Orang yang hebat itu adalah orang yang ketika dihina, dia tidak tumbang. Dan ketika dipuji, dia tidak terbang.(Azzura Balbina Ayyubi – Cahaya Cinta Azzura)Hari ini Azzura diperintah Bu Winda mengantar kue pesanan langganan yang sedang hajatan. Dengan dibantu Pak Sobri, sopir Bu Winda, Azzura berangkat.Azzura tidak menyangka, rumah langganan Bu Winda satu gang dengan rumah keluarga Rafka. Hatinya ragu, takut bertemu dengan keluarga Rafka di tempat acara. Apalagi dia sangat tahu mamanya Rafka mulutnya pedas sekali kalau nyinyir.“Bismillah, semoga aku tidak bertemu keluarga Kak Rafka,” gumamnya. Pak Sobri yang melihat Azzura gelisah sambil meremas hijab pun bertanya. “Kenapa, Nak? Apa ada masalah?”“Hehehe, tidak ada, Pak. Ya sudah, saya turun dulu,” kekehnya. Azzura langsung mengambil beberapa kardus berisi kue di bagasi mobil.“Permisi, saya mau antar kue ini,” ucapnya pada satpam rumah tersebut.“Silakan masuk, Mbak. Langsung saja temui Bu Alya,” ucap satpam itu memerintah.Di d
Aku tidak bisa memilih dengan siapa jatuh cinta, tetapi aku bisa memilih siapa yang patut untuk kuperjuangkan.(Rafka Bahar – Cahaya Cinta Azzura)Azzura langsung mengajak Pak Sobri pulang setelah menyelesaikan tugas dari Bu Winda. Di dalam mobil dia termenung, kembali mengingat apa yang dikatakan Savina, betapa wanita itu membencinya. Azzura semakin ragu untuk melanjutkan hubungannya dengan Rafka.“Bagaimana aku bisa melanjutkan hubungan ini? Tante Savina sangat membenciku, tapi aku juga tidak bisa membuat Kak Rafka patah hati. Cintanya tulus padaku,” gumam Azzura, dirinya dilema.“Nak Zura ...,” Panggil Pak Sobri. Azzura yang sedang melamun pun terkejut.“I-iya, ada apa, ya, Pak?” tanyanya sambil garuk tengkuk. “Apa Nak Zura sakit?” tanyanya khawatir. Saat berangkat tadi, Azzura terlihat ceria dan bersemangat. Namun, ekspresinya langsung berbeda saat masuk ke dalam kompleks perumahan mewah itu.“Ti-tidak. Memangnya kenapa, Pak?”“Sejak tadi wajah Nak Zura gelisah, murung, dan sekar
Hati yang kuat tidak akan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad dan keyakinan telah mengalahkan segalanya.(Azzura Balbina Ayyubi)Azzura masih menangis di hadapan Ayana. Dia bingung harus menjawab apa? Hati siapa yang tidak bahagia, dilamar pria yang sangat dirinya cintai. Namun, hatinya juga memikirkan penolakan keluarga besar pria itu nanti. “Beginilah rasanya hidup sebatang kara tanpa kedua orang tua, Na. Kami dipandang rendah hanya karena menjadi anak panti. Padahal anak panti juga manusia, kami butuh disayangi dan dicintai. Apa kami salah hidup di panti? Kami selalu berjuang memberi yang terbaik supaya tidak dipandang sebelah mata. Kami selalu berjuang untuk mendapatkan nilai terbaik, baik di akademis maupun non akademis. Aku capek bila terus seperti ini, Na. Capek ...,” ucap Azzura lirih. Ia menangis tergugu.“Sabar, Ra. Aku memang belum pernah merasakan berada di posisimu, tapi aku sahabatmu. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Memang sabar mudah diucapkan
Meneduhkan di saat gelisah, dekat di saat susah, mengobati di saat sakit. Itulah cinta sejati.(Rafka Bahar – Azzura Balbina Ayyubi)Ayana masih menggandeng Azzura keluar dari kafe. Dia hanya tidak ingin Azzura dihina lagi. Jujur, kalau mendengar sang sahabat dihina, Ayana pun ikut sedih dan sakit hati.“Na, aku hubungi Kak Rafka dulu,” ucap Azzura saat berada di dalam mobil Ayana.“Ya, hubungi aja dia. Mungkin Kak Rafka bisa menjinakkan adiknya yang binal itu,” ucap Ayana kesal.“Ayana ... enggak baik berkata begitu. Kita doakan aja, supaya Indira segera diberi hidayah,” ucap Azzura lembut.“Cewek binal itu bisa sadar kalau ada hal buruk menimpanya, Ra,” ucap Ayana masih menunjukkan kekesalannya.“Ayana ...,” ucapnya lirih. “Iya-iya.” Dengan cemberut, gadis cantik itu memilih mengalah.Azzura tersenyum manis melihat sang sahabat yang cemberut dan kesal padanya. Dia tahu, Ayana hanya ingin membelanya, Azzura sangat menghargai itu, tetapi dia tidak suka bila Ayana mengotori hati dan
Cinta akan tumbuh sempurna di hati, di saat kamu menyandarkan ketulusan dalam jiwa.(Azzura Balbina Ayyubi – Rafka Bahar)Rafka tersenyum manis melihat Azzura berjalan semakin dekat ke arahnya. Sama sepertinya, Azzura pun tidak berhenti menyunggingkan senyum.“Assalamualaikum, Kak,” sapanya lembut.“Wa’alaikumussalam, Bidadariku,” jawab Rafka sambil tersenyum.“Tumben ke sini menjelang Magrib, biasanya malam atau siang,” ujar Azzura sambil mempersilakan Rafka duduk di kursi teras.“Kangen aja sama kamu,” ungkapnya.“Kakak paling suka ngegombal dan bikin aku melambung,” ucapnya menyindir.“Beneran, Sayang. Aku enggak ngegombal, apalagi bikin melambung. Aku berkata tentang kebenaran hatiku,” ungkapnya, membuat Azzura merona menahan malu.“Selepas salat Magrib aku akan mengajakmu makan-makan bersama Bu Winda, Pak Wardi, dan anak-anak panti lainnya. Semua ini aku lakukan untuk merayakan keberhasilanmu yang sudah lulus sidang,” ujarnya sambil tersenyum tulus.“Beneran, Kak? Kita makan ber
Cinta bukan sekedar bagaimana kamu memiliki cintanya, tetapi menjaga serta memelihara cinta itu supaya lebih kuat.(Azzura Balbina Ayyubi)Rafka tidak berhenti tersenyum. Dia sangat bahagia, Azzura menerimanya. Rafka puas, semua berjalan lancar sesuai harapan dan keinginannya. Andre, sang sahabat memang bisa diandalkan. “Terima kasih, Sayang. Terima kasih kamu mau menerimaku,” ucapnya sambil tersenyum lembut. “Iya, sama-sama. Makasih sudah memberi kejutan dan lamaran yang romantis ini. Aku sangat senang,” ucap Azzura terharu.“Iya, Sayang. Semua ini bukti dari cintaku padamu. Aku akan selalu membahagiakanmu,” ucap Rafka sambil memegang tangan Azzura.“Eits, jangan pegang-pegang. Bukan mahram, tau,” ucap Ayana menarik tangan Azzura.Rafka menyengir sambil garuk kepala, Azzura pun tersenyum canggung. Selama berpacaran mereka memang belum pernah bersentuhan fisik. Untuk gandengan tangan saja tidak pernah, baru hari ini.“Ibu dan Ayah sangat senang. Akhirnya kalian bisa bertunangan. Ju
Dalam kata-kata aku mengerti, kesedihan tidak selalu berwujud tangisan.(Azzura Balbina Ayyubi)***Pagi ini Azzura bersiap untuk pergi ke kampus. Dirinya sudah menyiapkan beberapa foto kopi dokumen untuk diserahkan pada Rafka. Azzura memasukkan dokumen itu ke dalam amplop cokelat. “Apa sudah lengkap semua foto kopinya, Nak?” tanya Bu Winda. Saat ini Azzura membantu Bu Winda menyiapkan sarapan di meja makan untuk semua anak panti.“Alhamdulillah sudah, Bu. Nanti kalau Kak Rafka ambilnya sedikit siang, Ibu kasihkan, ya,” ucapnya.“Iya, kamu siapkan semuanya di meja. Nanti Ibu ambil,” ujar Bu Winda sambil tersenyum tulus.“Siap, Bu. O iya, hari ini aku berangkat sendiri, naik angkot, Bu,” ucap Azzura.“Apa Nak Ayana enggak jemput?” tanya Bu Winda.“Ayana pergi ke Surabaya, Neneknya sakit,” jawab Azzura.“Owalah ... ya sudah, kamu berangkat sama Ayah saja,” ucap Bu Winda.“Enggak usah, Bu. Ayah kalau Selasa ‘kan berangkatnya sedikit siang,” tolaknya lembut.“Astagfirullah ... Ibu lupa.
Untuk merangkai bahagia, aku tak perlu mencoba hal konyol. Karena saat bersamamu, hal itu terjadi begitu saja. Bahagiaku hanya bersamamu.(Rafka Bahar – Perjalanan Cinta Zayyan )Indira dan Nuril membawa Azzura yang sudah tidak berdaya ke kamar hotel yang sudah dipesan Indira sebelumnya. “Aku mau pulang, kenapa kalian membawaku ke sini?” tanya Azzura yang masih setengah sadar. “Tidak mungkin kamu pulang dalam keadaan seperti ini, kamu lebih baik istirahat di sini. Nikmati saja harimu, mumpung aku lagi berbaik hati,” ujarnya mengejek.Indira langsung mendorong tubuh Azzura ke atas ranjang. Kepala Azzura semakin pusing, ingin muntah, tapi tidak bisa. Rasa kantuk pun semakin mendera, Azzura sudah tidak bisa menahannya. Dalam hitungan detik gadis cantik itu sudah terlelap. Indira menertawakan kepolosannya.“Sekarang tugas kamu, Sayang. Lepas bajumu,” ucap Indira pada Nuril.“Maksud kamu, aku harus melakukannya dengan Azzura?” tanya Nuril belum paham.“Enak saja, mana mungkin aku rela ka