Merelakan seseorang yang sangat berarti dalam hidup adalah sesuatu yang sulit sekali dilakukan. Ada perasaan sedih yang teramat dalam dan disertai rasa kesepian. Semua perasaan yang rumit itu seakan mengisyaratkan betapa rapuhnya diri ini.(Nirina ~ Cinta yang tergadaikan)***Bau dari obat-obatan tercium merasuki indra penciuman, Nirina terbangun dari pingsan. Ia tahu saat ini berada di rumah sakit. Tak lama Retno masuk menemuinya. Nirina masih terdiam, masih syok dengan apa yang terjadi. Air matanya kembali menetes, Retno mencoba menenangkan sang putri."Kamu harus kuat demi si kembar, Nak," ucapnya menguatkan."Bagaimana aku bisa menjalani semuanya tanpa Mas Haziq, Bu?" tanyanya tergugu."Kamu pasti bisa, Nak. Ibu yakin kamu wanita yang hebat dan kuat," jawab Retno masih tak henti menenangkan sang putri dengan lembut mengusap punggung tangan Nirina."Aku enggak bisa, Bu. Enggak bisa ... katakan semua ini hanya mimpi. Mas Haziq tak mungkin meninggalkan kami, enggak mungkin! Ini en
Kita tidak bisa selamanya tegar, ada momen tertentu yang bisa membuat diri begitu rapuh, tetapi percayalah ALLAH selalu bersama kita.(Nirina-Haziq ~ Cinta yang Tergadaikan)***Sesampainya di rumah, Nirina segera digandeng Cynthia, sedangkan Retno mengurus kedua cucunya. Semua orang mendekat ke arah Nirina mengucapkan bela sungkawa dan mencoba menguatkan wanita muda itu. Air mata Nirina menetes tiada henti.Malamnya setelah salat Isya, tahlil bersama digelar dengan dipimpin dua ustaz keluarga mereka. Banyak kerabat, tetangga maupun sahabat dan teman Haziq yang mengikuti tahlil tersebut.Setelah tahlil bersama selesai, rumah besar itu terlihat sepi sekali. Nirina masuk ke kamar, beruntung kedua putra-putrinya sudah ada persediaan ASI yang sudah ia pompa. Ibu dan bapaknya pun memutuskan tinggal di sini untuk sementara waktu. Nirina mengunci kamarnya, menangis tergugu. Baru tadi pagi Haziq masih berada di sampingnya, memberi pelukan hangat dan kecupan lembut di keningnya. Namun, sekar
Ketika keyakinan adalah alasan terbesar untuk tetap bangkit dan berjuang meraih sesuatu, maka sabar adalah pendampingnya. Nirina memiliki keyakinan itu, berharap dan berjuang untuk mendapatkan kekuatan yang membuat segala sesuatunya jadi mungkin. Nirina percaya sang suami saat ini masih hidup dan ia akan menunggu. Namun, entah sampai kapan ia menunggu?***Tujuh hari sudah Haziq meninggalkan Nirina. Nirina masih mengunci diri di kamar. Ia akan membuka pintu kamarnya saat menyusui baby twin.Aktivitasnya saat ini hanya duduk termenung sambil memeluk foto sang suami. Air matanya selalu menetes tanpa bisa ditahan.Berulang kali Cynthia dan Retno menenangkannya. Namun, tetap sama. Nirina kembali larut dalam kesedihan. Mereka tak tahan melihat itu semua. Padahal yang mereka tau Nirina adalah wanita yang tangguh. Namun, faktanya kehilangan Haziq membuat hati Nirina hancur, bahkan berkeping-keping. Ia rapuh, rasa cinta pada Haziq sudah tertanam kuat di relung hatinya.Kabar terbaru dari Dony
Pagi ini Nirina sudah bersiap menunggu Dony untuk melihat langsung perkembangan kasus Haziq. Ia akan menyusuri tempat kejadian perkara. Berharap bisa menemukan titik terang. Kalau memang Haziq meninggal ia ingin tahu jenazah sang suami.Pukul 08.00 Dony baru sampai rumah Nirina, ia langsung masuk menemui wanita itu. Setelah pamit pada Cynthia dan Retno mereka langsung berangkat menuju tempat yang mereka tuju.“Na, apapun yang terjadi kamu harus kuat. Aku yakin kamu bisa,” ucap Dony menguatkan.“Terima kasih, Mas. Aku ingin melihat dan menyusuri langsung tempat itu. Supaya aku bisa tenang. Setelah itu aku akan menjalani masa Iddah dengan baik. Aku sedih karena belum selesai masa iddah sudah harus keluar, tapi aku ingin hatiku yakin dengan semua ini dengan memastikan langsung sendiri,” tuturnya sambil menunduk sedih.“Aku tahu, niatkan dhorurot, Na. Ini memang berat untukmu. Asal kamu tahu, kami semua ada untukmu,” ujar Dony sambil tersenyum tulus.“Terima kasih banyak, Mas,” ucapnya li
Kakek Nawawi tidak berhenti mengagumi rumah mewah milik Bambang Priambudi. Seumur hidupnya, ia tidak pernah melihat rumah seperti yang ada di hadapannya saat ini.“Masyaallah, ini rumahnya orang tuamu, Nak? rumahnya Nak Haziq?” tanyanya memastikan.Haziq tersenyum mengangguk. “Iya, Kek. Kalau Kakek bersedia, Kakek bisa tinggal di sini sampai kapan pun,” jawab pria tampan itu sambil melihat wajah keluarganya. Semua tamu sudah meninggalkan rumah dan tersisa keluarga inti beserta Dony.“Ah, Nak Haziq bisa saja,” ucapnya polos dan menganggap pria tampan yang selama satu tahun lebih itu ditolongnya hanya bercanda.“Aku serius, Kek. Aku berharap Kakek mau tinggal di sini bersama kami, menikmati hari tua Kakek di sini,” ucapnya serius dan tulus tanpa menghilangkan senyum di wajah tampannya.Pria berusia senja itu mengukir senyum hangat. “Terima kasih, Nak. Maaf, Kakek tidak bisa! Kakek lebih nyaman tinggal di desa. Membantu masyarakat yang membutuhkan jasaku. Kapan saja kalau kalian rindu bi
Dua puluh tiga tahun berlalu.Nirina dan Haziq hidup bahagia bersama keluarga kecilnya. Zayyan dan Filzah tumbuh menjadi pemuda dan pemudi yang cantik dan tampan idola banyak orang. Zayyan yang memilih menjadi pengacara dan Filzah menjadi desainer kelas dunia. Mereka tidak ada yang berminat untuk melanjutkan bisnis keluarga Priambudi, tetapi sesekali Zayyan dan Filzah harus tetap bersedia terjun untuk mengurus perusahaan yang sudah beralih atas nama mereka. Ya, meskipun terpaksa karena yang kadang dibutuhkan oleh asisten pribadi mereka adalah tanda tangan. Zayyan dan Filzah menyerahkan semua urusan perusahaan pada orang kepercayaan keluarga. Sebagai orang tua, Haziq dan Nirina pun mau tidak mau menghargai keputusan dua buah hatinya itu.Lantas, bagaimana dengan Dokter Dony? Sahabat yang sudah berkorban besar untuk keluarga Priambudi. Ya, enam bulan setelah pernikahan kembali Haziq dan Nirina, dokter tampan dengan dua lesung pipi itu menikahi asisten pribadinya yang diam-diam di
Mulailah pahami bahwa penderitaan, kekecewaan, dan kesedihan bukan untuk menyusahkan, merendahkan atau merampas martabat kita, tetapi untuk mendewasakan dan mengubah kita supaya menjadi pribadi yang tangguh dan pantang menyerah.(Azzura Balbina Ayyubi – Cahaya Cinta Azzura)🌻🌻🌻Tumbuh dan dibesarkan di panti asuhan membuat Azzura menjadi sosok yang kuat, cekatan, mandiri, dan berjiwa besar. Ia sendiri tidak pernah mengetahui wajah kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya konon meninggal dunia disebabkan kecelakaan pesawat. Setidaknya itulah yang dia dengar dari Bu Winda, yang mengetahui cerita itu dari warga yang mengantarkannya ke panti milik Bu Winda.Kini usia gadis cantik itu sudah dua puluh satu tahun. Karena kepintaran dan kecerdasannya, berulang kali dia mendapatkan beasiswa. Bukan saja di dalam negeri, dia pun pernah mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Namun, dia menolak dengan alasan tidak mau meninggalkan Bu Winda dan adik-adik panti yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.S
Orang yang hebat itu adalah orang yang ketika dihina, dia tidak tumbang. Dan ketika dipuji, dia tidak terbang.(Azzura Balbina Ayyubi – Cahaya Cinta Azzura)Hari ini Azzura diperintah Bu Winda mengantar kue pesanan langganan yang sedang hajatan. Dengan dibantu Pak Sobri, sopir Bu Winda, Azzura berangkat.Azzura tidak menyangka, rumah langganan Bu Winda satu gang dengan rumah keluarga Rafka. Hatinya ragu, takut bertemu dengan keluarga Rafka di tempat acara. Apalagi dia sangat tahu mamanya Rafka mulutnya pedas sekali kalau nyinyir.“Bismillah, semoga aku tidak bertemu keluarga Kak Rafka,” gumamnya. Pak Sobri yang melihat Azzura gelisah sambil meremas hijab pun bertanya. “Kenapa, Nak? Apa ada masalah?”“Hehehe, tidak ada, Pak. Ya sudah, saya turun dulu,” kekehnya. Azzura langsung mengambil beberapa kardus berisi kue di bagasi mobil.“Permisi, saya mau antar kue ini,” ucapnya pada satpam rumah tersebut.“Silakan masuk, Mbak. Langsung saja temui Bu Alya,” ucap satpam itu memerintah.Di d
Saat ini Arash berada di stasiun untuk mengantarkan Zayyan dan Azzura. Ya, hari ini mereka berdua akan ke rumah Bik Jum dengan menggunakan kereta. Tentu saja semua itu permintaan dari Azzura yang tidak bisa diganggu gugat.“Kurang dua puluh menit lagi pemberangkatannya, Sayang. Lebih baik kamu duduk santai,” ujar Zayyan yang sejak tadi melihat sang istri mondar-mandir ke sana kemari. Baru kali ini, wanita cantik yang saat ini perutnya sudah mulai terlihat membuncit itu naik kereta.“Sayang sekali Filzah enggak ikut. Kalau dia ikut antar kami, pasti juga sangat senang karena belum pernah juga naik kereta,” sahut Azzura.“Arfi sedikit rewel, kayaknya mau tumbuh gigi, makanya Filzah enggak jadi ikut antar,” jawab Arash.“Kamu sudah menjadi suami siaga buat Filzah dan Arfi, bahkan di sela kesibukanmu kamu tahu setiap perkembangan Arfi, makasih, ya, Rash. Kamu benar-benar membuktikan ucapanmu untuk bahagiakan Filzah,” ucap Zayyan senang.“Tidak usah berterima kasih, Zay. Aku melakukan sem
Azzura terlihat berbinar saat Zayyan mengeluarkan motor sportnya dan menyuruhnya untuk duduk di belakangnya. “Jangan lupa pegangan yang erat seperti yang kamu katakan tadi,” ucap Zayyan saat memasangkan helm untuk Azzura.Azzura mencebik. “Dasar modus,” ucapnya memukul dada sang suami.“Modus, tapi untuk kebaikanmu juga, Sayang,” jawab Zayyan menaik turunkan alisnya menggoda.“Lho, Den Zayyan dan Non Azzura mau ke mana malam-malam naik motor?” tanya Pak Heru satpam yang berjaga di gerbang utama kediaman keluarga Priambudi.Zayyan dan Azzura menyengir sebelum menjawab pertanyaan satpam yang sudah bekerja di rumah ini belasan tahun yang lalu itu.“Mau cari nasi goreng seafood permintaan bumil yang sedang ngidam ini, Pak,” jawab Zayyan sopan. Ya, meskipun pada bawahan Haziq dan Nirina selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghormati yang lebih tua tanpa merendahkannya.“Owalah, tapi kenapa pakai motor, Den? Udah malam, lho. Apa tidak takut masuk angin Non Azzura?” ucap Pak Heru me
Lima belas hari berlalu, setelah kepulangan Filzah dari rumah sakit. Saat ini, bayi tampan yang diberi nama Arfi Putra Elmani gabungan dari nama Arash dan Filzah itu sedang dikhitan. Permintaan Nirina dan Haziq untuk mengkhitan sang cucu saat bayi pun disanggupi Arash, begitu pun dengan Filzah yang menyetujuinya, meskipun masih terbesit tidak tega. Namun, dia yakin semua akan baik-baik saja.Pagi ini, seperti biasanya Arfi dimandikan Bik Ulil karena Filzah masih takut untuk memandikannya sendiri. Nirina dan Nirmala yang sengaja menginap di rumah Arash dan Filzah pun segera mengambil alih Arfi. Sudah biasa mereka akan berebut untuk menggendong Arfi yang ujungnya Nirina harus mengalah.Usai sarapan bersama, Dokter Dony membawa teman seprofesinya yang diminta untuk mengkhitan Arfi. Haziq dan Habibi mempersilakan dokter itu untuk segera mengkhitan sang cucu. Arash dan Filzah pun sudah menyiapkan tempatnya.“Sayang, kalau kamu enggak tega lihatnya, sebaiknya kamu ke kamar. Kata orang tua
Saat ini Arash dan Filzah berada di dalam kamar. Arash membantu mengemasi pakaian Filzah dan meletakkannya ke dalam koper. Laki-laki tampan itu terlihat bersemangat membantu Filzah. Sesekali ia mengusap lembut perut sang istri yang masih rata, lalu mencium keningnya.“Bagaimana dengan reaksi mama nanti, Kak? Aku pergi meninggalkan rumah dan Kak Arash begitu saja,” ungkap Filzah resah. Hatinya masih cemas memikirkan sang mama mertua yang tidak menyukainya.“Tidak usah risau memikirkan mama, Sayang. Ini kehidupan kita, rumah tangga kita. Aku akan tetap menjadi anak yang berbakti pada mereka, tapi aku tidak akan tunduk pada perintah mama yang sekiranya menyesatkan. Berbakti pada kedua orang tua tidak harus menyesatkan diri, bila mama salah aku akan menentangnya,” ucap Arash sungguh-sungguh. Dia tidak mau kehilangan Filzah lagi hanya karena sang mama.“Ba-bagaimana kalau Alvisyah hadir lagi dalam kehidupan rumah tangga kita. Tidakkah Kak Arash akan tergoda?” tanya Filzah lagi. Sebenarnya
Kamu adalah kepingan hatiku yang telah hilang, bersamamu aku Bahagia.(Arash Habibi Elmani – Sekeping Hati)Filzah ingin mempercepat langkahnya, rasanya ia ingin segera menjauh dari Mirza. Namun, tanpa sepengetahuan Filzah, Mirza tengah mengikutinya dari belakang. Pemuda manis itu hendak menyusul Filzah, dia tidak mau terjadi sesuatu pada Filzah. Dia ingin memastikan wanita itu sampai di rumah Bik Jum dengan selamat. Dari kejauhan Filzah melihat mobil yang sangat dia kenali. Sebuah mobil mewah berwana hitam metalik dan itu adalah milik ayahnya. Perlahan mobil itu semakin mendekatinya. Dia bingung harus berbuat apa. Filzah pun memutuskan untuk kembali ke masjid. Dia ingin menghindar dari kedua orang tuanya. Namun, saat membalikkan badan, ia tercengang karena mendapati Mirza telah berada di belakangnya. Filzah bimbang, antara kembali ke masjid dan menghadapi Mirza lagi atau bertemu keluarganya. Jujur, Filzah belum siap untuk itu. “Maaf, aku tidak bermaksud menguntitmu. Aku hanya ingi
Cinta itu suatu perasaan yang indah bila dirasa, sakit bila diacuhkan, dan kecewa bila tidak terbalas.(Sekeping Hati)Zayyan masih tidak percaya, Filzah meninggalkan rumah Arash tanpa sepengetahuan dirinya dan keluarga. Rasa khawatir sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adik menyelimuti hatinya. Saat ini hatinya bimbang diterpa kekhawatiran setelah meninggalkan rumah Arash. Beruntung ada Azzura di sampingnya. Wanita cantik itu adalah penawar dari segala gundanya.“Bagaimana kalau bunda tahu? Bunda pasti syok dan menangis seharian. Filzah tidak pernah jauh dari keluarga. Sejak kecil dia selalu berada di samping bunda dan oma. Bahkan untuk bisa kuliah di luar negeri seperti aku pun bunda tidak mengizinkannya,” ucapnya lirih. Saat ini Zayyan dan Azzura dalam perjalanan pulang ke rumah.“Apa rencanamu, Kak?” tanya Azzura memastikan. Azzura sangat tahu, masalah ini sangat sensitif terjadi pada keluarga suaminya. Kasih sayang yang besar membuat keluarga itu saling menjaga dan mera
Hati yang kuat takkan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad telah mengalahkan segalanya(Sekeping Hati)Usai menceritakan permasalahan rumah tangganya pada Bik Jum, Filzah merasa beban yang ditanggung hatinya sedikit ringan. “Non Filzah sebaiknya istirahat dulu. Setelah melewati perjalanan panjang, pasti Non Filzah lelah. Sebentar Bibi siapkan sarapan buat Non,” ujar Bik Jum sambil mengantar Filzah ke kamar yang baru saja dibersihkannya.Filzah yang merasa lelah pun mengiyakan perintah Bik Jum. Gadis cantik itu menyeret koper dan membawanya masuk ke dalam kamar yang diperuntukkan untuknya, kamar yang biasa dia tempati saat liburan di rumah Bik Jum.Filzah memilih membersihkan tubuhnya dulu sebelum beristirahat. Sekarang tubuhnya terasa segar dan lebih ringan—berkurang rasa lelahnya. Saat Filzah akan membaringkan tubuhnya, terdengar panggilan Bik Jum mengajaknya sarapan. “Non Filzah silakan melanjutkan istirahatnya. Nanti saatnya makan siang, Bibi akan bangunkan!”
Sebaik-baik rindu adalah rindu yang ketika terpenuhi menjadi energi baik untuk membuatmu semakin termotivasi.(Arash💔Filzah)Arash berulang kali mengacak rambutnya. Dia sangat menyesal sudah menyakiti Filzah, apalagi sudah menampar sang istri.“Apa yang telah aku lakukan? Mengapa aku begitu bodoh?!” Arash menatap telapak tangan yang sudah menampar wajah sang isteri lalu mengusap kasar wajahnya.“Filzah, maafin aku. Aku sudah mengingkari janjiku, bahkan aku sudah melakukan kekerasan fisik padamu. Aku merasa gagal. Aku bukan suami yang baik,” isaknya penuh penyesalan.. Bik Ulil merasa iba dengan apa yang menimpa sang majikan. “Sebaiknya Den Arash sekarang membersihkan diri dulu dan salat. Setelah tenang, Den Arash bisa mencari Non Filzah. Bibi akan menyiapkan makan malam dulu,” bujuk Bik Ulil.“Bik Ulil tidak usah menyiapkan makan malam untukku, aku belum lapar. Silakan Bibi menghangatkan lauk untuk makan malam. Lalu, Bibi makanlah lebih dulu. Usai mandi dan salat, aku akan mencari F
Cinta itu terlalu suci untuk dinodai, terlalu tinggi untuk dikhianati, terlalu indah untuk dikotori. Karena ia adalah anugerah yang harus dijaga kesuciannya, Diagungkan ketinggiannya, dan dikagumi keindahannya.(Filzah Nawwal Haziq Priambudi)Filzah segera menutup dan menguci pintu kamar. Perlahan tubuhnya luruh menyandar pintu kamar. Air mata satu persatu jatuh. Arash yang menyadari kesalahannya telah berlaku kasar pada sang istri segera menyusul. Arash sudah tidak peduli keberadaan sang mantan dan mamanya. “Zah, tolong buka pintunya, Zah. Tolong maafkan aku!” pintanya sambil terus mengetuk pintu.Arash mendengar deru mobil Alvisyah meninggalkan rumahnya, tetapi Arash sama sekali tidak peduli. Saat ini yang terpenting baginya hanyalah Filzah. “Ya Allah, apa yang telah aku lakukan tadi? Kenapa aku tidak bisa mengontrol emosi dan tanganku?” Arash mengusap kasar wajahnya, frustrasi, hingga terduduk di lantai depan pintu kamarnya.“Sayang, aku mohon, buka pintunya. Aku minta maaf,” u