"Tapi aku takut Rei."Walaupun Reisya menguatkan ku entah kenapa ada rasa takut terlintas dibenak ini. Dan aku tidak tahu apa arti dari rasa takut tersebut.Reisya memegang kedua bahu lalu menatap tajam dan menyeka air mata ku yang jatuh dengan pelan, "Rinjani, kamu nggak perlu takut akan apa-apa. Lagian kalau kita pakai pengacara bakalan gampang. Jadi kamu tenang yah, harus kuat ini demi harga diri. Bentar, aku coba hubungi temenku dulu." ujar Reisya melepaskan pegangannya lalu mengambil gawai di dalam tas, lalu ..."Hallo Al, lu dimana? Lagi sibuk nggak?""Hei Rei, apa kabar? Gue lagi di Bali nih ada urusan. Emang kenapa? Dari nada ngomong lu kayaknya penting banget nih kayaknya? Lu lagi ada masalah ya?"Bukan gue, tapi temen deket gue digugat cerai sama lakinya. Rencana mau pakai jasa lu buat kasus dia nanti. Lu kapan balik ke Jakarta?"Nanti malam gue juga balik Rei. Lu datang aja ke kantor bareng temen lu itu!""Oke, besok gue kabari lu yah."Reisya mematikan sambungan teleponya.
"Alhamdulillah udah Rei, alhamdulillah dikasih izin, sekarang dia udah dijalan balik ke Jakarta. Ternyata udah daritadi dia nelfon hp ku silence malah nggak di aktifin juga getarnya jadi nggak tahu Rei.""Terus sekarang gimana? Atau kita ke rumah aku dulu buat ngambil perlengkapan abis itu kita balik ke Jakarta.""Ide yang bagus, yaudah kamu lanjutin dulu makannya."Aku dan Reisya bergegas, setelah mengambil perlengkapannya di rumah kami langsung menuju Jakarta dengan menggunakan mobil Reisya. Aku bersyukur dalam kondisi ini dikasih kekuatan dan support oleh sahabat.Sesampainya di hotel aku dan Reisya langsung istirahat karena sangat melelahkan perjalanan Bandung-Jakarta belum lagi macetnya.***Pagi ini, aku dan Reisya mau ke kantor Aldy untuk membicarakan kasus cerai. Sesampainya di kantor Aldy, kedatangan kami pun di sambut hangat. Ternyata Aldy umurnya setara dengan aku dan Reisya. Dia merupakan teman Reisya semasa SMA dulu, begitu yang disampaikan Reisya ketika kami sedang dalam
"Rei, kamu tunggu di sini yah, aku mau ngecek jendela dulu mana tauan ada yang bisa dibuka." Reisya mengikuti perintahku, sedangkan mengecheck satu per satu kaca jendela rumah."Iya Rin." jawabnya singkat sambil memperhatikan kondisi.Ketika memeriksa jendela satu per satu mulai dari ruang tamu hingga ruang tengah tak ada satupun yang bisa terbuka. Aku menelusuri jendela kamar tak berhasil juga.Lalu berjalan ke belakang hingga mentok di pintu dapur. Ketika dicoba membuka handle pintu, ternyata bisa aku buru-buru masuk rumah.Aku menelusuri kamar, pertama yang ingin ku cari adalah surat rumah ini ketika ku buka lemari ada kotak tempat penyimpanan berkas-berkas berharga kami. Ketika ku buka dan perlahan mencarinya ternyata surat itu masih ada, alhamdulillah. Tetapi ketika ku check, namanya sudah berubah menjadi atas nama Mas Reno.Kenapa bisa? Sejak kapan dia merubahnya? Ku lihat tanggal balik nama itu tercantum setahun sebelumnya. Ah sudahlah tak penting juga bagi ku hadiah pemberian
"Kalau surat rumah udah dibalik nama sama dia, Rei, setahun yang lalu malah. Dan soal bukti perselingkuhan itu, ada. Aku ada rekaman CCTV nya." ucapnya dengan senyum tipis."Syukurlah Rin, aku mau lihat gimana ekspresi Reno ketika mempermalukan diri sendiri di depan orang banyak." ujar Reisya sambil tertawa, tentu saja dia bahagia melihat Mas Reno masuk perangkapnya sendiri.Aku hanya membalas dengan senyuman. Andai saja kamu tidak mengkhianati ku sejauh ini Mas, mungkin saja aku bisa memberi maaf padamu. Andai juga kamu mau mendengarkan semua penjelasan ku pasti pernikahan kita masih bisa diselamatkan.Triiing.. Truuung...Aku dikejutkan dengan bunyi nada pesan ponselku, dan ku buka, hmm ...[Hei Jal*ang, jangan pernah merasa menang. Kau akan hancur.]Begitu isi pesan lagi dan lagi dari nomor yang tidak dikenal."Rin, kamu kenapa? Kok mukanya berubah gitu?""Iya nih, aku penasaran sama pengirim pesan teror ini Rei.""Pesan teror gimana?" Reisya mengernyitkan dahi."Itu yang nggak tah
"Masuk." terdengar sahutan dari dalam tentu suara Pak Bos bertubuh gendut dengan suara menggelegar.Ku buka perlahan dan menutup pintu lalu membalikkan badan ternyata gundik kesayangan mantan suamiku sudah duduk manis di sofa dengan senyum tipis, bibir menyungging sebelah kanan atas. Ku putar bola mata ke arah Pak Harjoko, terlihat tampang sangar Pak Bos yang sedang duduk di meja kerjanya ditambah lagi matanya melotot tajam.Aku berjalan pelan sambil mengatur nafas dan emosi. Feeling ku berkata ada yang tidak beres, pasti ada sesuatu yang sudah dilakukan wanita gundik itu, tentu saja hal buruk yang dia perbuat."Ada perlu apa yah Pak? Kok nyuruh saya ke ruangan Bapak?" tanya ku dengan nada rendah, ku pasang wajah tenang."Tak usah banyak tanya. Ini apa? Hah?" dia mengambil sesuatu dari laci lalu menghempaskannya di atas meja.Ku ambil amplop berwarna coklat berbentuk persegi panjang lalu mengeluarkan isinya. Waw, apa yang ku lihat, beberapa cetakan foto, ada gambar ku dengan Deska. Te
"Nggak usah Pak, nggak usah, jauh juga ke kampung saya Pak. Lagian juga nggak orang lagi di rumah saya di kampung Pak, keluarga juga udah pada balik." dia menyerobot Pak Bos yang baru selesai berbicara tanpa gelagat ketakutan dari bahasa tubuhnya."Nggak apa-apa kali, Ta. Kami juga ingin melihat makam ibu mu."Rinata semakin terlihat gugup, ditambah Pak Bos juga tidak menggubris apa yang dikatakan Rinata."Oh iya Pak, kami boleh permisi." pamit ku."Iya silakan, tapi jangan lupa Rinjani. Saya tunggu janji kamu untuk masalah yang tadi."."Iya, Pak. Siap. Hmm, Pak, kata Pak Wawan kunci mobil saya ada di Bapak ya? Boleh saya minta pak."Dia hanya diam tanpa kata sembari memberikan kunci mobilku. Raut wajahnya masih memberikan aura kesal kepadaku. Tapi tak apa."Rinata, kamu ikut saya sekarang ke ruangan." perintahku.Dia hanya mengangguk pelan dan mengikuti ku dari belakang, ku lihat wajahnya semakin pucat pasi berbeda dengan kedatangan ku tadi. Hampir saja Pak Harjoko termakan jebakan
Lalu mengetuk pintu ruangan kerja lelaki berkulit sao matang berambut ikal itu.Tok... Tok... Tok..."Silakan masuk." terdengar sahutan dari dalam."Sore Al, maaf ya baru bisa ke sini. Banyak yang mesti diurus tadi." ucapku."Iya, nggak apa-apa Rin, silakan duduk dulu.""Makasih."Selang setengah jam aku berpamitan dengan Aldy, setelah menyerahkan semua bukti-bukti yang ku temui, termasuk memberikan salah satu bukti screenshot. Ada beberapa yang di screenshot dari rekaman CCTV yang ku dapatkan, aku masih manusia yang punya logika, meski tak rela diperlakukan seperti ini. Tapi bagaimana pun tak mungkin aku perlihatkan ke Aldy adegan ranjang mereka yang memalukan dan menjijikan itu.Pesan Aldy, karena besok baru sidang mediasi jadi aku sendiri yang akan datang ke persidangan. Tak apa, yang jelas aku akan menang sampai tahap terakhir. Dan apa yang dia tuduhkan terhadap ku, akan membuat dirinya malu sendiri di persidangan nanti. Lagi lagi ini hanya soal waktu.Sembari berjalan menuju park
"Ngapain bengong hah? Baru sadar kalau ibu mu penghancur rumah tangga orang. Dan pantas saja, ibumu dibuang begitu saja oleh bapakmu sendiri." ujarnya terlihat senyum dengan bibir menyungging ke arahku."Anda kalau tidak tahu akar masalahnya jangan sekali-kali menuduh ibuku. Satu hal lagi, lebih baik anda tanyakan sendiri ke ibu anda seperti apa kejadiannya, jangan lempar batu sembunyi tangan. Seenaknya memfitnah orang lain tanpa bukti. Dan, anda waktu itu juga tidak ada di Indonesia bukan?" cerocos ku dengan mata melotot tajam ke arah Shinta, apa dia ingin ku tampar seperti Rinata tadi, bathinku geram."Udahlah Rinjani, benar kan kataku. Kau persis sama dengan ibumu tukang selingkuh, dasar wanita kampung, aku menyesal telah menikahi kau." bentak Mas Reno."Cukup Mas, cukup. Aku sudah muak dengan drama gundik dan kakak gundik mu itu. Asal kamu tahu, Deska itu pacar Rinata. Dan kamu adalah alat bagi Shinta dan Rinata. Kamu pikir Rinata itu baik? Tidak, dia sengaja memperalat mu agar be