LEMBAH Seribu Kabut. Saking marahnya Maithatarun hantamkan kaki batunya hingga sebatang pohon besar patah dan tumbang menggemuruh. Di atas batu Jin Terjungkir Langit mendesah berulang kali sambil menjambak-jambak rambutnya yang putih terjulai.
“Tololnya diriku! Bagaimana mungkin aku berlaku ayal dan lengah! Hingga benda yang sangat berharga itu sampai dirampas dan dilarikan orang. Hai, titipan amanat orang aku sia-siakan. Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan!” Maithatarun alias Jin Kaki Batu menatap orang tua yang tegak kaki ke atas kepala ke bawah di atas batu. “Jin Terjungkir Langit, aku mohon maaf atas kelalaianku ini. Aku bersumpah akan mencari si pencuri dan dapatkan kembali Sendok Pemasung Nasib itu.”
“Aku memang ikut menyesali kejadian ini...” kata Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu. “Tapi mau dibilang apa. Mungkin ini sudah takdir para Dewa bahwa hidupku seumur-umur akan sengsara seperti ini.” Jin Terjungk
TAK lama setelah Maithatarun meninggalkan Lembah Seribu Kabut, satu batu besar tampak bergerak lalu terguling ke kiri. Dari sebuah lobang di bagian bawah batu itu muncul sosok tubuh Jin Terjungkir Langit, kotor coreng-moreng oleh tanah liat basah. Ketika kejadian gelombang api melesat dari langit orang tua ini bukan saja sudah tahu apa yang bakal terjadi, tetapi juga mengetahui siapa yang punya pekerjaan. Secepat kilat dia melompat lalu menyelinap masuk ke dalam lobang di bawah batu besar itu. Lobang tersebut memang sengaja dibuatnya untuk berlindung dari segala macam bahaya yang tidak diinginkan. Jin Terjungkir Langit selamat dari sambaran api karena setelah mendapat ilmu yang ditimbanya dari kekuatan alam tubuhnya menjadi sangat enteng seperti kabut dan dia mampu bergerak luar biasa cepatnya.Dari tempatnya berdiri kaki ke atas tangan ke bawah Jin Terjungkir Langit memandang ke langit. Mulutnya komat-kamit, pelipisnya menggembung. Matanya yang kelabu menyorotkan hawa amarah
SOSOK yang melangkah ke hadapan Jin Terjungkir Langit itu bukan lain adalah Pamanyala, makhluk yang telah dicabut kewenangannya sebagai Wakil atau Utusan Para Dewa di Negeri Jin. Keadaannya tidak berbeda seperti terakhir kali muncul. Tubuhnya masih dikobari api mulai dari kepala sampai ke kaki. Sisi kanan badannya hanya merupakan satu lobang menggeroak besar mengerikan. Ini akibat hantaman yang dilancarkan Pasedayu alias Jin Terjungkir Langit sewaktu dulu terjadi perkelahian hebat antara mereka. Saat itu Pasedayu masih memiliki kesaktian Jimat Hati Dewa yang dirampasnya dari Patumpangan lalu ditelannya.Walau bentrokan kekuatan hawa sakti tadi membuat Pamanyala menderita sakit cukup parah namun begitu sampai di hadapan Jin Terjungkir Langit dia menyeringai dan semburkan tawa mengekeh.“Tidak kira tua bangka yang sudah dikuras seluruh ilmu kesaktiannya ternyata masih membekal ilmu. Tapi sayang cuma ilmu kepengan hingga tidak ada gunanya, tidak ada yang menaruh ras
Dalam keadaan seperti itu pukulan-pukulan Jin Lumpur Hijau mulai pula bersarang di punggung, perut atau dadanya. Sekujur tubuhnya babak belur. Darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Dua tulang iganya malah sudah patah! Kalau dia tidak bisa keluar dari lingkaran api, paling lama orang tua ini hanya bisa bertahan tiga jurus di muka! Tubuhnya akan lumat dihantam pukulan serta tendangan Jin Lumpur Hijau lalu hangus gosong dipanggang kobaran api Pamanyala!Sebelum ajal berpantang mati. Begitu kata ujar-ujar. Dalam keadaan siap meregang nyawa karena Jin Terjungkir Langit tidak mungkin tertolong lagi, tiba-tiba terjadi satu keanehan. Langit di atas lembah seolah redup padahal tidak ada mendung tidak ada hamparan kabut. Lalu udara mendadak berubah menjadi dingin. Makin lama hawa dingin ini semakin menggila hingga dua kakek yang mengeroyok Jin Terjungkir Langit mulai menggigil kedinginan.“Gila! Apa yang terjadi! Api di sekujur tubuhku meredup padam. Aku merasa dingin l
“Bayu sialan! Ayo buka mulutmu lebar-lebar. Bicara lagi biar aku guyur dengan air kencing!”“Hik... hik... hik! Kalau mau mengencingi jangan aku! Dia saja!” kata Bayu. Lalu Bayu dorong sosok Arya ke balik semak belukar. Tepat pada saat itu Bintang memang tidak dapat lagi menahan diri. Air kencingnya mengucur dan jatuh muncrat di muka Arya. Memercik di kedua matanya yang jereng bahkan ada yang sempat masuk ke dalam mulutnya.“Hueekkk!” Arya memaki habis-habisan lalu meludah muntah-muntah!Bintang cepat-cepat rapikan celananya ketika dilihatnya ada orang mendatangi. Ternyata orang tua yang berjalan dengan mempergunakan dua tangannya itu.“Orang muda, aku tidak tahu mengapa kau barusan menolongku. Hai! Aku mengucapkan terima kasih kau telah menyelamatkan nyawaku...” Jin Terjungkir Langit sibakkan rambut putihnya. Matanya yang kelabu dikedip-kedipkannya pada Bintang. Mulutnya menyunggingkan senyum dan dua
“Ah, tubuhmu ternyata seringan kapas, Kek!” kata Bintang terheran-heran. “Nah begini cara berdiri yang benar. Wah, kau ternyata masih gagah Kek!” kata Bintang.Jin Terjungkir Langit tertawa lalu berkata.“Anak muda, kau lihat sendiri. Kau telah berhasil membalikkan diriku kepala ke atas kaki menginjak tanah. Sekarang coba kalian lepaskan tangan-tangan kalian dari bahu dan kakiku!”Bintang ikuti ucapan Jin Terjungkir Langit. Begitu Bintang lepaskan tangannya dari bahu orang tua itu, dan Bayu serta Arya lepaskan pula pegangan mereka pada sepasang kaki si kakek, sosok Jin Terjungkir Langit secara aneh mumbul ke atas lalu perlahan-lahan kepalanya berputar ke samping, terus turun ke bawah. Dengan sendirinya kedua kakinya naik ke atas. Sebelum kepalanya menyentuh tanah, orang tua itu cepat ulurkan tangan ke bawah untuk menopang tubuhnya.Bintang memperhatikan apa yang terjadi dengan perasaan aneh. Bayu mencolek tangan Arya la
SEPERTI diceritakan dalam kisah sebelumnya, patung cantik Ruhmintari yang hendak diboyong para Dewi ke Negeri Atas Langit berhasil diselamatkan oleh Dewi Awan Putih. Patung ini kemudian disembunyikannya dalam sebuah goa di satu tempat terpencil. Secara tidak sengaja Bayu dan Arya tersesat ke tempat itu, masuk ke dalam goa dan menemukan patung Ruhmintari.Kedua orang ini bukan saja heran bisa menemukan patung begitu bagus halus dan cantik di dalam goa, namun juga merasa aneh karena melihat dari kedua mata patung sesekali meluncur jatuh tetesan-tetesan air. Ketika disentuh ternyata tetesan air itu terasa hangat seperti air mata betulan.“Aku melihat dia seperti tersenyum...” bisik Arya dengan suara gemetar. “Aku khawatir ini satu tempat angker. Aku keluar dulu...” Sebenarnya si kakek sudah merasa takut dan dingin tengkuknya. Itu sebabnya dia buru-buru keluar. Ditinggal sendirian Bayu jadi kecut pula. Rasa takutnya tak dapat ditahannya lagi ketika
TIBA-TIBA di dalam goa muncul satu suara menyahuti ucapan-ucapan si nenek. Suara perempuan, agak tersendat-sendat. “Hai perempuan tua bermuka kuning. Siapa dirimu hingga berani menginjakkan kaki mengotori goa suci ini?”Si nenek tersentak kaget hingga bangkit berdiri. Sesaat dia pandangi patung batu itu dengan wajah berubah. Lalu dia meraung panjang, menangis keras. Habis menangis dia tertawa-tawa gembira terpingkal-pingkal sambil berjingkrak-jingkrak. Setiap berjingkrak dari bawah tubuhnya bertalu-talu keluar suara buuuutttttt... buuuttttt... buutttt...“Patung baik! Ternyata kau bisa bicara! Hik... hik... hik! Jika kau bisa bicara pasti kau patung sakti keramat. Berarti pasti bisa mengobati penyakitku!”Buuuutttttt...“Nenek muka kuning, waktuku tidak banyak. Siapa kau adanya dan apa penyakit yang kau idap?” di dalam goa kembali ada suara perempuan.“Hai patung cantik jelita. Siapa namaku sebenarnya aku t
Sekonyong-konyong tubuh nenek muka kuning mumbul ke atas. Ketika dia menukik tahu-tahu sudah berada di hadapan Bintang dan kawan-kawannya. Ksatria Pengembara tergagau. Bayu keluarkan seruan kejut tertahan sedang Arya langsung mancur ilernya.Si nenek tertawa cekikikan.Dia menunjuk pada Bintang seraya berkata.“Satu!” Lalu, buuuttttt!Dia menunjuk pada Bayu. “Dua!” Buuuttttt!Sekali lagi dia menunjuk. Kali terakhir ini pada Arya. Bahkan bukan cuma menunjuk tapi sekaligus menowel puncak hidung Arya hingga dalam takutnya iler Arya tumpah laksana pancuran!Buuuttt!“Kalian bertiga! Hik... hik... hikkk! Ketahuan! Hik... hik... hik...!”Buuuttttt...!“Hai! Ternyata kalian lelaki semua! Hik... hik... hik! Yang mana diantara kalian tadi meniru suara perempuan” Sepasang mata kuning si nenek memandang menyambar wajah-wajah di depannya.“Aku,&rdqu