Rey menempelkan kartunya, tangannya hendak mendorong pintu namun tiba-tiba terkejut, saat seseorang menyerobot masuk duluan.Dia sudah memasang kuda-kuda untuk menyerang orang tersebut namun terhenti saat menyadari sosok yang berada di depannya.Rey dengan cepat mendorongnya masuk dan menutup pintu rapat-rapat."Ada apa kamu ke sini." tanya Rey dengan nada kasar. Rey heran dengan tindakan Alex yang bisa muncul di hadapannya. Detik berikutnya dia menyadari jika pasti ada hubungannya dengan Lara."Bukannya misimu sudah selesai, seharusnya kamu sudah pulang, kenapa masih di sini," sarkas Alex.Tentu saja Alex tidak tahu jika Rey masih sedang menjalankan misi lanjutannya, karena bukti yang terkumpul belum kuat untuk menjerat target mereka.Setahu Alex , menurut data yang di dapatnya, misi Rey sudah selesai dengan berhasil membongkar sindikat senjata ilegal. Namun Alex tidak tahu jika yang ditargetkan bukan yang telah tertangkap, mereka hanya kaki tangannya, otak dari penyelundupan senjata
"Apa yang kamu lakukan?" hati Rey trenyuh, sahabat baiknya itu rela bersujud di kakinya demi menyelamatkan hubungannya dengan Lara.Rey tahu Alex sangat merasa bersalah karena telah menggoda Lara. Rasa bersalah yang sangat besar sehingga dia rela bersujud, merendahkan dirinya, atau mungkin karena cintanya yang terlampau besar untuk Lara. Alex tidak sadar jika Rey hanya menggunakan hal itu sebagai alasan saja."Aku akan melakukan apapun asalkan kamu bisa kembali pada Lara.""Berdirilah, apapun yang kamu lakukan tidak akan mengubah apapun."Rahang Alex mengetat, dia berdiri dengan wajah garangnya."Jika aku tau akhirnya seperti gini, dulu aku tidak akan membiarkan kamu mendekatinya!"Mata Alex berkilat-kilat, bara didalam dirinya seakan memanggang tubuhnya, tapi biar bagaimanapun dia harus berhasil membujuk Rey pulang. Seumur-umur dia baru pernah merasakan amarah yang begitu dahsyat terhadap Rey. Namun lelaki di depannya itu begitu tenang dan kalem menghadapinya."Kami sudah bertunanga
Alex langsung masuk begitu Tari membuka pintu. Dia pulang ke apartemen Tari untuk mengambil motornya yang dititip.Tari spontan memeluk Alex, melepas kerinduannya biar baru sehari tapi rasanya dia sudah sangat merindukan kekasihnya itu. "Kok cepat pulangnya, memangnya urusan kamu udah selesai?" Tari senang bercampur heran, baru sehari Alex sudah kembali."Rey lagi tugas, aku tidak bisa mengganggunya." Alex melonggarkan pelukannya lalu menuju sofa."Jadi belum beres?"Alex menatap Tari sesaat."Kamu masak apa?" alih Alex."Aku tadi pesan gofood, masih ada, ayo makan. Tidak bakalan habis kalau masak, nanti mubasir, nggak tau kalo kamu baliknya cepat. Kamu nginap di sini kan?""Aku jaga Lara, sampai dia keluar."Tari terdiam, ada yang tercubit di balik rongga dadanya.Suasana hening, tidak ada yang berbicara di antara mereka. Tari memperhatikan gerakan Alex yang menyendok makanan ke mulut, matanya menerawang seperti memikirkan masalah yang berat."Apa kamu memikirkan sesuatu?" tanya Tar
"Bagaimana dengan Lara?" kejar Tari lagi setelah Alex hanya membisu.Tari tergugu.Udara seakan menipis, sesak kian menghimpit dadanya."Jangan bersumpah, atau berjanji apapun padaku jika kamu sendiri tidak yakin. Kamu semakin melukai aku Lex!" Tari menyeka bening yang mengaburkan pandangannya. Alex semakin mengeratkan pelukannya, ingin menarik Tari keluar dari rasa sakit yang dia berikan, namun nyatanya malah semakin dalam jika Lara masih tetap bertahta di hatinya. Alex menyadari itu, tapi dia tak berdaya untuk menyingkirkan Lara, atau menggesernya sedikit saja. Rasa cinta itu tertanam begitu dalam dan sekarang ada kesempatan untuknya saat Rey menjauh meninggalkan Lara sendiri.Dia ingin menggenggam Lara erat agar tidak semakin terpuruk tapi di saat bersamaan dia juga tidak bisa melepas genggamannya dari Tari."Aku mencintaimu." ucap Alex ambigu. "Perasaan apa ini Tuhan! Aku bukan laki-laki bajingan tapi nyatanya aku memang bajingan." Semakin ambigu kata-kata yang keluar dari mulu
Berbagai macam prasangka muncul di kepalanya. Apakah setelah mendengar yang sebenarnya, Lara akan berubah pikiran.Tari mundur beberapa langkah secara perlahan, rasanya dia tidak sanggup, mendengar kekasihnya mengatakan perasaan cintanya untuk orang yang dicintainya. Hal yang membuatnya gamang, dia takut membayangkan reaksi Lara.Tari limbung, dengan cepat menahan dinding sebagai pegangan, sambil menyisir tembok bercat putih itu dia melangkah menjauh dari situ."Aku melakukannya karna aku memang menyayangimu, rasa sayangnya seorang kakak kepada adiknya."Lara tersenyum manis.'Bodoh! kesempatan untuk kamu jujur tentang perasaanmu, kenapa malah disia-siakan,' rutuk Alex pada dirinya sendiri.'Bisa saja Lara yang terpuruk, ingin berpaling pada cinta yang lain demi mengobati rasa sakitnya. Bukankah sebagian perempuan begitu, mencari pelarian untuk mengobati lukanya.' Alex membatin lagi. Setan dalam dirinya semakin menggodanya. Tapi wajah Tari tiba-tiba terbayang."Kembalilah, aku menung
Tari tahu kalau Alex yang saat ini sedang berbaring di sampingnya. Seharusnya dia senang karena Alex sudah kembali, tapi saat ini rasanya Tari ingin terlelap tanpa memikirkan apapun, hatinya patah dan dia memilih untuk tidak menata ulang kembali hatinya, saat ini."Kamu udah tidur, sayang?" Degh.Pertanyaan Alex menghancurkan hatinya yang memang sudah berkeping-keping, bukan pertanyaan itu yang membuatnya terluka, tapi kata sayang yang Alex ucapkan, Alex tidak pernah memanggilnya seperti itu.'Apakah kata itu untuk Lara? Kenapa kamu kembali jika masih memikirkan dia?' jerit Tari dalam hati."Kamu sudah tidur?" ulang Alex sambil mengecup tengkuknya."Aku merindukanmu, baru tadi melihatmu tapi aku sudah sangat merindukanmu, sayang." Dia menggenggam tangan Tari membawanya ke arah mulutnya, mendaratkan kecupan yang begitu mesra. Tari tidak merespon."Aku tau kamu belum tidur." tangan Alex mulai bergerilya. "Aku cape." Akhirnya Tari membuka mulutnya.Alex agak heran dengan sikap Tari, bu
Rey memarkirkan mobilnya di samping jalan, lalu menyeberang, sambil sesekali melirik ke sana ke mari, hingga tiba di depan sebuah hotel ternama di pulau itu. Dia sengaja memarkirkan mobil agak jauh dari tempat tujuannya.Melangkahkan kakinya yang panjang, dengan langkah yang lebar-lebar. Wajahnya ganteng mempesona ditopang tubuh tegap yang atletis, apalagi saat tersenyum memancarkan senyum khas yang membuat orang menjadi candu untuk selalu menatapnya. "You very handsome," ujar seorang turis wanita yang berpapasan dengan Rey di pintu masuk hotel. Rey menanggapinya dengan senyum, kepalanya mengggeleng kecil, hatinya merasa tergelitik lucu. Dia memasuki loby, lalu menuju lift. Saat ini dia akan bertemu dengan komandannya yang selama ini memberinya perintah yang datang ke pulau itu dalam rangka kunjungan kerja. Rey ingin membahas masalah bukti yang belum ditemukannya. Sekaligus ingin menyampaikan maksudnya yang sangat penting baginya.Begitu bertemu mereka membahas tentang misi yang s
Lara mengerjab, menjauhkan wajah demi memastikan penglihatannya."Mas?" panggil Lara Lagi, memastikan jika dia sedang tidak bermimpi. "Iya sayang, ini aku. Mas datang untukmu. Mas sangat merindukanmu, sayang." Rey memeluk Lara erat, sangat erat. Tubuh Lara seakan remuk dalam dekapan tubuhnya yang kekar."Maass ...." Lara merasakan pelukan Rey terlalu erat hingga dia kesulitan bernapas.Rey terlalu sibuk untuk melampiaskan letupan dalam dirinya yang ditahan sejak tadi. Menjejali setiap inci tubuh Lara, dengan mencium dan mendusal-dusal hidung mancungnya ke tubuh Lara. Dengan ciuman dan gerakan yang tergesa-gesa. Seakan-akan tidak ada waktu lagi baginya."Mas, aku tidak na ...." Rey langsung membekap mulut kekasihnya itu dengan bibirnya. Lara terengah-engah dengan perlakuan Rey."Akh ... sakit, Mas!" jerit Lara saat Rey menggigit lehernya. Rey tersentak, Lara menjauhkan dirinya."Hhuh." Rey menghembus kasar saat tersadar."Maaf, Mas tidak bisa menahan diri, terlalu merindukanmu. R
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru