Bab 45. Dia DatangDadaku langsung bergemuruh ketika mendengar nama Vans Wistara disebut. Dalam pikiran sempat bertanya-tanya. Mungkinkah Vans Wistara yang di depanku ini, dia adalah kakek?"Bagaimana, Nak Danu? Apakah kamu terima tawaran saya untuk bekerja sama menjadi bagian dari PT Permata Berlian?""Maaf, Tuan. Sebelumnya saya ingin bertanya. Berapa lama buku saya dikontrak? Dan bagaimana sistemnya?""Em … begini, Danu. Sebenarnya, kami bukan hanya mengontrak buku Anda saja. Tapi sistem kami juga mengontrak Anda. Agar menjadi penulis tetap di perusahaan.""Maksud Anda saya menjadi penulis tetap dengan menghasilkan banyak karya?""Iya. Selama dua tahun kami mengontrak. Dan Anda harus menamatkan satu buku dalam waktu tiga bulan. Apakah Anda sanggup?""Berapa payment yang saya dapat jika menghasilkan satu buku dalam waktu tiga bulan?""Kami akan membayar buku Anda dua puluh juta jika menghasilkan satu buku dalam waktu tiga bulan. Apakah Anda setuju?"Aku terdiam. Sejenak berpikir seb
Bab 46. Kaya Dalam SemalamDadaku seketika bergemuruh. Melihat foto ibu semasa gadis. Dia wanita cantik yang ternyata, anak seorang pria kaya raya. Kulit putih mulus tanpa noda sedikit pun."Ayah, kenapa Ayah menangis?" tanya Rafa menghapus jejak air mata."Ayah gak menangis, Nak."Teringat perjuangan ibu membesarkanku kala itu. Andai, ibu putri konglongmerat kenapa hidupnya menderita? Teka teki itu masih belum terjawab sampai dia menutup mata.Kukeluarkan gelang dari saku celana, lalu memperlihatkan kepada Tuan Vans. Gelang pemberian ibu, yang disimpan di dalam kotak kayu Cendana. Bersama dengan surat wasiat."Tuan, Ibu berpesan kepadaku. Jika aku sudah menemukanmu, harus menunjukan gelang ini.""Parwati, anakku." Vans Wistara menangis tersedu-sedu. Setelah mengambil gelang dari tanganku. Pria yang ditumbuhi uban di seluruh kepala itu, pun menangis. Pipinya yang keriput tampak tirus.Lelaki yang sudah terlihat sepuh itu, lalu mencium gelang dari almarhum ibu. Entah apa yang dipikirka
Bab 47. Hukuman Untuk NainaKupandang tubuh Naina yang pergi dengan perut membuncit. Pun dengan Nyai Rosmah yang menggandeng tangan putrinya. Menjauh dari rumah. Perlahan tapi pasti, tubuh keduanya menghilang dari balik pintu pagar yang menjulang tinggi.Jujur, dalam hatiku merasa kasihan dengan keadaan Naina. Entah apa yang terjadi dengannya beberapa bulan belakangan. Keadaannya seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik.Sebelum pergi, Naina sempat berpamitan. Dia juga sengaja datang ke sini mencari alamat tempat tinggal, yang diketahui melalui internet. Gosip mudah menyebar. Kesuksesanku telah dikenal di seluruh dalam negeri. Mudah bagi Naina menemukan di rumah kakek berada."Bang, benarkah dia mantan istrimu?" tanya Rani menatapku."Iya," jawabku acuh."Cantik, ya.""Hem."Wajah Rani berubah cemberut. Aku tahu dia pasti kecewa. Hati wanita mana yang tidak terluka. Bila suaminya memuji perempuan lain. Di satu sisi aku ingin mendengar cerita Naina. Mengapa dan kenapa keadaann
Bab 48. Kisah Kita Belum SelesaiKutatap anak kecil yang berkisar umur empat atau lima tahun. Bocah itu berlari kecil ke arah Elma. Mendekap sambil menangis. Keduanya berpelukan menumpahkan air mata. Seolah tidak ingin berpisah satu sama lain."Mama, kenapa tangan Mama diborgol? Mama mau dibawa ke mana sama Bapak polisi? Vina ikut Mama, ya? Kalau Mama pergi nanti Vina sama siapa di rumah?""Vina, Sayang. Maafkan Mama, ya. Mama tidak bisa menjagamu. Mereka akan menangkap Mama, lalu memenjarakan Mama untuk waktu yang lama.""Jika Mama dipenjara, lalu Vina sama siapa, Ma? Hiks, hiks!" Vina kembali menangis. Derain air mata demi seruan jatuh membasahi pipinya yang cabi.Elma memeluk Vina, menciumnya sambil menangis. Jujur, dalam hati merasa sesak melihat ibu dan anak yang akan berpisah. Sesungguhnya, aku tidak tega memisahkan antara ibu dan anak. Akan tetapi, hukum tetap berlaku bagi Elma. Bagaimanapun juga; harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan, yang dilakukan.Kemudian, Elma berj
Bab 49. Maaf"Bang Danu?" Seru Rani. Dia menyambutku pulang. Ketika mobil berhenti terparkir di depan halaman.Senyumnya seketika menghilang. Saat melihatku membawa Naina, dan Nyai Rosmah pulang ke rumah. Untuk beberapa saat Rani bergeming di tempat. Kulihat embun bening mengajak sungai menenggelamkan bola matanya."Nanti Abang jelaskan, Dek. Sekarang bawa masuk dulu, ya tamunya," ucapku memberi pengertian.Rani mengangguk. Dia tak membantah ataupun protes. Antara mematuhi suami, yang membawa perempuan lain pulang ke rumah. Cemburu itu pasti. Apalagi, terluka. Aku bisa merasakan sakit hati Rani yang dirasakan.Terluka itu pasti ditambah rasa sakit bagai disayat-sayat sembilu. Bukan kutak menghargai Rani, tetapi aku punya alasan sendiri. Mengapa membawa Naina pulang ke rumah. Hanya satu alasannya; butuh perlindungan."Naina, Ibu, ini kamar kalian berdua. Untuk sementara tinggalah dulu di sini. Jika ada keperluan katakan saja pada Bibi. Nanti beliau yang akan membantu.""Terima kasih, K
Bab 50. Bukan Wanita BiasaSiang itu, aku mengantarkan Naina dan ibunya pergi ke rumah sakit. Nyai Rosmah akan menjalankan terapi. Sebelumnya, Rani sudah mengizinkan. Dia ingin ikut menemani pergi, tetapi ibunya meminta untuk datang ke rumah. Katanya ada urusan penting masalah tanah warisan.Sepanjang jalan kami hanya diam tak saling berbicara. Hanya sesekali saja aku melirik ke arah Naina. Beberapa hari tinggal di rumah, wajahnya terlihat segar. Mungkin juga karena pengaruh pikiran. Bahkan, Naina tampak lebih sehat dari sebelumnya. Kini, senyumnya yang dulu manis bisa dilihat kembali."Maaf, Kang. Neng terus merepotkan. Meminta Kang Danu untuk mengantarkan ke rumah sakit.""Gapapa, Neng. Akang ikhlas kok membantu.""Terima kasih atas bantuan Kang Danu selama ini. Neng banyak berhutang budi.""Anggap aja ibadah, Neng."Hening. Naina hanya membalas senyum. Terlebih Nyai Rosmah yang terlihat pucat. Hidupnya hanya bergantung dengan obat. Mungkin tidak akan bertahan lama. Kemoterapi cuma
Bab 51. Melahirkan Sesuai dengan titah kakek hari itu, aku membawa Naina dan ibunya pindah dari rumah. Sengaja mengontrak rumah di area, yang tidak jauh dari rumah sakit. Agar Naina bisa segera pergi ke sana walau aku tidak bisa mengantarnya. Kuminta pada Naina untuk berpamitan. Sebelum pergi ke kontrakan yang baru. Rani membantu Naina bersiap-siap pindahan. Kuantarkan Naina menemui kakek di ruangan kerjanya. To tok tok! Mengetuk pintu pelan. Sebelum masuk ke ruangan kakek. Satu menit menunggu di luar, akhirnya Kakek meminta kami untuk masuk. "Masuk!" Ceklek! Kutarik gagang pintu perlahan. Agar tidak menimbulkan derit suara. Melihat kakek masih duduk di kursi kebesarannya. Dia sedang membaca buku salah satu author ternama. "Kakek," sapaku lembut dengan suara pelan. Namun, jelas terdengar. "Duduklah!" Kutarik kursi untuk Naina. Kemudian, kami sama-sama menjatuhkan bobot tubuh masing-masing. Menatap wajah kakek yang masih terlihat tampan. "Naina ingin berpamitan, Kek." "Apa ka
Bab 52. Azam"Selamat, Tuan. Bayi Anda sudah lahir ke dunia. Berat badannya tiga kilogram dengan panjang 50 cm," ucap dokter yang menangani persalinan Naina.Naina sudah melahirkan anaknya ke dunia dengan selamat dan sehat. Rasa bahagia menyelimuti perasaanku. Walau bayi yang dilihatikan bukan darah dagingku, tetapi aku ikut bahagia merasakannya."Terima kasih, Dokter.""Sama-sama.""Apa boleh saya menemuinya sekarang?""Silahkan! Oh, ya. Bayinya laki-laki. Saya kira Anda harus mengadzaninya juga ""Iya, baiklah."Dokter langsung pergi. Setelah itu, aku masuk untuk melihat keadaan Naina. Dia masih terbaring terkulai lemas di atas ranjang rumah sakit."Bagaimana keadaanmu, Neng?""Kang Danu?!" Seru Naina. Dia berusaha bangun dari posisi tidur."Tidak usah bangun, Neng. Kamu harus banyak istirahat.""Maaf, Neng sudah merepotkanmu lagi, Kang." Air mata Naina kembali jatuh membasahi pipinya."Ssset!" Kuhapus jejak air mata yang mengajak sungai di pipi Naina. "Tidak usah menangis, Neng. Ak
Bab 93. Balasan Untuk Istri PengkhianatTak lama kemudian, Arga datang membawa surat kontrak CV Anugerah. Menyerahkan kepada Rani, dan mengalihkan tanda tangan padanya. Arga memberikan pena, lalu memintaku untuk tanda tangan."Ini surat pengalihan kontrak kerja dengan CV Anugerah, Rani. Kau boleh membacanya terlebih dahulu sebelum Danu menyerahkan padamu dan menandatangani surat kuasa," ucap Arga menyerahkan dokumen kepada Rani."Baiklah, Arga. Akan kuperiksa lebih dahulu sebelum ditandatangani Danu.""Kau adalah wanita licik yang menggunakan cara kotor untuk meraih kesuksesan," sarkas Arga."Memangnya kenapa jika aku melakukannya. Bukankah dia juga sama melakukan dengan cara curang?""Kau benar-benar wanita iblis, Rani," cibir Arga."Diam! Aku tidak meminta pendapatmu, Arga!" Bentak Rani. Seraya meletakkan dokumen di hadapanku."Tandatangani dokumen pengalihan ini, Danu!""Kau sudah berjanji akan membebaskan Aisyah bila aku memberikan dokumen pengalihan surat kontrak kerja itu, kan?
Bab 92. Syarat"Sial!" Umpatku kesal. Rani langsung memutus sambungan telepon."Ada apa, Danu?" tanya Arga mengernyitkan dahi."Rani memintaku untuk datang sendirian ke gudang tua. Dia menyekap Aisyah, Arga.""Astaga! Kurasa perempuan itu sudah tidak waras, Danu.""Kita harus bagaimana ini, Arga.""Tenangkan dirimu, Danu. Aku akan berusaha untuk membantumu.""Baiklah.""Kau pergilah temui Rani. Bicarakan baik-baik dengan dia.""Oke, aku pergi dulu.""Jaga dirimu baik-baik, Danu!""Iya, Arga.""Den Danu, Mamang ikut, ya." Mang Dadang menyela, ketika aku akan masuk ke dalam mobil."Tidak usah, Mang. Sebaiknya Mang Dadang pulang saja jaga Kakek. Dan jemput Rafa di sekolah. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada Rafa.""Baiklah, Den Danu. Mang Dadang akan jemput Rafa di sekolah. Den Danu hati-hati di jalan, ya!""Iya, Mang. Aku titip Rafa, ya!""Inggih, Den. Mamang akan jaga Rafa dengan taruhan nyawa."Aku mengangguk tanpa menjawab, lalu segera masuk ke dalam mobil. Melaju dengan kecepatan ti
Bab 91. Dalang PenculikkanJantungku terasa berdetak kencang. Ketika mendengar suara teriakan Aisyah, sebelum menutup telepon. Sumpah demi Tuhan. Aku takut terjadi sesuatu pada Aisyah dan bayiku.Bentley hitam melaju dengan kecepatan tinggi. Menyalip beberapa mobil yang lewat. Walau mendapat sumpah serapah pada pengendara yang lain, tetapi Arga tetap tak peduli. Aku masih terus meminta agar pulang ke rumah.Sampai di rumah aku tak melihat siapa pun. Ketika masuk kakek hanya memandangku pongah. Memasuki halaman dengan napas ngos-ngosan."Danu, apa yang telah terjadi padamu? Kenapa kau masuk tanpa permisi ataupun mengucap salam. Seperti habis dikejar setan saja," ujar kakek menatap heran."Kakek, di mana Aisyah?"Aisyah?" kening kakek mengernyit."Iya, Aisyah.""Aisyah sudah pergi ke rumah sakit.""Siapa yang sudah mengantarkan Aisyah?""Si Dadang. Memangnya kenapa?""Kakek yakin Mang Dadang yang sudah mengantarkan Aisyah?""Ya tentu saja. Apa kau pikir Kakek ini sudah pikun? Tidak bisa
Bab 90. Mati KutuSetelah kepergian Sakira, Jodi dalam pengasuhan ku. Walau kadang dia terlihat bersedih, lambat lain Jodi kembali ceria. Meski tidak seperti dulu lagi. Kadang, aku memergoki Jodi melamun. Memperhatikan teman-temannya bermain. Juga orang tua yang menggendong anaknya.Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, Jodi didaftarkan di sekolah Paud. Mungkin dengan begitu dia sedikit melupakan kesedihan kehilangan ibunya.Tiga bulan kemudian, kasus kebakaran terungkap. Bukti-bukti mengarah kepada Rani. Polisi menemukan satu anting yang jatuh di dekat area halaman. Saat itu, pihak petugas menelpon. Memberi tahu penemuan barang bukti."Selamat siang, Tuan Danu," ucap Briptu Zidan."Selamat siang, Pak.""Kami menemukan barang bukti satu buah anting mutiara di halaman depan. Apakah ini milik korban?""Bukan, Pak. Sepertinya, aku mengenal pemilik anting ini.""Bisa Anda jelaskan siapa pemiliknya?""Anting itu milik mantan istriku. Aku sendiri mengenalnya karena itu hadiah ulang tahunnya
Bab 89. Burung Gagak HitamWajah Rani membeku seketika saat Tanaka berakhir di penjara. Mungkin dia juga tidak menyangka. Kalau aku adalah pemilik perusahaan Anugerah. Saat itu, usahanya untuk membuatku bangkrut sia-sia. Benar apa pepatah mengatakan, 'apa yang kau tanam itulah yang kau petik.'Tanaka telah memetik buah dari keserakahannya. Dia mendapatkan hukuman tujuh tahun kurungan. Terbukti melakukan tindak pidana. Kini, tinggal Rani yang masih gencar untuk menjatuhkan perusahaanku."Ingat, Danu. Aku pasti akan membalas dendam atas semua perbuatanmu. Kau telah membuat kakakku masuk ke dalam penjara. Rasakan pembalasanku nanti," ucap Rank dengan nada mengancam"Sadarlah, Rani. Balas dendam itu tidak baik. Jadilah dirimu sendiri seperti dulu. Aku suka Rani yang manis dan imut seperti bintang film India.""Cih! Najis!" Cemooh Rani.Aku menarik napas. Memijat dahi yang terasa sakit. Berkali-kali menahan dada yang sesak. Tidak kusangka secepat itu Rani berubah. Seolah beberapa tahun keb
Bab 88. Kalah Telak"Celaka, Danu. Pabrik kita yang meproduksi mei instans terbakar pada bagian Utara," ucap Arga pongah. Seketika datang dengan napas tersengal-sengal."Apa?""Tidak ada satu barang pun yang bisa diselamatkan dari sana. Semua telah ludes terbakar.""Apa yang terjadi di sana, Arga?""Menurut satpam penjaga kebakaran terjadi karena adanya korsleting listrik.""Kalau begitu ayo, kita segera melihat ke sana," ujarku."Ayo!"Arga mengikuti langkahku dari belakang. Kami segera menuju ke pabrik mie instan, yang beroperasi pada jam malam. Pabrik itu, tak pernah sepi karena terbagi menjadi dua sip. Ada karyawan yang masuk jam kerja pagi. Ada juga yang masuk pada jam enam malam hingga jam enam pagi. Semua berjalan normal ketika aktivitas para karyawan dimulai.Bentley hitam menuju ke arah pinggiran kota. Ketika aku dan Arga sudah sampai di tempat itu, seluruh pabrik telah ludes terbakar. Hanya tinggal sisa sedikit saja pada bagian pengemasan."Apa yang telah terjadi?" tanyaku p
Bab 87. Iri Bilang, BosAku pulang dengan raut yang gusar. Tidak disangka mereka berdua telah menipuku habis-habisan. Bagaimana Rani bisa setenang itu, pura-pura mencintaiku. Padahal, dia wanita pengkhianat.Sampai di rumah aku segera membuka jas, lalu melemparkannya asal. Aisyah yang melihatku kesal menatap heran."Mas, apa yang terjadi? Kenapa wajahmu seperti habis kalah judi?""Aku sedang tidak bercanda, Ais. Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku tidak ingin diganggu.""Katakan kalau kamu punya masalah. Aku akan coba membantumu.""Tidak ada," jawabku ketus. Membuka dasi, lalu mencampakkan asal.Aisyah yang melihatku geram masih bergeming. Menatapku dengan pandangan heran. Mungkin dia sedang berpikir aku lagi punya masalah.Lama kami terdiam tanpa saling berbicara. Namun, Aisyah dengan sabar menungguku. Hingga emosi menjadi reda. Saat itu, dia kembali lagi sambil membawa segelas jus buah naga."Minumlah! Biar mood kamu bagus, Mas," ujarnya. Meletakkan gelas berisi jus buah naga di atas
Bab 86. Rahasia TerungkapHatiku terasa mencelos. Ketika mendengar ucapan Sakira. Ada yang disembunyikan. Namun, Sakira tak ingin mengatakan ada rahasia apa antara Rani dan juga Tanaka. Jujur, aku merasa ketar ketir saat melihat mereka datang ke pesta pernikahan Naina. Bergandengan tangan layaknya pasangan kekasih.Berkali-kali kutarik napas. Untuk menghirup oksigen dalam rongga dada. Barangkali bisa mengurangi rasa sesak yang sedari tadi menghimpit. Mungkin dengan melonggarkan dasi bisa membuatku lebih rilex. Akan tetapi, tetap saja suasana hati terasa kaku. Seolah sedang mati rasa. Duduk salah berdiri pun juga salah."Danu, celaka dua belas!" ujar Arga. Tiba-tiba saja dia masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintu. Membuatku mengernyitkan dahi."Ada apa? Kenapa kau seperti melihat hantu, Arga?""Apa kau belum tau kalau perusahaan yang ada di distrik Selatan sudah diambil alih?""Maksudnya?""Para karyawan tadi menelponku kalua PT Adikarya sudah beralih tangan.""Beralih tangan?""I
Bab 85. Talak TigaDadaku terasa sesak. Bagaimana dihimpit batu besar. Ketika mendengar Rani meminta talak. Siang itu, selesai makan kami bertiga kumpul di ruang keluarga. Dengan disaksikan kakek dan Aisyah, aku menjatuhkan talak untuk Rani.Sebuah bukti baru yang kudapat dari nomor tak dikenal, telah mengirimkan foto-foto Rani bersama selingkuhannya. Rasa sesak di dalam dada memenuhi rongga paru-paru. Bagai ditimpa beban berton-ton. Sakitnya hingga ke tulang belulang."Rani, pikirkan baik-baik permintaanmu. Benar kamu ingin meminta talak pada Danu?" tanya kakek menatapnya."Iya, Kek. Keputusanku sudah bulat. Hari ini aku akan angkat kaki dari sini untuk selamanya. Aku langsung meminta talak tiga," jawab Rani tanpa ragu."Sudahlah, Kakek. Untuk apalagi Kakek membujuk wanita seperti dia. Wanita yang tidak pantas menjaga kehormatan dirinya, dia tidak pantas untuk dipertahankan," ucapku menyela."Sabar, Danu. Semua bisa kita selesaikan secara baik-baik. Tidak harus memakai kekerasan fisi