"Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawabi Kau yang jadi sesepuh di Negeri Jin ini ternyata masih saja melakukan perbuatan memalukan!" satu suara keras menegur.
"Malah kini jadi kaki tangan Jin Muka Seribu!" kawan orang yang barusan menegur ikut menimpali lalu "butt prett!" Terdengar suara ken tut terpancar keras. Dari suara kentut itu jelas sudah yang barusan bicara ini bukan lain si nenek Jin berjuluk Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan.
Sedang yang tadi melempar dan membanting Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab adalah Ksatria Pengembara.
"Pemuda asing keparat! Lagi-lagi kau!" Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendidih amarahnya. "Dosa perbuatan mesummu terhadap dua cucuku belum terampunkan! Dosa perbuatan kejimu mencuri tongkat saktiku belum bisa kau tebus! Sekarang malah beraninya kau mencampuri urusanku!"
"Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab!" berteriak Jin Muka Seribu. "Tidak perlu berbanyak bicara dengan pemuda keparat itu! Lekas kau habisi dial"
"Butt preett!"
<Sebelumnya Bintang pernah celaka dan dibuat tak berdaya dengan ilmu ini. Namun sekali ini Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab bukan saja tidak berhasil melumpuhkan lawannya malah ketika Bintang mulai menabur serangan balasan dengan jurus-jurus ilmu silat Jurus Leluhur sambil sesekali menyeling dengan pukulan-pukulan sakti Cakra Petirnya. Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab terdesak hebat Kakek ini segera keluarkan ilmu-ilmu andalannya.Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab membuat gerakan melompat-lompat Tubuhnya seolah bola karet membal kian kemari. Setiap kali berada di atas tanah, kakinya melesat mengirimkan Tendangan Jin Racun Tujuh. Tendangan ini sangat berbahaya karena mengandung racun jahat Namun sebelumnya Bintang telah pernah menghadapi kakek ini dan bahkan sempat terkena hantaman tendangan berbahaya itu. Jadi dia tahu seluk gerak serangan orang hingga bisa berlaku waspada dan menghindar.Tidak mampu menghajar lawan dengan tendangan mautnya Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab kel
SATU pemandangan luar biasa terlihat di dalam rimba belantara Alas Diam Salawasan. Dua sosok aneh berlari cepat mengusung sebuah tandu kayu. Sosok di sebelah depan tinggi kurus hanya mengenakan sehelai cawat. Sekujur tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki termasuk sepasang matanya berwarna kuning. Kulitnya ditumbuhi duri-duri panjang kaku seperti bulu landak. Sambil berlari sesekali makhluk ini membuang ludah berwarna kuning. Seperti diketahui, di Negeri Jin hanya ada dua makhluk yang sekujur tubuhnya berwarna kuning.Orang pertama adalah Jin Selaksa Angin alias Jin Selaksa Kentut alias Ruhpingitan dan diketahui sebagai istri Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu. Orang ke dua ialah makhluk yang mengusung tandu di sebelah depan tadi yang bukan lain adalah Jin Patilandak.Pengusung tandu sebelah belakang tak kalah hebatnya. Seluruh permukaan tubuhnya tertutup lapisan aneh berbentuk sisik hitam. Sisik ini seolah kepingan- kepingan baja hitam yang mencuat keluar. Makhlu
"Waktu kita sangat singkat! Lihat keadaan perempuan tua di atas tandu itu! Ajalnya tak akan lama. Jika kita dihadang marabahaya di tengah hutan berarti sebagian dari waktu kita akan habis percuma. Aku tidak yakin kita bisa menemui salah satu dari tiga orang yang dikatakannya. Apa lagi ketiga-tiganya." Dengan suara agak perlahan makhluk bersisik ini berkata "Perempuan malang ini akan menemui Kematiannya sebelum menemui orang-orang itu!""Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? Ingat Kek, sebelumnya kita telah berjanji untuk menolongnya!" kata Patilandak pula seraya menatap pada pisau bergagang dua kepala singa yang menancap di dada perempuan tua di atas tandu."Aku ingat. Janji adalah satu kebajikan yang harus dipenuhi! Tapi kesia-siaan adalah satu hal yang harus dihindarkan! Kita harus bisa memaksanya bicara saat ini juga! Kalau nasibnya buruk, dia meninggal sebelum sempat menemui salah satu dari tiga orang itu, sebelum sempat mengungkap rahasia besar yang katanya te
Orang gemuk luar biasa yang tegak tertawa di hadapan Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu mengenakan jubah putih gombrang. Di atas kepalanya yang bermuka bulat dan ada tompel (tahi lalat besar berbulu) di pipi kiri, terdapat sebuah sorban besar. Di atas sorban ini terletak sebuah belanga tanah mengepulkan asap dan keluarkan suara mendidih. Dari dalam belanga itu menebar bau rempah-rempah aneh."Dua sahabat lama. Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu! Tidak disangka kita bertemu di tempat ini. Apa yang tengah kalian lakukan di sini?!" Si gemuk Jin Obat Seribu bertanya."Jin Obat Seribu sobatku lama! Kau datang disaat yang tepat Kami butuh bantuanmu untuk menolong orang ini!"Mendengar ucapan Tringgiling Liang Batu sepasang mata si gemuk bersorban itu melirik ke arah sosok Ruhmundinglaya di atas tandu."Hemm. Apa yang terjadi dengan perempuan ini? Kalau tidak salah mataku melihat bukankah dia yang bernama Ruhmundinglaya? Sejak muda sampai tua
Habis berkata begitu Jin Ma|a Obat gerakkan tangan kirinya. Dia turunkan belanga besar panas yang ada di atas sorbannya. Mulut belanga didekatkannya ke bibir Ruhmundinglaya yang agak terbuka. Lalu enak saja cairan panas yang ada dalam belanga itu diguyurkannya ke dalam mulut si nenek. Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu melengak kaget. Mereka tahu cairan yang ada dalam belanga itu panasnya bukan main. Justru cairan itu diguyurkan ke dalam mulut nenek yang sedang sekarat!"Glekk... glekkkk...! Cesss! Cesss! Cesss!"Jin Obat Seribu tertawa gelak-gelak. Sementara Patilandak dan Tringgiling Liang Batu sama tercekat. Dari mulut Ruhmundinglaya tiba-tiba menggelegar satu jeritan dahsyat. Cairan aneh bercampur buku-buku darah menyembur. Bersamaan dengan itu sosok si nenek bangkit terduduk. Sepasang matanya membeliak kemerahan. Sesaat kemudian tubuh itu terbanting kembali ke atas tandu."Mati!" seru Jin Patilandak.Jin Obat Seribu tertawa. "Jangan khawatir.
NENEK berjubah coklat yang di atas kepalanya ada gulungan asap merah berbentuk kerucut hentikan larinya, berpaling ke belakang, pada nenek yang sekujur tubuhnya tertutup ratusan katak hijau. "Ruhmasigi! Kita sudah menghabiskan banyak hari secara percuma! Hanya gara-gara mengikuti kemauanmu. Menyelidik arti mimpi gilamu itu! Padahal bukankah lebih penting mencari Ruhmundinglaya, orang yang konon hendak menyampaikan sesuatu berita besar pada kita?"Nenek bernama Ruhmasigi yang di Negeri Jin dikenal dengan sebutan Jin Lembah Paekatakhijau pencongkan mulutnya lalu menjawab ucapan temannya."Ruhniknik! Kau masih saja mengomel tak karuan! Mimpiku bukan bunga tidur! Aku yakin apa yang aku lihat dalam mimpi merupakan satu kenyataan! Apalagi jika dihubungkan dengan firasatku suatu peristiwa besar akan terjadi di Negeri ini. Ingat undangan pertemuan besar di Istana Surga Dunia? Aku yakin dibalik undangan itu ada satu rahasia busuk!""Rahasia itu akan kita singkapkan! Buka
Jin Penjunjung Roh hendak tertawa gelak- gelak mendengar ucapan Jin Paekatakhijau itu. Namun niatnya dibatalkan karena khawatir sahabatnya akan tersinggung. Dalam pada itu dia sendiri diam-diam mengakui memang ada keanehan dengan katak besar yang telah mati itu seperti yang dikatakan Ruhmasigi.Saat itu Ruhmasigi telah melangkah mendekati batu besar. Dia jongkok di hadapan mayat katak hijau besar. "Tak ada kulihat penyebab keanehan pada kulit tubuh binatang ini. Mungkin keanehan itu ada di sebelah dalam badannya. Kalau tidak ada satu kekuatan sakti, tidak mungkin katak ini bisa bertahan seperti ini. Katak ini menemui ajalnya pasti sudah lama sekali. Bagaimana aku memeriksa menyingkapkan keanehan ini?" Ruhmasigi merenung sejenak. Dia melirik pada puluhan katak yang berada di sekelilingnya. Lalu dia bangkit berdiri."Anak-anak, aku perlu bantuan kalian!" Ruhmasigi berucap pada katak-kataknya. "Beset tubuh katak hijau besar itu. Aku ingin melihat apa yang ada dalam perutn
"Jahanam! Ada yang merampas benda itu!" teriak Jin Penjunjung Roh. Jin Paekatakhijau terkejut besar. Dua nenek ini cepat melompat bangkit dan hantamkan tangan kanan masing-masing ke udara."Wuuuttt!" "Wuttt!"Dua gelombang angin melesat ke atas. Yang jadi sasaran ternyata sudah lenyap. Walau demikian ada sepotong benda putih tiba-tiba melayang jatuh dari atas langit. Jin Penjunjung Roh dan Jin Lembah Paekatakhijau sama-sama melompat, berebut cepat menangkap benda putih itu."Rontokan bulu kapas..." kata si nenek seraya memperlihatkannya pada sahabatnya Jin Paekatakhijau.Jin Paekatakhijau ambil benda itu dan memperhatikan. "Hemmm..." si nenek bergumam. "Bulu kapas tidak ada yang sebesar ini” Dia memandang ke langit "Aku sudah bisa menduga siapa adanya makhluk yang berusaha merampas batu aneh tujuh warna itu”"Siapa?" bertanya Jin Penjunjung Roh."Tidak akan kukatakan sekarang. Aku tak ingin pikiranmu ikut bercabang. Makhluk itu k