Lalu mengetuk pintu ruangan kerja lelaki berkulit sao matang berambut ikal itu.Tok... Tok... Tok..."Silakan masuk." terdengar sahutan dari dalam."Sore Al, maaf ya baru bisa ke sini. Banyak yang mesti diurus tadi." ucapku."Iya, nggak apa-apa Rin, silakan duduk dulu.""Makasih."Selang setengah jam aku berpamitan dengan Aldy, setelah menyerahkan semua bukti-bukti yang ku temui, termasuk memberikan salah satu bukti screenshot. Ada beberapa yang di screenshot dari rekaman CCTV yang ku dapatkan, aku masih manusia yang punya logika, meski tak rela diperlakukan seperti ini. Tapi bagaimana pun tak mungkin aku perlihatkan ke Aldy adegan ranjang mereka yang memalukan dan menjijikan itu.Pesan Aldy, karena besok baru sidang mediasi jadi aku sendiri yang akan datang ke persidangan. Tak apa, yang jelas aku akan menang sampai tahap terakhir. Dan apa yang dia tuduhkan terhadap ku, akan membuat dirinya malu sendiri di persidangan nanti. Lagi lagi ini hanya soal waktu.Sembari berjalan menuju park
"Ngapain bengong hah? Baru sadar kalau ibu mu penghancur rumah tangga orang. Dan pantas saja, ibumu dibuang begitu saja oleh bapakmu sendiri." ujarnya terlihat senyum dengan bibir menyungging ke arahku."Anda kalau tidak tahu akar masalahnya jangan sekali-kali menuduh ibuku. Satu hal lagi, lebih baik anda tanyakan sendiri ke ibu anda seperti apa kejadiannya, jangan lempar batu sembunyi tangan. Seenaknya memfitnah orang lain tanpa bukti. Dan, anda waktu itu juga tidak ada di Indonesia bukan?" cerocos ku dengan mata melotot tajam ke arah Shinta, apa dia ingin ku tampar seperti Rinata tadi, bathinku geram."Udahlah Rinjani, benar kan kataku. Kau persis sama dengan ibumu tukang selingkuh, dasar wanita kampung, aku menyesal telah menikahi kau." bentak Mas Reno."Cukup Mas, cukup. Aku sudah muak dengan drama gundik dan kakak gundik mu itu. Asal kamu tahu, Deska itu pacar Rinata. Dan kamu adalah alat bagi Shinta dan Rinata. Kamu pikir Rinata itu baik? Tidak, dia sengaja memperalat mu agar be
Ku pandangi seluruh penjuru ruangan, kursi-kursi tertata dengan rapi. D bagian depan tampak meja panjang, meja pada hakim sidang. Di depannya meja tersebut ada dua buah kursi terpisah jarak satu meter, sama halnya seperti kisah rumah tangga ku yang sebentar lagi berakhir punah, bersisakan sakit dan luka. Di belakang dua kursi itu berderet bebebapa kursi lainnya.Semencekam inikah ruangan ini? Rasanya aku tak ingin berlama-lama berada di sini. Begitu tuntas sidang pertama, ingin ku berlari sekencang-kencangnya meninggalkan tempat ini.Ku lihat jam dinding masih menunjukkan pukul 09.00 pagi, aku memang sengaja cepat datang supaya tidak terjebak dalam kemacetan ibukota. Sembari menunggu, ku duduki kursi di dekat pintu masuk ruang sidang. Lebih baik menunggu di sini sampai sidang di mulai, menurut surat yang ku dapatkan, sidang di mulai pukul 10.00 pagi.***"Assalamualaikum, Bu. Ibu" aku mengetuk pintu tak sabar rasanya bertemu."Waalaikumsalam." terdengar sahutan salamku dari dalam ruma
"Nak, masalah ayahmu tak perlu dibahas lagi. Biarlah menjadi masa lalu ibu."Ku tatap penuh harap kedua netra senja perempuanku, "Bu, sekali ini jelasin ke aku boleh?"Ibu menarik nafas dalam lalu dilepaskannya perlahan."Nak, sebenarnya ibu hanya korban fitnah dari ulah ayah mu. Ibu bekerja dengan keluarga Bapak Haddy sudah dari semenjak nenek mu masih ada. Istri Pak Haddy adalah mantan pacar ayahmu. Cinta mereka terhalang oleh orang tuanya Bu Ratna, karena beda kasta. Ayahmu orang biasa dan tidak punya pekerjaan tetap, sedangkan Ibu Ratna berasal dari keluarga kaya raya.""Terus bu." desakku penuh rasa penasaran."Jadi suatu hari, Ibu Ratna memfitnah ibu, dia menuduh ibu selingkuh dengan suaminya. Supaya ibu diceraikan ayah, lalu mereka bisa menikah. Tak lama ibu bercerai dengan ayah, Ibu Ratna juga bercerai dengan Bapak Haddy.""Ibu tahu dari mana semuanya itu?""Ibu Mirna yang memberitahu semuanya ke ibu, Nak" air mata bening sekita jatuh membasahi pipi ibu.Aku menyeka airmata ib
Lebih kurang setengah jam menunggu, tidak juga ada tanda-tanda kedatangan Mas Reno, dan salah satu hakim pun bersuara."Mengingat sudah lama menunggu tetapi tidak ada kabar dari sang penggugat maka sidang mediasi kali ini ditunda, dan akan ada sidang mediasi lanjutan. Kepada Ibu Rinjani, dipersilakan meninggalkan ruangan sidang." pungkasnya."Baik, Bu." jawabku singkat. Ketika mau beranjak dari tempat duduk, tiba-tiba terdengar ada yang membuka pintu utama ruang sidang dan ..."Assalamualaikum." ucap seseorang ketika memasuki ruang sidang, spontan aku memutar badan ke arah sumber suara."Waalaikumsalam." secara serentak kami yang berada di dalam pun menjawab.Lelaki tinggi semampai lengkap berpakaian rapi, jelas aku tak mengenalnya."Permisi Bapak hakim semuanya, bolehkah saya masuk." ucapnya dengan suara lantang."Silakan." jawab salah seorang hakim.Lalu dia berjalan dan berhenti di kursi yang seharusnya di duduki oleh Mas Reno."Mohon izin pak, saya pengacara dari Bapak Reno Sento
"Jadi gimana Pak? Terbuktikan kalau saya benar?" tanyaku sedikit penekanan setelah aku berhasil membawa salah satu karyawan restoran yang ku telepon kemarin.Untung saja Reisya lagi di Bali, jadi aku bisa minta tolong sama dia tempo hari. Dan aku lebih bersyukurnya perempuan yang menolong ku waktu pingsan kala itu mau diterbangkan ke Jakarta untuk menjadi saksi menjelaskan kronologi semuanya."Iya, kamu benar. Maaf kemarin saya keliru sudah percaya dengan Rinata." jawabnya."Iya, Pak nggak apa-apa. Oh iya Pak, Rinata udah masuk? Kok daritadi saya tidak melihatnya?" tanyaku penasaran."Kemarin dia hubungi saya katanya nggak bisa masuk karena kecelakaan tempo hari."Wah info yang menyenangkan, mungkin saja mantan suamiku kecelakaan bersama gundiknya. Aku penasaran, seperti apa keadaan mereka, apa dalam keadaan buruk? Atau mungkin lebih parah dari yang ku bayangkan? Hmm, semoga saja iya."Oh kecelakaan ya Pak, kasian juga dia tapi untuk wanita perebut suami orang memang harus dapat balas
Dia melangkah tertatih, terjeda beberapa detik saat hendak membuka pintu. Rapuh? Sepertinya iya, tapi bukankah aku yang harusnya lebih rapuh dalam skenario busuknya. Saat dia membalik badan dan berjalan ke arah pintu, ku perhatikan dari ujung kaki sampai ujung kepala tidak ada tempelan perban, memar, atau semacam tanda lainnya yang menandakan dia abis kecelakaan.Apa ada skenario lagi yang sedang dia jalankan? Dahiku mengernyit memikirkannya, tapi entahlah, yang jelas sekarang ada kelegaan yang dirasakan, berhasil menyingkirkan Rinata dari perusahaan ini, tapi menurut ku dipecat seperti ini belum sesakit yang dia goreskan kepadaku, terlebih dia berani menghina ibuku. Mungkin kalau hanya sebatas menyakitiku saja, masih bisa aku tolerir, tetapi setelah mendengar apa yang dikatakannya sungguh membuat darahku naik pitam. Shinta dan Mas Reno akan dapat juga semburan permainan cantik dari ku. Kalian bersiap saja, semoga aku masih diberi kesempatan.Selepas Rinata pergi, aku pun berpamitan.
"Iya, kamu tahu dari mana?""Tadi aku ketemu dia di lift sambil nangis gitu, terus dia bilang dipecat sama Pak Harjoko.""Terus kamu tanya kenapa dia di pecat?" tanyaku balik dengan nada penuh penekanan."Hmm, tanya sih Bu. Ka-kata Rinata tadi di-dia dipecat karena, maaf bu." ucap Rendika dengan terbata-bata."Karena apa?" tanyaku lagi."Katanya karena ibu memfitnah dia." ucapnya sambil menunduk."Rendika, saya sekarang nggak mau jelasin dulu kenapa. Nanti kamu akan tahu juga kebenarannya seperti apa." jawabku, kali intonasi bicaraku merendah."Iya Bu, maaf sebelumnya.""Iya, nggak apa-apa. Saya jalan dulu." pamitku dan Rendika pun mengangguk.Seharusnya, orang-orang kantor tak perlu tahu apa yang tengah terjadi. Tapi mau bagaimana, Rinata yang memulai semua dengan memfitnah ku di depan arjoko. Sekalipun lambat laun nanti mereka akan tahu Rinata berselingkuh dengan mantan suamiku. Mungkin aku lebih malu, masih memperjuangkan lelaki seperti Mas Reno untuk tetap hidup bersama. Dan bahka