Kening Alex terangkat, matanya terus memperhatikan wanita itu, dengan tajam. Ada sesuatu bergejolak di dalam dadanya. Tidak, ini bukan kemarahan mengenai misinya karena dipastikan misi mereka malam ini akan gagal karena kehadiran wanita itu, yang berada di antara target team Alex saat ini.Ini kemarahan tentang sesuatu yang lain, yang belum bisa Alex tangkap dengan logikanya.Alex beringsut bangkit dari duduknya ke arah meja bartender, matanya sengaja tak lepas dari wanita itu.Dia sengaja menunjukkan keberadaannya, agar wanita itu menyadari ke hadirannya. Jika ingin mengikuti ego, dia bisa saja langsung menyeret wanita itu keluar. Tapi tidak mungkin dia melakukan hal yang bisa saja mengacaukan keadaan saat ini.Alex memesan racikan yang bisa membuatnya menghilangkan rasa tidak nyaman di hatinya. Dia menegak minuman itu, berulang-ulang. Hingga pandangan mereka bertemu.Sesaat wanita di sana menatapnya dengan ekspresi terkejut, detik berikutnya malah mencumbu lelaki di sampingnya denga
Alex mengikuti mereka dari belakang dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Mereka menuju ruang VIP. Alex tadi cepat- cepat membayar begitu melihat pria itu dan Tari melenggang sambil berpelukan menuju ke arah dalam.Bugh! Dengan cepat Alex melayangkan pukulannya hingga pria itu terhuyung. Alex meraih kerah kemeja nya."Lex ...." Pekik Tari, sambil membantu pria itu agar tidak jatuh.Mata Alex menatap pada Tari dengan kilatan yang seolah ingin menelan dirinya.Alex semakin kalap saat melihat Tari lebih peduli dengan pria itu."Jangan coba-coba menyentuh kekasihku, atau aku akan menghabisimu." dengan penuh amarah Alex kembali melayangkan pukulannya."Stop, kamu bisa membunuhnya!""Aku akan membunuhnya jika kamu tetap berada di situ." Alex memperhatikan tangan Tari yang memeluk pria itu agar tidak terjatuh.Dengan segera Tari melepasnya, dia takut Alex bertambah marah dan menghajar pria itu."Aku sudah bilang kamu untuk pulang, tapi rupanya kamu ingin mencobaiku. Aku akan membuatnya cac
Alex berjalan pelan menuju kamarnya, dia sudah sampai di apartemen Rey. Terhenti di depan kamar Rey, berdiri sejenak menajamkan pendengarannya, untuk memastikan apakah Lara sudah tidur atau belum. Tidak ada suara apapun.Alex menghempas tubuhnya ke ranjang, ingin memejamkan matanya, namun teringat akan Lara. Dia kuatir Lara belum makan. Tak tahan Alex meraih ponselnya.[Sudah tidur? Maaf aku baru kembali.]Alex menatap ponselnya berkali-kali, tidak ada balasan apapun. 'pasti sudah tidur' batin Alex sambil memejamkan matanya. Hari ini dia menyadari sesuatu, ada perasaan yang lebih untuk Tari. Mungkin sudah ada sebelumnya tapi tidak disadarinya. Dia menjadi sangat cemburu saat melihat Tari bersama orang lain, hatinya tidak rela. Bukankah itu tandanya cinta? Namun tempat istimewa untuk Lara, yang sejak dulu ada, masih bertahta dengan kokoh. Apakah hati bisa menyimpan dua nama dengan tulus, entahlah. Yang pasti Alex sudah bertekad untuk mencintai Tari, karena biar bagaimanapun Lara tidak
Sementara itu di pulau dewata, Bali. Rey sudah seminggu menghindar dari Anggela karena harus fokus mencari bukti lebih banyak, info yang didapat dari Anggela sudah cukup baginya untuk mendapat petunjuk. Dia harus bergerak cepat untuk memutus mata rantai penyelundupan senjata ilegal ke timur Indonesia.[Aku rindu padamu] pesan dari Angela, Rey hanya membacanya tanpa berniat membalas. Banyak yang harus ia kerjakan malam nanti.[Aku ingin ketemu.][Tidak bisa kah sejenak, kamu luangkan waktu untukku?]Rey membiarkan hingga benda pipih itu, tak lagi berbunyi.Malam tengah larut ketika tampak seseorang berbaju hitam, dari kepala sampai kaki dengan penutup wajah menyelinap masuk di ruang generator, dari sebuah perusahaan terbesar di pulau itu. Dengan gerakan seperti kapas yang diterbangkan oleh angin, langkahnya ringan tak bersuara, jari-jarinya yang terbungkus sarung tangan karet bekerja dengan lincah, mempreteli beberapa kabel yang saling terkait, terakhir pada kabel yang terhubung pada
Seperti orang kehilangan akal, Angela terdiam membisu. Syok dengan perlakuan Rey padanya. Kesadarannya kembali saat Rey dengan kasar meletakkan gelas di atas mini bar, lalu mulai menyeduh kopi.Tubuh Angela menggigil. Hatinya tercabik, terluka saat dengan santainya, Rey duduk menyesap kopi dan memandang ke arahnya, dengan tatapan tajam, meremehkan. Angela mengigit bibirnya hingga perih, demi menekan rasa yang ingin meledak di dalam dirinya.Sedangkan pikiran Rey liar membayangkan Alex dan Lara di apartemennya, bayangan Lara yang polos dan Alex sedang memandangnya. Rey menggelengkan kepala mengenyahkan bayangan itu dari pikirannya."Aku bukan lelaki brengsek, jika aku salah satu dari mereka sudah sejak awal aku menidurimu." Rey menandas kopi di cangkirnya sampai habis."Pake bajumu."Angela menatap nanar ke arah Rey, matanya memanas. Tanggul di pelupuk matanya akan jebol dengan sekali kerjapan. Dia masih di posisi tadi, bertahan dengan menekan jari-jari kakinya pada lantai agar tetap b
Rey tersentak, melerai pelukannya. Dev ... itu bukan namanya. Dia hanya sedang menjalankan perannya sebagai Devin. Jika semuanya terkuak, orang yang paling terluka adalah Angela.Apakah peran yang sedang dia mainkan saat ini sebagai Devin atau sebagai Rey. Semua mengabur saat hati mulai terbalut oleh rasa cemburu.Mereka telah bersandar pada headrest masing-masing dengan napas yang masih memburu."Aku terkadang bingung, kamu seperti memiliki kepribadian ganda," ucap Angela pelan menatap lurus ke depan.Rey menoleh padanya, Angela dapat menangkap dengan ekor matanya."Terkadang aku merasa kamu benar-benar mencintaiku, kadang aku merasa kamu hanya mempermainkanku. Sebenarnya apa yang ada di hatimu. Apa aku saja yang terlalu bodoh?" Angela berpaling menatap Rey yang kini menatap lurus ke depan. Angela meraih lengan itu memeluk sambil menyandarkan kepalanya."Cintailah aku," bisik Angela.Hanya terdengar suara ombak yang memecah, mengisi kebisuan di antara mereka. Rey merunduk mencium punc
Dengan cepat Rey membereskan semua barang yang ada di atas mejanya, bergegas menyimpannya di kamar.Keningnya mengernyit, banyak tanya dan duga mulai terangkai dalam otaknya, ada urusan apa sampai pebisnis sepenting dan serepot itu bisa berkunjung padanya. Apakah ini ada hubungannya dengan penyusup tadi. Rey mulai waspada dengan segala kemungkinan. Dia menuju kamar mandi, mencuci wajahnya, lalu membasahi rambutnya kemudian mengeringkannya. Melangkah menuju pintu, mengedarkan pandangannya lagi ke seantero ruangan itu, aman, tidak ada hal yang mencurigakan. Diintipnya sekali lagi lalu membuka pintu, sosok di balik pintu itu tersenyum ramah dengan jas mahal membungkus badannya yang tidak begitu gemuk. Masih terlihat bugar di usianya yang sudah mencapai kepala lima. Dengan seorang asisten yang mengekor di belakangnya."Halo, Pak Hengky, suatu kejutan dan tentu saja merupakan kehormatan bagi saya, anda berkunjung ke sini." Rey tersenyum lebar.Mereka saling berjabat tangan."Saya kebetula
"Ehhem." Angela berdehem demi untuk menetralkan suaranya dan jantungnya yang berdebar kencang. Sebelum mengangkat panggilan dari Rey."I-iya, Dev?" Dengan cepat Angela mengalihkan ke panggilan suara."Kenapa alihkan ke mode suara?""A-aku lagi di lokasi syuting." bohong Angela.Model ternama yang wajahnya telah menghiasi berbagai layar lebar itu tidak mau kalau Rey mengetahui jika dia sedang bersama ayahnya, dia tidak mau Rey tahu kalau dia yang mendesak ayahnya untuk mempercepat pertunangan mereka.Hengky memperhatikan setiap gerakan Angela, Hengky tahu jika putrinya itu benar-benar sedang jatuh cinta, tidak pernah dilihat putrinya seperti itu.[Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu.][Boleh, silahkan mau bicara apa?][Nggak lewat telpon gini juga, Angel. Aku mau bahas hal penting, terkait hubungan kita. Kita ketemu di mana?][Terserah kamu, maunya di mana?][Ok, kalau gitu jam 7 aku jemput.]Angela menaruh ponsel di dadanya, begitu Rey menutup panggilan. Senyum merekah menghiasi