Sekitar dua bulan setelah aku pindah kerja ke tempat yang baru. Aku yang saat itu baru selesai telfonan dengan Rinjani, ketika mau meletakkan gawai, dering pesan Whatsapp berbunyi. Ketika ku buka, ternyata pesan dari nomor baru.[Pak, jangan sampai telat makan siangnya, nanti sakit. Salam rindu dari Rinata]Salam rindu? Oh, mungkin dia rindu sebagai teman kali yah, pikirku. Hmm, teman? Mengobrol saja aku tidak pernah. Ah, sudahlah tak perlu juga ku tanggapi dia.Aku tetap cuek, tak mengubris sama sekali. Sekalipun di awal bertemu aku sempat terkesima olehnya. Ku hapus pesannya itu, karena bisa jadi masalah kalau di simpan. Sampai berbulan-bulan lamanya, Rinata selalu mengirimi ku pesan. Tibalah waktu itu, siang yang mendung bersamaan dengan suasana otakku yang sedang berantakan karena banyak targetku yang meleset akan kemajuan perusahaan bukannya menghubungi Rinjani, aku malah mengirim pesan ke Rinata. Jujur, seminggu belakangan wajahnya selalu terbayang di pelupuk mata ku. [Ketemu
"Enggak sayang, aku nggak bohong sama kamu.""Besok-besok kabari aku ya, Mas! Aku cemas takut kamu kenapa-kenapa."Lalu kami berangkulan menuju kamar. Satu harapan ku saat itu, semoga saja Rinjani tidak curiga. ***"Yang, aku hari Sabtu mau keluar kota, ada janji ketemu sama klien." ucapku sembari menikmati nasi goreng buatan Rinjani.Rinjani yang tengah menuangkan air teh hangat untukku pun berhenti seketika, lalu memandangi ku dengan dahi mengernyit dan tatapannya agak tajam."Keluar kota Mas? Tumben perginya weekend?" nadanya penuh penekanan, membuat jantungku berdebar tak karuan."Nah itu dia Yang, klien ini cuma bisa ketemu pas weekend. Maklum ajalah, namanya orang penting." aku berusaha menjawab sesantai mungkin, walaupun mataku tak berani menatapnya, meminimalisir kegugupan ku fokuskan pandangan pada sepiring nasi goreng tentunya pura-pura menyantap dengan lahap."Sabtu kapan kamu berangkatnya? Nggak Sabtu ini kan Mas?" "Sabtu ini Yang." jawabku singkat."Yah, aku pikir kamu
Ranjang ku dengan ranjang Rinata letaknya berdampingan. Mata ku tertuju pada gawainya, terletak manis di atas ranjang. Aku berjalan perlahan, mencoba mendekati ponsel pipih milik sekretaris pribadi ku itu. Mana tauan ada informasi yang bisa kudapatkan.Bukan bermaksud lancang, pikiran untuk memeriksa handphonenya saat ini adalah kesempatan, aku hanya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Membalikkan badan ke arah pintu kamar mandi, memutar bola mata memantau kondisi, jangan sampai Rinata memergoki ku, bisa fatal dan berantakan nantinya.Ketika handphonenya sudah berada di tangan. Ku ketuk dua kali dan terlihat beberapa pemberitahuan tampak di layar gawai pipihnya itu.Ku pandangi dengan seksama satu per satu pesan yang masuk, sembari memperhatikan keadaan sekitar. Apakah Mas Reno menghubungi Rinata atau tidak? Dan ternyata hmm... benar sesuai dengan dugaan ku ada pesan Whatsapp dari Mas Reno."Sayang kamu udah sampai?" pemberitahuan isi pesan dari Mas Reno. Ingin ku banting
Untung saja, Pak Harjoko memainkan ponselnya ketika aku men-skak Rinata. Kondisi sekarang lagi berpihak kepadaku. Semoga sampai seterusnya. Tentu itu harapanku.Aku yang kala itu sedang beristirahat di kamar menikmati suasana senja. Tampak langit yang tadinya cerah mulai berwarna jingga. Petang menjemput malam. Tiba-tiba ada ketikan pintu kamar ku, ketiku menoleh ternyata Rinata. Dia berjalan menghampiri ku."Bu, aku, hmm.. Nanti izin mmm ...." dia gugup entah apa yang ingin disampaikan aku tak paham."Kamu ngomong apa Ta? Jelas-jelas ngomongnya? Atur nafas dulu jangan kayak orang yang lagi nyembuin sesuatu." mati kamu Rinata, jangan bermain-main denganku, cukup aku melunak selama menjadi bos kamu selama ini.Dia terlihat mengatur nafas, "Gini Bu, kebetulan hari ini kan senggang nggak ada jadwal malam juga. Aku lepas magrib izin keluar yah, Bu mau ke rumah keluarga. Kebetulan juga mumpung di Bali, sayang aja engga mampir Bu." ucapnya sambil memainkan jemari tangan kecilnya itu."Oh b
Dilihat dari tinggi badannya, bidang bodynya, dan gaya berpakaiannya, aku seperti mengenal sosok dia. Ini harus ku selidiki, beranjak dari persembunyian, lalu berjalan menuju teras lobi. Aku menoleh ke kanan ke kiri mencari taxi, biasanya ada beberapa taxi yang mangkal pelataran parkir tumben kali ini tidak ada satu pun.Oh Tuhan bantu aku.Selang beberapa menit, pucuk di cinta ulam pun tiba, ternyata aku tak perlu menunggu lama, ada taxi masuk ke pelataran parkir hotel dan lalu berhenti tepat di depan ku.Ketika mau membuka pintu taxi bagian belakang, aku dikejutkan dengan seseorang yang keluar dari taxi tersebut. Kupikir taxi tadi kosong ternyata berisi penumpang."Buru-buru banget, Mba. Sabar dikit, nanti malah nabrak lagi." ujar laki-laki bersuara oktaf.Betapa kaget dan netraku terbelalak di buatnya. Lelaki yang tak sengaja pernah ku tabrak waktu itu. Aduh, ngapain juga ketemu di sini dengan kondisi kayak gini pula. Ish, mengesalkan."Iya, Pak. Maaf, saya lagi buru-buru." memasuk
Dan percakapan mereka sangat jelas di telinga ku...."Ta, kamu yakin Rinjani tidak curiga? Aku takut lho kalau ketahuan." Deska sedikit berbisik tetapi aku mempunyai telinga yang cukup nyaring, jadi terdengar jelas."Apaan sih Des? Kamu kok aneh deh. Sekalipun itu si kerempeng tahu aku jalan sama kamu ya nggak masalah. Kan kamu pacar aku yang sesungguhnya." Rinata berdecah ketus."Bukan, bukan itu maksud ku. Maksud ku soal Reno, dia nggak curiga kan kalau kamu yang bikin Reno berpaling dari Rinjani? Dia nggak tahu kan kalau kamu selingkuhannya Reno?""Ya enggak lah, aku udah atur semuanya. Dan itu sesuai dengan apa yang kita rencanain. Jadi kamu tenang saja. Udahlah, biarin aja aku malas bahas mereka." Deska tak berkutik setelah itu, karena wajah Rinata semakin tak bersahabat.Hebat, hebat. Permainan dan skenario yang sangat hebat. Di luar nalar tapi itu fakta adanya. Aku berdiri lalu menghampiri mereka dan tak lupa aku membuka masker."Wah saya salut dengan kalian berdua. Kamu Rinat
"Rin, kamu mau kan menikah dengan ku?" Reno bersimpuh dengan menyuguhkan sebuah cincin dan sekuntum bunga mawar berwarna putih.Dia melamarku ketika kami sedang makan malam. Aku sebenarnya agak curiga, karena makan malam kali ini berasa ada yang aneh. Di meja makan ada lilin dan taburan bunga mawar merah. Belum lagi temanya yang outdor menambah romantis suasana malam itu."Ren, hmm aku... Tapi aku belum siap untuk menikah. Apa ini tidak terlalu cepat, lagian kita juga baru pacaran enam bulan. Dan aku juga takut, takut kalau kamu suatu hari nanti kamu seperti lelaki kebanyakan yang nggak bisa setia?"Reno yang tadinya bersimpuh beranjak lalu berdiri tepat di hadapan ku, dan menggenggam erat kedua tangan ini, "Rin, tolong percaya sama diriku. Lagian kamu sudah kenal aku dari kita kuliah.""Karena aku tahu kamu, makanya takut Ren. Aku merasa belum mengenal kamu seutuhnya. Apa nggak sebaiknya dipikirkan lagi matang-matang?""Jangan hukum aku akan masa lalu dulu, Rin. Itu hanya cinta monye
"Baik, Bu."Kulihat jam yang menempel di dinding sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Aku nggak tahu udah berapa lama pingsan. Baru kali ini aku merasakan pingsan seumur hidup.Berusaha mengingat apa yang sudah terjadi, badan terasa lemes, dan persendian masih terasa nyeri apalagi kepalaku masih terasa pusing.Baru ingat, kalau tadi aku sempat melabrak Deska dan Rinata. Kemana mereka? Tidak mungkin manusia tak bermoral itu tidak tahu kalau aku pingsan. Sungguh manusia tidak punya perasaan kalian.Tak lama kemudian, perempuan tadi yang ku mintai tolong untuk memesan ojek online pun datang. Dia menatah ku masuk ke mobil. Ku ucapkan terima kasih banyak dan memberikan sedikit tip untuknya.Setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai di hotel tempat menginap. Berjalan tertatih menuju kamar. Sesampainya di kamar aku tidak menemukan apa-apa, keadaan begitu sunyi sepi.Aku juga tidak tahu dimana keberadaannya. Ah sudahlah, tak perlu ku hiraukan. Biarkan saja, terserah dia mau berbuat apa, ngg