada apa kau berteriak-teriak seperti itu?" Sebuah suara yang tegas dan berwibawa menegur Ahao saat pria itu bahkan belum melapor."Ah Tuan Jenderal!" Ahao segera membungkukkan tubuhnya meski sang Jenderal masih berada di dalam ruang belajarnya."Masuklah!" Duan Xiao Tian memanggil Ahao dan memintanya untuk masuk."Ada apa? Apakah ada sesuatu yang penting?" Duan Xiao Tian menatap pria di depannya sebentar dan kemudian sibuk menulis di selembar kertas."Jenderal Duan ada kabar dari Dataran Tengah. Mata-mata kita melihat sinyal Pedang Es beberapa malam yang lalu. Bukan hanya seorang, tetapi mata-mata kita di Tanah Bebas juga melihat sinyal itu." Ahao melaporkan dengan hati-hati.Duan Xiao Tian berhenti menulis. Terdiam beberapa saat menatap hasil kaligrafinya. Sebuah seni yang disukainya selain bermain pedang dan tombak tentunya. Duan Xiao Tian dikenal sebagai salah satu seniman kaligrafi terbaik di Kaili."Kau yakin atas laporan itu?" Duan Xiao Tian meletakkan kuasnya di dalam mangkok tinta dan berjalan mendekati Ahao."Saya sudah mengirimkan orang-orang ke wilayah timur Kaili dan para Raja Bawahan juga melaporkan hal yang sama. Kini mereka menunggu perintah Tuan Duan dan juga Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long." Ahao kembali memaparkan hasil kerjanya beberapa hari ini."Dan ini adalah surat dari Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long!" Ahao mengangsurkan sebuah gulungan surat pada Jenderal Duan."Surat?" Duan Xiao Tian bergumam pelan. "Baiklah! Pergilah dan katakan pada para prajurit untuk bersiap berangkat kapan pun aku perintahkan!" Duan Xiao Tian mengibaskan lengan jubahnya."Baik Tuan Jenderal!" Ahao menangkupkan tangannya dan membungkukkan tubuhnya kemudian undur diri untuk melaksanakan perintahnya.Setelah Ahao pergi, Duan Xiao Tian duduk termenung di ruang belajarnya. Dia tidak berada di ibukota saat terjadi pemberontakan dan kemudian mendapatkan berita mengenai membekunya ibukota dan kematian Kaisar Ao Yu Long dan adiknya, Duan Xiao Jiao.Kemudian dibukanya gulungan surat tadi dan membacanya dengan serius dan hati-hati. Cukup lama dia termenung dengan gulungan surat masih terbuka di atas mejanya."Yang Mulia aku sangat bersyukur Anda masih hidup dan mendapatkan kembali Pedang Es dan bahkan mampu memanggil Naga Es. Aku akan kembali ke ibukota dan menjaga Kaili hingga Anda kembali." Jenderal Duan tersenyum dan mulai menulis balasan untuk Ao Yu Long.Setelah itu mengirimkan surat balasan pada Ao Yu Long melalui merpati. Kemudian memerintahkan pasukannya untuk bersiap kembali ke ibukota secepatnya."Jenderal! Ini semua di luar dugaan bukan?" Tetua Duan, keponakan mendiang ayahnya, berbicara dengan hati-hati saat mereka berdua berbincang di ruang belajarnya menjelang keberangkatannya kembali ke ibukota."Iya, semua di luar dugaan. Aku harus kembali ke ibukota. Pastikan untuk memblokade perbatasan dari Negeri Utara maupun Dataran Tengah. Situasi di sana sedang tidak baik-baik saja." Pesannya kepada sang saudara sepupu."Tentu saja! Aku akan selalu menjaga perbatasan. Aku harus bersiap-siap untuk mengajari murid-muridku. Ingatlah untuk berdoa terlebih dahulu sebelum meninggalkan Manor!" Pria itu mengingatkan sebelum meninggalkan Jenderal Duan yang masih menatap keluar jendela ruang belajarnya.Pikirannya kembali pada serentetan peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah kematian Kaisar Ao Yu Long. Dia menyadari jika dirinya terjebak dalam tugas yang didesakkan para tetua bangsawan kuno untuk mengatasi masalah di perbatasan barat."Menurut laporan Tuan Ming, Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long meninggal bukan karena pertarungan tetapi disebabkan racun Lotus Biru. Racun dari Istana Bunga yang mematikan untuk orang-orang seperti beliau." Duan Xiao Tian kini bertopang dagu menatap kosong pemandangan mansionnya dari jendela ruang belajarnya."Yang jadi pertanyaanku hingga kini siapa yang dapat membawa racun dari lembah selaksa bunga hingga ke istana?" Duan Xiao Tian mendesah pelan.Semua itu terus berputar-putar di kepalanya. Seakan sebuah teka-teki yang sulit untuk dipecahkannya. Selama beberapa tahun ini dia terus menyelidiki penyebab pemberontakan Ibu Suri Guan dan juga kematian Kaisar.Selintas ini suatu hal yang biasa terjadi dalam intrik perebutan kekuasaan dalam sebuah pemerintahan. Namun Duan Xiao Tian tahu benar ini tidak sesederhana itu."Ibu Suri memang memiliki pasukan dari Jenderal Dong dan juga jenderal-jenderal lain yang berpihak padanya. Namun semua orang tahu mereka tidak akan mampu menghadapi Pasukan Penjaga Kekaisaran yang dipimpin Mo Ye dan juga Pasukan Mo Yu di bawah pimpinan Won. Belum lagi jika Kaisar Ao menggunakan kekuatan Pedang Es-nya." Duan Xiao Tian kembali bergumam seorang diri.Mustahil untuk bisa menang jika para pemberontak itu tidak didukung kekuatan yang lain. Atau mungkin diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga mereka merasa percaya diri dapat menumbangkan kekuasaan Ao Yu Long.Artinya, pemberontakan Ibu Suri Guan sama sekali tidak ada maknanya selain mengacaukan situasi di Kaili. Sungguh sesuatu yang sia-sia karena akibatnya sangat fatal.Dalam sekejap Klan Ao, Klan Guan dan beberapa keluarga bangsawan kuno lainnya habis dibantai oleh Pasukan Mo Yu tanpa tersisa. Berlanjut dengan kabar dibantainya Klan Ming di Hutan Kematian. Kekuatan Kaili benar-benar telah digerogoti hingga ke akarnya.Duan Xiao Tian berdiri dan berjalan menuju rak-rak yang berjejer rapi di sepanjang dinding ruang belajarnya.Diambilnya sebuah kitab tebal dan membawanya ke mejanya. Itu adalah sebuah kitab yang ditulis mendiang ayahnya. Kitab yang menceritakan sejarah dan peta wilayah Kaili secara terperinci. Banyak informasi yang terdapat di kitab ini. Termasuk mengenai peta politik sekte, klan dan juga Raja-raja bawahan."Ayah apa yang akan kau lakukan di situasi seperti ini?" Duan Xiao Tian membuka lembar demi lembar halaman kitab sembari bergumam lirih."Tian'er, sejarah panjang Kaili mencatat banyak hal. Salah satunya adalah perseteruan-perseteruan antar klan, sekte dan juga para penguasa. Namun ingatlah suatu hal jika itu berhubungan dengan politik, tidak ada perseteruan ataupun kerjasama yang abadi." Ucapan ayahnya terngiang kembali.Beberapa tahun kemudian dia pun mendengar ucapan yang sama dari Kaisar muda Ao Yu Long. Saat dia memutuskan untuk bekerjasama dengan Tanah Bebas dan Dataran Tengah. Hampir semua pejabat pemerintahan menolak klausul itu."Tidak ada perseteruan ataupun kerjasama yang abadi. Angin bisa berubah arah begitu pun dengan kepentingan. Selama itu masih dalam koridor, sebuah perubahan akan menggiring kita dalam perseteruan dan kerjasama yang baru dengan orang-orang yang baru juga." Demikian Ao Yu Long mengungkapkan pendapatnya.Ao Yu Long memang masih muda. Namun pengalamannya di medan perang maupun dalam menghadapi intrik politik tak diragukan lagi. Dia kerap menemani Ming Feng Ying berdiplomasi dengan banyak pihak untuk mencapai kesepakatan.Mungkin dia satu-satunya putra Kaisar yang lebih sering berada di luar istana yang megah dan nyaman. Hal ini pernah diungkapkan sang ayah yang waktu itu masih menduduki tahta."Biarkan dia berada di luar agar dia tahu tidak semua tempat aman dan nyaman. Agar dia tahu tidak semua orang tahu tentang dirinya dan menyukainya. Dalam hidup selalu saja ada hitam dan putih, baik dan buruk serta pro dan kontra. Biarkan dia menghadapi semua itu maka kelak dia akan menjadi kaisar yang bijak!"Ucapan sang Kaisar waktu itu melekat dalam benaknya. Saat Ao Yu Long mengikutinya berkampanye di barat, dia tidak mendapatkan perlakuan istimewa.Seluruh pasukan tahu dia adalah putra Kaisar, seorang pangeran. Namun di medan pertempuran dia adalah seorang prajurit, sama dengan mereka semua harus tunduk pada perintah pemimpin pasukan.Bertahun-tahun itu terjadi hingga karir militernya melesat bak meteor. Ketika menjadi jenderal seluruh pasukannya tunduk dan setia kepada dirinya bukan karena dia putra Kaisar tetapi karena dia adalah seorang jenderal yang cakap.Begitu pun saat naik tahta. Semua orang tahu, dia menduduki tahta bukan sekadar faktor keturunan. Tak diragukan lagi dia adalah putra Kaisar meski ibunya hanya seorang selir kecil.Tak diragukan lagi dialah pemilik Pedang Es selanjutnya karena pedang itu telah memilihnya. Serta tidak ada yang meragukan kebijakan militer maupun politiknya. Ao Yu Long memang Kaisar Negeri Kaili, itu tidak diragukan lagi"Yang Mulia, aku senang kau kembali lagi. Aku akan menjaga Kaili seperti perintahmu hingga Anda kembali nanti." Duan Xiao Tian tersenyum dan menutup kitab itu. Bersiap untuk segera berangkat ke ibukota Kaili bersama pasukannya.Pondok Willow, Kaili"Paman Gu, aku sangat bahagia!" Nyonya Tua Feng menatap langit pagi hari yang bersih.Awan putih berarak-arak tertiup angin dan menyisakan langit biru yang cerah. Matahari pagi bersinar dan mulai terasa menyengat."Benar Nyonya, sinyal Pedang Es sudah cukup membuat kita memiliki harapan. Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long tidak akan membiarkan rakyatnya menderita." Paman Gu, pria tua yang sudah mengabdi di Pondok Willow sedari sebelum Lady Ming lahir itu tersenyum tipis."Nyonya Tua Feng!" Seorang pelayan berlari menuju tempat mereka."Aiyo ada apakah? Kenapa kau berlarian seperti itu?" Nyonya Tua Feng menatap gadis itu dengan heran."Ada utusan dari Kota Jiang dan Kota Xia. Mereka ingin bertemu Nyonya!" Gadis pelayan itu melapor dengan rentetan kata-kata yang sangat cepat dan napasnya tersengal-sengal."Aiyo hanya ada tamu dan kau berlarian seperti telah melihat hantu." Nyonya Tua Feng terkekeh dan menepuk bahu gadis itu."Istirahatlah! Setelah itu bantu Nyonya Hu untu
Beberapa bulan kemudian di Padang Muhly, Dataran Tengah"Hya! Hya!" Lecutan cambuk dan suara teriakan bercampur ringkikan kuda terdengar di tengah padang rumput merah muda.Angin musim gugur yang dingin bertiup cukup kencang mengibarkan rerumputan merah muda yang meliuk bak ombak air yang mengalun di pantai. Menciptakan pemandangan indah jika dilihat dari kejauhan."Tian Min!" Seseorang berteriak keras memanggil sang penunggang kuda."Ada apa?" Tian Min berseru menyahut dan mengarahkan kudanya ke tempat orang itu."Ada berita mengenai mata-mata Lotus Hitam." A Gui, mengambil gulungan kertas yang terselip di leher merpati yang bertengger di lengannya."Benarkah?" Tian Min mengambil gulungan kertas itu, membukanya dan membacanya."Hemm, aku tidak tahu apa yang diinginkan Lotus Hitam. Mengapa mereka menyerang Wisma Nyonya Ning waktu itu?" Tian Min mengerutkan keningnya."Aku tidak tahu. Aku rasa karena mereka
Gurun Barat"Tempat ini sepi sekali," gumam seseorang yang baru saja tiba di sebuah desa.Angin gurun yang kering bertiup dan membawa debu pasir. Membuat jarak pandangnya terhalang."Benarkah ini sebuah desa?" gumamnya lagi seraya melompat turun dari kudanya. Hanfunya yang berwarna putih turut berkibar tertiup angin. Wajahnya tertutup caping bercadar hingga sulit untuk dikenali apakah dia wanita atau lelaki."Apakah ada orang di sini?" teriaknya, berseru memanggil siapa saja yang mendengar seruannya.Masih tak terdengar tanda-tanda adanya seseorang di tempat ini. Hanya desau angin yang terdengar. Perlahan-lahan orang itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Desa mati?" gumamnya lagi seraya menatap rumah-rumah beratap lumpur kering yang terlihat lengang. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, meski hanya seekor ayam saja.Namun orang itu tetap waspada meski tidak ada seseorang yang muncul di tempat itu. Dia tidak memba
"Kau gila!" Fei Yu berteriak saat tubuhnya turut terseret ke dalam air.Pria itu hanya tertawa dan keduanya tergulung ombak yang dibuat oleh Fei Yu sendiri. Setelah beberapa saat air pun menjadi tenang dan keduanya berenang menuju tepi oase."Maafkan aku! Aku tidak bermaksud menyerangmu atau mengganggumu." Pria itu tersenyum dan duduk di tepi oase."Ketua Qilin, apakah begitu caramu meminta maaf?" Fei Yu mendesah kesal saat melihat pria itu justru duduk dengan santai.Ketua Qilin tertawa tergelak melihat ekspresi Fei Yu yang menurutnya sangat lucu."Baiklah aku akan mencari kayu dan membuat api. Kau tunggulah di sini dan jangan kemana-mana!" Ketua Qilin beranjak menuju Qiu yang tertambat di salah satu bebatuan setelah mengeringkan rambutnya."Aku pinjam kudamu!" Serunya seraya melompat ke punggung kuda."Aiyo dasar pria tidak sopan! Kemana kudanya sendiri?" Fei Yu semakin merasa kesal tetapi tidak bisa berbuat apapun.
"Naiklah!" Ketua Qilin membantu Fei Yu untuk menaiki kudanya."Bagaimana denganmu?" Fei Yu menatap pria yang kini memegangi tali kekang kudanya."Aku berjalan kaki. Desa tidak begitu jauh lagi." Ketua Qilin tersenyum dan menunjuk ke suatu arah.Fei Yu memicingkan matanya, tetapi hingga cukup lama memperhatikan, tidak dapat dilihatnya tanda-tanda sebuah pemukiman. Sejauh mata memandang hanyalah pasir yang diselingi dengan pokok kaktus, palem dan kurma."Baiklah!" Fei Yu tersenyum. Perlahan ditepuknya punggung Qiu. Kuda itu meringkik kemudian mulai berjalan pelan-pelan."Fei Yu, bagaimana kabar Gurun Barat?" Ketua Qilin bertanya dengan hati-hati."Aku rasa suku Xiaong Nu mulai bergerak. Namun anehnya mereka seperti kehilangan minat untuk mendobrak pertahanan pasukan Kaili di Barat." Fei Yu menyahut dengan santai.Bagi Fei Yu selama tidak menyentuh dirinya dan menganggu kehidupannya, itu bukanlah urusannya. Suku Xiaong Nu h
"Kita harus segera kembali ke Hutan Kematian!" Fu Rui berjalan bersisian dengan Ketua Qilin.Sedangkan Fei Yu masih duduk di punggung Qiu. Kuda itu berjalan pelan seakan-akan mengerti dia tidak boleh mendahului orang-orang yang mengikuti majikannya."Kenapa terburu-buru?" Ketua Qilin berhenti sebentar dan memetik setangkai bunga berwarna ungu muda dan memberikannya pada Fei Yu. Wanita itu menerimanya dan hanya meliriknya sekilas."Ada kabar dari Hutan Kematian." Sahut Fu Rui tanpa ekspresi."Baiklah! Kita langsung saja melanjutkan perjalanan tanpa mampir ke desa bukan?" Ketua Qilin bertanya."Tidak, kita harus mengambil perbekalan. Setidaknya perbekalan kita harus mencukupi hingga kita tiba di wilayah Kaili." Fu Rui tersenyum tipis."Nona! Nona!" Baru saja Fu Rui selesai berbicara terdengar seseorang berseru-seru memanggil Fu Rui.Seorang bocah lelaki datang bersama kudanya. Dia membawa beberapa barang di punggung kuda i
Fei Yu bergerak lincah menghindari serangan dari orang-orang Lotus Hitam. Formasi Dua Belas Kelopak Bunga Lotus memang formasi yang digunakan untuk menjebak musuh dalam sebuah formasi berlapis."Fei Yu berhati-hatilah! Jangan sampai masuk ke dalam inti formasi mereka!" Ketua Qilin berseru memperingatkannya."Kau tidak perlu mengkhawatirkannya! Khawatirkan saja dirimu sendiri!" Ketua Sun terkekeh dan kembali menyerangnya dengan serentetan jarum beracun yang beterbangan menghujaninya."Kau terlalu percaya diri Ketua Sun!" Ketua Qilin tertawa mengejeknya."Kau meremehkanku Ketua Qilin!" Ketua Sun yang memang mudah marah mulai tidak sabar menghadapi Ketua Qilin yang terkesan bermain-main saja.Ketua Qilin jarang muncul di hadapan umum. Sebenarnya hampir seluruh anggota Sekte Keabadian memang hampir tidak pernah muncul dan berkeliaran di tempat-tempat umum. Mereka juga jarang memancing keributan karenanya masih banyak orang-orang Jianghu kuran
"Da Jie!" Ketua Qilin memeluk Fu Rui dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.Sementara itu formasi Dua Belas Kelopak Lotus telah berantakan dan kacau. Badai pasir milik Fei Yu membuat mereka terluka."Kalian beruntung! Tetapi dia pasti akan mati." Ketua Sun menatap mereka berdua dengan tatapan mengejek."Kalau dia mati, kau pun harus mati!" Ketua Qilin berteriak marah dan menyerang Ketua Sun dengan jurus Tanpa Bayangan"Ketua Qilin! Tahan!" Tiba-tiba saja seseorang berteriak membuat Ketua Qilin menahan serangannya.Sesosok berkelebat dan berdiri di antara Ketua Qilin dan Ketua Sun. Seorang pria berhanfu putih dengan jubah biru menatap keduanya bergantian."Jangan ikut campur urusan kami!" Ketua Sun berteriak marah padanya."Aku tidak akan ikut campur urusan kalian! Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari Tuan Zhao Lu Yang!" Pria itu berkata dengan tegas."Cukup sulit bagiku untuk menemukan orang-orang sekte Lotus
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu