Hati yang kuat tidak akan pernah goyah dengan berbagai tekanan, karena tekad dan keyakinan telah mengalahkan segalanya.(Azzura Balbina Ayyubi)Azzura masih menangis di hadapan Ayana. Dia bingung harus menjawab apa? Hati siapa yang tidak bahagia, dilamar pria yang sangat dirinya cintai. Namun, hatinya juga memikirkan penolakan keluarga besar pria itu nanti. “Beginilah rasanya hidup sebatang kara tanpa kedua orang tua, Na. Kami dipandang rendah hanya karena menjadi anak panti. Padahal anak panti juga manusia, kami butuh disayangi dan dicintai. Apa kami salah hidup di panti? Kami selalu berjuang memberi yang terbaik supaya tidak dipandang sebelah mata. Kami selalu berjuang untuk mendapatkan nilai terbaik, baik di akademis maupun non akademis. Aku capek bila terus seperti ini, Na. Capek ...,” ucap Azzura lirih. Ia menangis tergugu.“Sabar, Ra. Aku memang belum pernah merasakan berada di posisimu, tapi aku sahabatmu. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Memang sabar mudah diucapkan
Meneduhkan di saat gelisah, dekat di saat susah, mengobati di saat sakit. Itulah cinta sejati.(Rafka Bahar – Azzura Balbina Ayyubi)Ayana masih menggandeng Azzura keluar dari kafe. Dia hanya tidak ingin Azzura dihina lagi. Jujur, kalau mendengar sang sahabat dihina, Ayana pun ikut sedih dan sakit hati.“Na, aku hubungi Kak Rafka dulu,” ucap Azzura saat berada di dalam mobil Ayana.“Ya, hubungi aja dia. Mungkin Kak Rafka bisa menjinakkan adiknya yang binal itu,” ucap Ayana kesal.“Ayana ... enggak baik berkata begitu. Kita doakan aja, supaya Indira segera diberi hidayah,” ucap Azzura lembut.“Cewek binal itu bisa sadar kalau ada hal buruk menimpanya, Ra,” ucap Ayana masih menunjukkan kekesalannya.“Ayana ...,” ucapnya lirih. “Iya-iya.” Dengan cemberut, gadis cantik itu memilih mengalah.Azzura tersenyum manis melihat sang sahabat yang cemberut dan kesal padanya. Dia tahu, Ayana hanya ingin membelanya, Azzura sangat menghargai itu, tetapi dia tidak suka bila Ayana mengotori hati dan
Cinta akan tumbuh sempurna di hati, di saat kamu menyandarkan ketulusan dalam jiwa.(Azzura Balbina Ayyubi – Rafka Bahar)Rafka tersenyum manis melihat Azzura berjalan semakin dekat ke arahnya. Sama sepertinya, Azzura pun tidak berhenti menyunggingkan senyum.“Assalamualaikum, Kak,” sapanya lembut.“Wa’alaikumussalam, Bidadariku,” jawab Rafka sambil tersenyum.“Tumben ke sini menjelang Magrib, biasanya malam atau siang,” ujar Azzura sambil mempersilakan Rafka duduk di kursi teras.“Kangen aja sama kamu,” ungkapnya.“Kakak paling suka ngegombal dan bikin aku melambung,” ucapnya menyindir.“Beneran, Sayang. Aku enggak ngegombal, apalagi bikin melambung. Aku berkata tentang kebenaran hatiku,” ungkapnya, membuat Azzura merona menahan malu.“Selepas salat Magrib aku akan mengajakmu makan-makan bersama Bu Winda, Pak Wardi, dan anak-anak panti lainnya. Semua ini aku lakukan untuk merayakan keberhasilanmu yang sudah lulus sidang,” ujarnya sambil tersenyum tulus.“Beneran, Kak? Kita makan ber
Cinta bukan sekedar bagaimana kamu memiliki cintanya, tetapi menjaga serta memelihara cinta itu supaya lebih kuat.(Azzura Balbina Ayyubi)Rafka tidak berhenti tersenyum. Dia sangat bahagia, Azzura menerimanya. Rafka puas, semua berjalan lancar sesuai harapan dan keinginannya. Andre, sang sahabat memang bisa diandalkan. “Terima kasih, Sayang. Terima kasih kamu mau menerimaku,” ucapnya sambil tersenyum lembut. “Iya, sama-sama. Makasih sudah memberi kejutan dan lamaran yang romantis ini. Aku sangat senang,” ucap Azzura terharu.“Iya, Sayang. Semua ini bukti dari cintaku padamu. Aku akan selalu membahagiakanmu,” ucap Rafka sambil memegang tangan Azzura.“Eits, jangan pegang-pegang. Bukan mahram, tau,” ucap Ayana menarik tangan Azzura.Rafka menyengir sambil garuk kepala, Azzura pun tersenyum canggung. Selama berpacaran mereka memang belum pernah bersentuhan fisik. Untuk gandengan tangan saja tidak pernah, baru hari ini.“Ibu dan Ayah sangat senang. Akhirnya kalian bisa bertunangan. Ju
Dalam kata-kata aku mengerti, kesedihan tidak selalu berwujud tangisan.(Azzura Balbina Ayyubi)***Pagi ini Azzura bersiap untuk pergi ke kampus. Dirinya sudah menyiapkan beberapa foto kopi dokumen untuk diserahkan pada Rafka. Azzura memasukkan dokumen itu ke dalam amplop cokelat. “Apa sudah lengkap semua foto kopinya, Nak?” tanya Bu Winda. Saat ini Azzura membantu Bu Winda menyiapkan sarapan di meja makan untuk semua anak panti.“Alhamdulillah sudah, Bu. Nanti kalau Kak Rafka ambilnya sedikit siang, Ibu kasihkan, ya,” ucapnya.“Iya, kamu siapkan semuanya di meja. Nanti Ibu ambil,” ujar Bu Winda sambil tersenyum tulus.“Siap, Bu. O iya, hari ini aku berangkat sendiri, naik angkot, Bu,” ucap Azzura.“Apa Nak Ayana enggak jemput?” tanya Bu Winda.“Ayana pergi ke Surabaya, Neneknya sakit,” jawab Azzura.“Owalah ... ya sudah, kamu berangkat sama Ayah saja,” ucap Bu Winda.“Enggak usah, Bu. Ayah kalau Selasa ‘kan berangkatnya sedikit siang,” tolaknya lembut.“Astagfirullah ... Ibu lupa.
Untuk merangkai bahagia, aku tak perlu mencoba hal konyol. Karena saat bersamamu, hal itu terjadi begitu saja. Bahagiaku hanya bersamamu.(Rafka Bahar – Perjalanan Cinta Zayyan )Indira dan Nuril membawa Azzura yang sudah tidak berdaya ke kamar hotel yang sudah dipesan Indira sebelumnya. “Aku mau pulang, kenapa kalian membawaku ke sini?” tanya Azzura yang masih setengah sadar. “Tidak mungkin kamu pulang dalam keadaan seperti ini, kamu lebih baik istirahat di sini. Nikmati saja harimu, mumpung aku lagi berbaik hati,” ujarnya mengejek.Indira langsung mendorong tubuh Azzura ke atas ranjang. Kepala Azzura semakin pusing, ingin muntah, tapi tidak bisa. Rasa kantuk pun semakin mendera, Azzura sudah tidak bisa menahannya. Dalam hitungan detik gadis cantik itu sudah terlelap. Indira menertawakan kepolosannya.“Sekarang tugas kamu, Sayang. Lepas bajumu,” ucap Indira pada Nuril.“Maksud kamu, aku harus melakukannya dengan Azzura?” tanya Nuril belum paham.“Enak saja, mana mungkin aku rela ka
Bersabarlah sebentar, karena fitnah tidak akan berumur panjang. Kebenaran adalah anak waktu, yang lama kelamaan akan muncul untuk membelamu.(Azzura – Perjalanan Cinta Zayyan)Azzura dan Rafka berdiri di depan pintu untuk menyalami beberapa tetangga yang pulang. Mereka sengaja diundang Bu Winda dan Pak Wardi untuk menghadiri tasyakuran kecil-kecilan pernikahan Azzura. Rasanya kurang lengkap bila hanya melaksanakan akad saja, tidak ada tasyakuran. Apalagi resepsi masih diadakan kurang lebih tiga bulan lagi, setelah Azzura wisuda.Setelah tetangga pulang, Azzura menyuruh Rafka istirahat di kamarnya. Ayana juga pamit pulang, dia tidak enak bila tetap di sana. Sebagai sahabat, dia harus paham status Azzura saat ini. Azzura harus menemani Rafka di kamar. Ayana tahu, Azzura tidak akan sebebas dulu.“Kak, aku bawa sebagian bajuku dulu, ya. Enggak usah banyak-banyak. Nanti kalau butuh tinggal ambil lagi,” ucapnya sambil memasukkan beberapa helai baju ke dalam tas ransel besar.“Iya, enggak a
Hati yang ikhlas dan doa yang tulus adalah dua tentara yang tak terkalahkan. Ibnu Taimiyyah.(Azzura Balbina Ayyubi - Perjalanan Cinta Zayyan)Berulang kali Azzura menyentuh tangan Rafka, menjelaskan supaya laki-laki itu percaya padanya. Berulang kali pula Rafka menyentak dan mendorong tubuh itu dengan kasar. Azzura tersungkur ke lantai dengan berlinang air mata. Percuma saja menjelaskan, semua bukti mengarah padanya. Dia pasrah, menerima apapun yang terjadi hari ini. “Apa yang kamu harapkan lagi dari gadis ini, Nak? Bahkan di malam pernikahan kalian, dia tidak bisa memberikan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Kamu mau bekas orang lain, seberapa banyak dia tidur dengan laki-laki di luar sana kita tidak tahu,” ucap Savina memprovokasi Rafka supaya semakin jijik pada Azzura.Rafka melirik sekilas Azzura yang sudah tidak berdaya. Gadis itu menggeleng cepat menanggapi perkataan Savina. Wajahnya terlihat memelas. Namun, semakin membuat Rafka jijik.Rafka mendekat ke arah Azzura. Dia m