[Mas?!] sapa suara serak dari seberang sana, yang ternyata Lara.[Sayang, tolongin Mas.]Lara yang sedang dalam posisi tidur langsung bangkit tergesa. Matanya yang masih berat dengan setengah terpejam sontak memincing lebar, dia tadi sudah terlelap. Panik yang dirasakan saat melihat wajah Rey yang tak biasanya seperti sedang menahan kesakitan atau sesuatu yang berat.[Mas kenapa? Mas sakit, terluka atau apa Mas. Jawab Mas, Mas kenapa?] suara Lara meninggi setengah histeris.Lara semakin panik saat Rey tak menjawab, wajah Rey memerah dengan tubuh yang bergetar. Meringis, dengan mendongak ke atas.[Buka bajumu sayang?] [Haahh?][Tolongin Mas, buka bajumu, Mas ingin melihat tubuhmu.][A-aku tidak mengerti Mas. Mas sebenarnya kenapa.][Ada yang menaruh obat perangsang diminuman Mas, Mas harus mengeluarkannya.] Rey mengarahkan kamera ke tubuh bagian bawahnya. Wajah Lara memerah saat menyaksikan benda yang sedang dipegang Rey.[Buka bajumu, Mas ingin melihat tubuhmu.] Suara Rey bergetar. Tu
[Buka bajumu, sayang. Mas ingin lakukan yang seperti tadi lagi.]Wajah Lara merona, terbayang wajah Rey yang penuh gairah tadi.[Eh, M-mas aku sudah ngantuk sekali. A-aku harus kerja besok, Mas.] jawab Lara gelagapan.Rey tersenyum, akhirnya berhasil juga biar Lara cepat mau tidur.[Makanya cepat tidur, lihat wajahmu bikin Mas jadi kepingin terus.][Ya udah aku tidur, Mas.] ujar Lara langsung menekan tombol merah.Senyum khas dari bibir seksi yang membuat banyak wanita mengaguminya semakin terkembang. Hatinya tergelitik dengan tingkah Lara, wajahnya yang memerah membuatnya semakin mempesona.[Tidurlah sayang, Besok Mas akan call kamu lagi tapi jika Mas tidak call kamu lagi, artinya Mas benar tidak bisa. Jaga dirimu, hatimu seperti Mas menjaga hati ini hanya untuk dirimu.] Rey mengirim pesan pada Lara.Gadis itu meletakkan ponsel di dadanya begitu selesai membacanya, matanya mengerjab indah menatap langit-langit kamar lalu kemudian jarinya bermain di layar itu.[Aku mencintaimu denga
Tangan Lara gemetar hampir saja benda pipih itu lepas dari tangannya."Si-siapa kamu," tanya Lara terbata mencoba menguasai dirinya. Dia tidak ingin berpikir terlalu jauh hal itu akan sangat menyakitinya. Namun mata itu memanas, saat otaknya bekerja mengolah informasi yang diterima oleh kedua netranya. Bagaimana mungkin otaknya tidak akan memikirkannya, saat menelpon calon suaminya di pagi hari, yang mengangkat seorang wanita dengan rambut acak-acakan, serta tubuh yang hanya dibalut secarik kain. Lara yakin tubuh itu polos, karena leher jenjang itu terlihat jelas dengan bahu yang terekspos dan bukit kembar wanita itu sebagian terlihat, walaupun tangan wanita itu sedang menutupnya dengan kain.Lara menilik wajah itu, pada akhirnya dia tahu bahwa yang sedang berada di balik layar itu adalah artis sekaligus seorang model yang terkenal. Ada hubungan apa Rey sama artis itu, begitu yang ada dibenak Lara. Ingatannya kembali pada foto yang pernah dilihat di apartemen waktu itu.Sekarang
"Oh, apa ada pesan?" tanya Rey dengan wajah datar.Rey menoleh demi mencari jawaban di wajah yang terlihat cantik itu meski dengan wajah bantalnya. Namun kecantikan wanita di depannya atau wanita mana pun tidak akan mampu menggoyahkan kesetiaannya pada Lara."Tidak ada. Kamu tidak pernah bilang kalo punya seorang adik, adikmu cantik sekali. Tadinya aku menyangka kalo dia kekasihmu.""Bergegaslah kita sarapan lalu pulang," tukas Rey acuh."Pulang? Tapi kita sudah booking sampai tiga hari ke depan, Dev!" Angela menginterupsi tak percaya."Kita tunangan Angela bukan menikah lalu harus menghabiskan malam pengantin di sini. Banyak yang harus aku kerjakan.""Kenapa kamu tidak ada perasaan sedikitpun, setidaknya bermesraan denganku layaknya pasangan lain yang sedang jatuh cinta." Angela berdecak kesal."Jatuh cinta? Apa aku harus menjelaskan lagi? Biasakanlah dirimu jika kamu ingin tetap di sampingku, aku memang seperti ini jadi jangan berharap lebih. Cepatlah, aku tunggu di bawah."Angela me
"Untuk apa kamu ke sini, bukannya ini jam kerja?" tanya Lara pada sosok lelaki yang masih lengkap dengan baju kerjanya yang ternyata Alex."Pertanyaan yang aneh, tentu saja untuk jenguk kamu, nona Lara." Alex menjawab enteng tanpa menghiraukan tatapan sinis Lara, walaupun dirasakan tingkah Lara yang agak aneh."Kamu tentu tau semuanya tentang Mas Rey, bukan? cuma kamu menutupinya dari aku, iya kan!""Yah, tentu saja aku tau tentang Rey, kami kan sahabatan," cengir Alex yang masih belum bisa meraba arah pembicaraan Lara."Jadi kamu tau kalo dia sudah menikah! Kamu menutupinya dariku karna dia sahabatmu kan! Kalian bersekongkol untuk menipuku, mempermainkan perasaanku kan!"Alex menganga, otaknya mencoba mencerna ucapan Lara yang rasanya tidak masuk akal. Alex yang semula hendak menghempaskan tubuhnya ke kursi di samping ranjang, terhenti."Eh, aku tidak ngerti apa yang kamu maksud, siapa yang menikah?""Stop jangan berakting di depanku, pergilah, keluar dari sini!""Lara, benar aku ngga
Alex terkesiap oleh tingkahnya sendiri, hampir saja dia mengulangi kesalahan yang sama. Lara menatapnya dengan pandangan penuh tanda tanya."Geser dikit, aku betulin bantalnya biar kamu enakan." Alasan Alex, salah tingkah, berusaha menyembunyikan niat hatinya tadi.Dia berdiri menarik bantal, menepuk-nepuk lalu meletakkan kembali, sehingga posisi Lara kini lebih nyaman.'Duh, hampir saja, kenapa bertindak bodoh lagi. Entah mengapa tiap kali berdekatan aku tidak bisa mengendalikan diriku," umpat Rey dalam hati.Pintu terbuka, sosok paruh baya yang tetap terlihat cantik dan modis masuk dengan kantong di tangan."Maaf sayang, Mami lama, yang ngantri banyak. Kamu makan dulu ya, baru minum obat." ujar Metha."Aku udah makan, Mi, Alex yang suapin."Sudut bibir Metha melengkung, senyum dengan kerutan halus terlukis dengan mata yang sedikit menyipit karena tarikan bibirnya."Makasih, Lex." "Nggak papa, Tante.""Oh, iya Ra aku balik dulu, ntar aku balik lagi buat jagain kamu malam ini.""Kalo
Alex menarik tubuh itu perlahan, membawanya menuju ranjang lalu membaringkannya. Menyingkirkan semua helaian benang yang melekat pada tubuh mereka.Alex memimpin permainan. Menautkan kedua jemari mereka dengan sangat erat, saat rasa itu menerjang, hingga permainan berakhir tautan jemari mereka masih bersatu."Aku mencintaimu," bisik Alex, kata-kata itu meluncur begitu saja. Mata Tari yang sayu berbinar dengan indah. Saat ini Alex belum bisa mendeskripsikan hatinya, yang pasti dia tidak ingin menyakiti Tari, tidak ingin membuat wanita itu kecewa apalagi sampai terluka. Tidak seperti sebelumnya, yang tak mempedulikan Tari, apapun yang dirasakan oleh Tari diacuhkannya tapi sekarang rasanya sangat berbeda.Alex sadar saat ini belum bisa menyingkirkan Lara dari hatinya, tapi dia juga sudah mulai mencintai Tari, walau tidak sebesar rasa cintanya pada Lara. Hal itu membuatnya merasa menjadi laki-laki brengsek, menyimpan dua nama di dalam hatinya."Ayo kita menikah, kita tidak bisa melakuk
Tari dengan cepat menyelinap masuk di kamar yang berada disampingnya, sebelum Alex keluar. Kakinya yang semula goyah tiba-tiba menjadi kuat karena takut ketahuan Alex. Entah kenapa dia bersembunyi, dia hanya tidak ingin Alex melihatnya.Alex menengok kiri kanan, tidak ada seorang pun, dia tadi merasa seperti melihat Tari dan instingnya mengatakan jika Tari memang ada. Alex melangkah semakin keluar hingga berdiri di depan pintu kamar yang dibaliknya ada Tari yang bersembunyi dengan wajah was-was. Dengan ekor matanya Alex dapat menangkap sosok Tari, hatinya trenyuh, dia berpikir jika Tari membuntutinya dan mengetahui keberadaan Lara di dalam, sekarang pasti dia sedang terluka. Sesaat Alex terdiam di depan pintu itu tapi tak lama kembali melangkah menuju kamar Lara."Orangnya sudah pergi." Lara terkesiap saat mendengar suara di belakangnya, resplek berbalik, matanya melebar saat menyadari dua pasang mata yang sedang memandangnya, seorang lelaki yang berdiri di sampingnya dan seorang
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru