"Ehhem." Angela berdehem demi untuk menetralkan suaranya dan jantungnya yang berdebar kencang. Sebelum mengangkat panggilan dari Rey."I-iya, Dev?" Dengan cepat Angela mengalihkan ke panggilan suara."Kenapa alihkan ke mode suara?""A-aku lagi di lokasi syuting." bohong Angela.Model ternama yang wajahnya telah menghiasi berbagai layar lebar itu tidak mau kalau Rey mengetahui jika dia sedang bersama ayahnya, dia tidak mau Rey tahu kalau dia yang mendesak ayahnya untuk mempercepat pertunangan mereka.Hengky memperhatikan setiap gerakan Angela, Hengky tahu jika putrinya itu benar-benar sedang jatuh cinta, tidak pernah dilihat putrinya seperti itu.[Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu.][Boleh, silahkan mau bicara apa?][Nggak lewat telpon gini juga, Angel. Aku mau bahas hal penting, terkait hubungan kita. Kita ketemu di mana?][Terserah kamu, maunya di mana?][Ok, kalau gitu jam 7 aku jemput.]Angela menaruh ponsel di dadanya, begitu Rey menutup panggilan. Senyum merekah menghiasi
"Syarat ... syarat apa?" tanya Angela dengan raut kaku. Hatinya bertanya-tanya. Rasa ingin tahu begitu menggodanya."Kamu ingin pertunangan kita sebelum atau sesudah aku ke Papua." Rey balik bertanya."Tentu saja aku mau sebelumnya, secepatnya. Bukankah lebih baik seperti itu. Aku takut kamu di sana macam-macam."Rey terkekeh."Memangnya aku terlihat seperti lelaki brengsek.""Who knows?" Angela menggangkat bahunya. "Aku belum terlalu mengenalmu.""Jika kamu belum benar-benar mengenal aku, kenapa ingin menikah denganku.""Jawabanya cuma satu, karna aku mencintaimu. Aku tidak peduli siapa kamu, apa latar belakangmu, cintaku padamu tanpa syarat. Siapa pun kamu, aku rela hancur bersamamu.""Waow, apa itu kata-kata dari hatimu atau kamu sedang memerankan salah satu tokoh dari filmmu.""Tentu saja dari hatiku, kenapa sih kamu seperti meremehkan perasaanku. Aku benar-benar cinta sama kamu Dev! Aku yakin sama perasaanku, bukan cinta sesaat. Aku yakin perasaan ini tidak akan hilang selamanya.
Rey yang telah terpejam kaget bangun kembali, begitu ponselnya bunyi, dari nadanya dia sudah tahu penelponnya.Rey bangkit, duduk di tepi ranjang. lalu menjawab panggilan tersebut.[Saya baru baca pesanmu, jadi besok sudah positif berangkatkan, jangan beritahu dulu sama team kamu. Semakin sedikit yang mengetahui keberadaanmu semakin kecil resikonya. Jaga keselamatanmu, kamu masuk ke sarang mereka."Setelah mendengar instruksi dan nasehat dari sang penelpon, pembicaraan pun berakhir.'Maaf sayang, kali ini aku belum bisa menemuimu lagi, tunggulah Mas sampai tugas ini selesai."Rey mengusap wajah dengan kedua tangannya, menghalau rasa rindu yang mendesak, rasa yang semakin berat karena berbagai macam tanya di dalam pikirannya, krisis kepercayaan yang mulai hadir karena perlakuan Alex.****Rey telah menjejakkan kakinya di salah satu ibu kota dari propinsi di wilayah timur. Sebelum terbang identitasnya telah diganti lagi. Dengan penampilan yang sedikit berbeda, wajah dengan jambang tipis
Rey melirik jam pada ponselnya, masih dini hari, mungkin itu sebabnya panggilannya tidak diangkat-angkat.Dia menahan diri sampai matahari terbit, walaupun semalaman tidak tidur. Rey melakukan panggilan lagi ke nomor tujuannya.[Apa yang kamu lakukan?!] sambar Rey begitu panggilannya diangkat.[Maksudmu?] suara serak khas bangun tidur terdengar dari sebrang.[Aku sedang tidak bercanda Angela, kamu tau apa maksudku!] suara Rey masih terdengar ketus.[Ooo ... maksudmu berita pertunangan kita, memangnya salah kalau aku mengatakan alasannya kenapa aku mengundurkan diri dari dunia hiburan?]"Bukannya aku sudah mengatakan, tidak usah di publish tentang hubungan kita.""Aku tidak ada niat untuk mempublish hubungan kita, tujuanku bikin konferensi pers hanya untuk mengundurkan diri dari dunia hiburan tapi kamu tau sendiri gimana wartawan kalo sudah ngejar berita,] sanggah Angela. [Ck ...] Rey berdecak kesal[Mereka hanya penasaran dengan alasanku, kenapa mengundurkan diri dari dunia hiburan da
"Apa yang kamu taruh dalam minumanku," tekan Rey dengan suara serak.Hatinya menolak untuk menyentuh Angela tapi tubuhnya bereaksi lain. Suatu hasrat mengalir, menyerang daerah inti tubuhnya. Rey merasakan panas, gerah hingga membuatnya tak nyaman. Gairah yang memuncak pada tubuhnya menuntut untuk segera dituntaskan."Aku menaruh sesuatu yang bisa bikin kita menghabiskan malam ini dengan menyenangkan." bisik Angela sambil tangannya mengelus dada bidang Rey. Rey memegang tangan itu dengan kasar, menjauhkan dari tubuhnya."Apa yang kamu lakukan, aku tidak akan memaafkanmu!" Rey mencengkram leher Angela. Tangannya mencengkram tapi bibirnya melumat dengan kasar bibir Angela. Ciumannya merambat turun ke leher Angela hasrat dalam dirinya benar-benar tidak terkendali.'Maas ... jangan duakan aku.' suara Lara tergiang. Sesaat Rey menghentikan aksinya, namun hasrat dalam dirinya masih tetap memuncak. Rey menatap Angela dengan tubuh yang terbuka di bagian depannya, hampir polos hanya bathrobe
[Mas?!] sapa suara serak dari seberang sana, yang ternyata Lara.[Sayang, tolongin Mas.]Lara yang sedang dalam posisi tidur langsung bangkit tergesa. Matanya yang masih berat dengan setengah terpejam sontak memincing lebar, dia tadi sudah terlelap. Panik yang dirasakan saat melihat wajah Rey yang tak biasanya seperti sedang menahan kesakitan atau sesuatu yang berat.[Mas kenapa? Mas sakit, terluka atau apa Mas. Jawab Mas, Mas kenapa?] suara Lara meninggi setengah histeris.Lara semakin panik saat Rey tak menjawab, wajah Rey memerah dengan tubuh yang bergetar. Meringis, dengan mendongak ke atas.[Buka bajumu sayang?] [Haahh?][Tolongin Mas, buka bajumu, Mas ingin melihat tubuhmu.][A-aku tidak mengerti Mas. Mas sebenarnya kenapa.][Ada yang menaruh obat perangsang diminuman Mas, Mas harus mengeluarkannya.] Rey mengarahkan kamera ke tubuh bagian bawahnya. Wajah Lara memerah saat menyaksikan benda yang sedang dipegang Rey.[Buka bajumu, Mas ingin melihat tubuhmu.] Suara Rey bergetar. Tu
[Buka bajumu, sayang. Mas ingin lakukan yang seperti tadi lagi.]Wajah Lara merona, terbayang wajah Rey yang penuh gairah tadi.[Eh, M-mas aku sudah ngantuk sekali. A-aku harus kerja besok, Mas.] jawab Lara gelagapan.Rey tersenyum, akhirnya berhasil juga biar Lara cepat mau tidur.[Makanya cepat tidur, lihat wajahmu bikin Mas jadi kepingin terus.][Ya udah aku tidur, Mas.] ujar Lara langsung menekan tombol merah.Senyum khas dari bibir seksi yang membuat banyak wanita mengaguminya semakin terkembang. Hatinya tergelitik dengan tingkah Lara, wajahnya yang memerah membuatnya semakin mempesona.[Tidurlah sayang, Besok Mas akan call kamu lagi tapi jika Mas tidak call kamu lagi, artinya Mas benar tidak bisa. Jaga dirimu, hatimu seperti Mas menjaga hati ini hanya untuk dirimu.] Rey mengirim pesan pada Lara.Gadis itu meletakkan ponsel di dadanya begitu selesai membacanya, matanya mengerjab indah menatap langit-langit kamar lalu kemudian jarinya bermain di layar itu.[Aku mencintaimu denga
Tangan Lara gemetar hampir saja benda pipih itu lepas dari tangannya."Si-siapa kamu," tanya Lara terbata mencoba menguasai dirinya. Dia tidak ingin berpikir terlalu jauh hal itu akan sangat menyakitinya. Namun mata itu memanas, saat otaknya bekerja mengolah informasi yang diterima oleh kedua netranya. Bagaimana mungkin otaknya tidak akan memikirkannya, saat menelpon calon suaminya di pagi hari, yang mengangkat seorang wanita dengan rambut acak-acakan, serta tubuh yang hanya dibalut secarik kain. Lara yakin tubuh itu polos, karena leher jenjang itu terlihat jelas dengan bahu yang terekspos dan bukit kembar wanita itu sebagian terlihat, walaupun tangan wanita itu sedang menutupnya dengan kain.Lara menilik wajah itu, pada akhirnya dia tahu bahwa yang sedang berada di balik layar itu adalah artis sekaligus seorang model yang terkenal. Ada hubungan apa Rey sama artis itu, begitu yang ada dibenak Lara. Ingatannya kembali pada foto yang pernah dilihat di apartemen waktu itu.Sekarang
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru