Kemudian Pak Harjoko duduk berseberangan dengan ku yang dibatasi oleh sebuah meja tamu berbentuk persegi panjang, sedangkan lelaki itu terlihat seperti mengekor, dan dia pun duduk di sebelah bosku. Kenapa dia duduk disitu? Apakah mereka saling kenal? Ah rasanya tak mungkin."Rin, maaf nunggu lama. Tadi saya sakit perut, lupa ngabarin kamu kalau agak telat" ujar Pak Harjoko sembari memegang gawainya."Iya, Pak. Nggak apa-apa, lagian saya juga belum lama nunggunya. Yaudah Pak, yuk berangkat! Kita ketemu kliennya dimana Pak? Di restoran atau dimana?" ajakku yang perlahan bangkit dari tempat duduk."Duduk dulu Rin, nggak usah terburu-buru, kliennya udah di sini kok?" jawabnya santai."Di sini gimana maksudnya Pak?" Mulai heran dengan tingkahnya ku lihat dari ujung mata tampak lelaki itu senyum-senyum sendiri, dasar aneh."Iya, ini kenalin Pak Benny klien kita yang baru." aku ternganga dibuatnya, duh Pak Bos masa iya dia klien ku sekarang, pantas saja sikap lelaki itu mencurigakan dari tad
Masih dari nomor yang tidak dikenal. Apa Rinata yang menerorku? Ketika dia masih menginap di sini tak pernah ku terima pesan teror seperti ini. Malah ketika dia nggak di sini aku di teror lagi. Bukan lagi, bukan salah lagi. Ini pasti kamu Rinata.Muka ku memanas menahan amarah yang belum bisa aku hempaskan. Ku coba tarik nafas dalam dan melepaskannya pelan-pelan, lalu beristigfar, Astagfirullah. Ya Allah berikan kesabaran lebih padaku.Ku lanjutkan mengemasi barang-barang. Setelah semuanya beres, lalu merebahkan badan di peraduan. Semoga tertidur dengan lelap.***Dari bandara aku langsung ke rumah, karena sudah check out di hotel tempat aku menginap kemarin sebelum berangkat ke Bali. Di jam istirahat aku sempat ke hotel mengambil semua barang-barang dan balik lagi ke kantor waktu itu.Ketika memasuki perkarangan rumah, tampak terparkir mobil Mas Reno di garasi. Syukurlah kalau kamu nginap di rumah Mas.Ada rasa rindu bergejolak di hatiku. Apalagi setelah mengetahui semua kebusukan Rin
Berjalan tertatih hingga terduduk di bangku yang ada di dekat taman halaman rumah. Dengan tangan bergetar ku ambil gawai di dalam tas kecil yang sedari tadi tidak lepas dari sandangan. Biar sementara nginap di hotel lagi, sebelum aku mendapatkan rumah yang baru.Adzan magrib pun berkumandang, senja telah pergi tetapi tidak dengan lukaku. Tak lama kemudian taxi online yang ku pesan pun datang. Selang menempuh perjalanan satu jam akhirnya aku sampai di hotel. Sengaja ku pilih yang di dekat kantor, supaya lebih dekat pergi kerja. Apalagi mobil ku masih terparkir di kantor karena pergi ke Bali kemarin.***Memasuki kamar lalu meletakkan koper, ku berwudhu dan setelah sholat bermunajat kepada Sang Ilahi, meminta untuk diberikan kekuatan lahir dan bathin dari apa yang tengah ku hadapi.Sembari berbaring di tempat tidur, merenungi tentang apa yang terjadi. Apa kurangnya diriku dimata Mas Reno sehingga dia tega mengkhianati ku dengan cara murahan seperti ini."Sayang, aku lembur hari ini. Ag
"Iya, Pak, makasih yah." aku berlalu meninggalkan Pak Anton dan tanpa melihat amplop tersebut.Ketika sampai di lantai 12 ku toleh ruangan gundik suamiku itu, ternyata benar dia tidak masuk. Kan apa aku bilang itu hanya akal-akalannya saja supaya tidak masuk kerja. Sedangkan kemarin wanita tak berperikemanusiaan itu sedang bercumbu dengan mantan suamiku yang masih sah secara negara.Ku lihat surat yang sedang dalam pegangan. Ku baca kop nya, ternyata dari Pengadilan Agama tak membuka surat pun aku sudah tahu apa isinya.Menghela nafas berat, tetap ku buka amplop tersebut untuk melihat tanggal persidangan. Ya Rabb empat hari lagi?Telepon voip ku berbunyi ...Kriiing"Hallo""Rin, udah siap? Kita berangkat sekarang!" ucap Pak Harjoko."Iya Pak" sahutku dengan nada melemas.Kami di antar oleh supir pribadi Pak Bos, hanya bertiga saja. Dalam perjalanan terlintas di benakku untuk bertemu dengan Reisya, karena dia menetapnya di Bandung. Semoga nanti ada waktu untuk berbincang dengannya.Re
"Tapi aku takut Rei."Walaupun Reisya menguatkan ku entah kenapa ada rasa takut terlintas dibenak ini. Dan aku tidak tahu apa arti dari rasa takut tersebut.Reisya memegang kedua bahu lalu menatap tajam dan menyeka air mata ku yang jatuh dengan pelan, "Rinjani, kamu nggak perlu takut akan apa-apa. Lagian kalau kita pakai pengacara bakalan gampang. Jadi kamu tenang yah, harus kuat ini demi harga diri. Bentar, aku coba hubungi temenku dulu." ujar Reisya melepaskan pegangannya lalu mengambil gawai di dalam tas, lalu ..."Hallo Al, lu dimana? Lagi sibuk nggak?""Hei Rei, apa kabar? Gue lagi di Bali nih ada urusan. Emang kenapa? Dari nada ngomong lu kayaknya penting banget nih kayaknya? Lu lagi ada masalah ya?"Bukan gue, tapi temen deket gue digugat cerai sama lakinya. Rencana mau pakai jasa lu buat kasus dia nanti. Lu kapan balik ke Jakarta?"Nanti malam gue juga balik Rei. Lu datang aja ke kantor bareng temen lu itu!""Oke, besok gue kabari lu yah."Reisya mematikan sambungan teleponya.
"Alhamdulillah udah Rei, alhamdulillah dikasih izin, sekarang dia udah dijalan balik ke Jakarta. Ternyata udah daritadi dia nelfon hp ku silence malah nggak di aktifin juga getarnya jadi nggak tahu Rei.""Terus sekarang gimana? Atau kita ke rumah aku dulu buat ngambil perlengkapan abis itu kita balik ke Jakarta.""Ide yang bagus, yaudah kamu lanjutin dulu makannya."Aku dan Reisya bergegas, setelah mengambil perlengkapannya di rumah kami langsung menuju Jakarta dengan menggunakan mobil Reisya. Aku bersyukur dalam kondisi ini dikasih kekuatan dan support oleh sahabat.Sesampainya di hotel aku dan Reisya langsung istirahat karena sangat melelahkan perjalanan Bandung-Jakarta belum lagi macetnya.***Pagi ini, aku dan Reisya mau ke kantor Aldy untuk membicarakan kasus cerai. Sesampainya di kantor Aldy, kedatangan kami pun di sambut hangat. Ternyata Aldy umurnya setara dengan aku dan Reisya. Dia merupakan teman Reisya semasa SMA dulu, begitu yang disampaikan Reisya ketika kami sedang dalam
"Rei, kamu tunggu di sini yah, aku mau ngecek jendela dulu mana tauan ada yang bisa dibuka." Reisya mengikuti perintahku, sedangkan mengecheck satu per satu kaca jendela rumah."Iya Rin." jawabnya singkat sambil memperhatikan kondisi.Ketika memeriksa jendela satu per satu mulai dari ruang tamu hingga ruang tengah tak ada satupun yang bisa terbuka. Aku menelusuri jendela kamar tak berhasil juga.Lalu berjalan ke belakang hingga mentok di pintu dapur. Ketika dicoba membuka handle pintu, ternyata bisa aku buru-buru masuk rumah.Aku menelusuri kamar, pertama yang ingin ku cari adalah surat rumah ini ketika ku buka lemari ada kotak tempat penyimpanan berkas-berkas berharga kami. Ketika ku buka dan perlahan mencarinya ternyata surat itu masih ada, alhamdulillah. Tetapi ketika ku check, namanya sudah berubah menjadi atas nama Mas Reno.Kenapa bisa? Sejak kapan dia merubahnya? Ku lihat tanggal balik nama itu tercantum setahun sebelumnya. Ah sudahlah tak penting juga bagi ku hadiah pemberian
"Kalau surat rumah udah dibalik nama sama dia, Rei, setahun yang lalu malah. Dan soal bukti perselingkuhan itu, ada. Aku ada rekaman CCTV nya." ucapnya dengan senyum tipis."Syukurlah Rin, aku mau lihat gimana ekspresi Reno ketika mempermalukan diri sendiri di depan orang banyak." ujar Reisya sambil tertawa, tentu saja dia bahagia melihat Mas Reno masuk perangkapnya sendiri.Aku hanya membalas dengan senyuman. Andai saja kamu tidak mengkhianati ku sejauh ini Mas, mungkin saja aku bisa memberi maaf padamu. Andai juga kamu mau mendengarkan semua penjelasan ku pasti pernikahan kita masih bisa diselamatkan.Triiing.. Truuung...Aku dikejutkan dengan bunyi nada pesan ponselku, dan ku buka, hmm ...[Hei Jal*ang, jangan pernah merasa menang. Kau akan hancur.]Begitu isi pesan lagi dan lagi dari nomor yang tidak dikenal."Rin, kamu kenapa? Kok mukanya berubah gitu?""Iya nih, aku penasaran sama pengirim pesan teror ini Rei.""Pesan teror gimana?" Reisya mengernyitkan dahi."Itu yang nggak tah