Share

Bab 3. Perintah tuan rumah

Hari pertama Elsa bekerja di kediaman Dustin, ia baru menyadari kalau tempat tersebut ada di tengah-tengah sebuah pulau, dimana bahan makanan yang didapat dari hasil para pelayan menanam dan juga sebagian dikirim langsung melalui helikopter.

Tidak ada kendaraan laut atau darat, tempat tersebut sangat sulit diakses dan mungkin juga tersembunyi dari peta dunia. Elsa tidak pernah melihat kalau ada pulau seperti ini ketika menjelajah peta melalui ponselnya.

Pantas saja Marley sempat berkata kalau Elsa akan sulit keluar dari sana. Rupanya memang benar, satu-satunya akses untuk keluar masuk pulau adalah menggunakan kendaraan udara.

"Jadi selama ini Dustin tinggal begitu jauh dari peradaban manusia pada umumnya? Dia tidak tau internet, dia tidak tau mall atau sesuatu yang ada di kota besar. Dia bahkan tidak pernah melihat gedung pencakar langit." batin Elsa turut merasa kasihan.

Tapi ketika ia bekerja di balkon untuk membersihkan lantai, Elsa melihat Dustin sedang olahraga di luar ruangan. Jika di perhatikan, sepertinya Elsa lebih kasihan karena ia berada di sini juga karena hutang. Sementara Dustin pasti punya lebih banyak uang dari yang Elsa pikirkan.

"Dia adalah putra dari keluarga Dawson. Dia hidup serba berkecukupan walaupun tinggal di tempat terpencil seperti ini." gumamnya.

 Ketika Dustin menoleh, tidak sengaja tatapan mata mereka saling bertemu. Dustin sempat terdiam untuk melihat ke arah Elsa, karena merasa di perhatikan oleh Tuan Rumah. Elsa pun kembali melanjutkan pekerjaan.

"Ternyata rumah bagian kanan yang disebut Marley sangat luas. Bagaimana bisa aku menyelesaikan ini sendirian dalam sehari?" pikir Elsa sedikit menggerutu dan sedikit tidak percaya kalau ada rumah sebesar itu di tengah pulau terpencil.

Selesai membersihkan area balkon dan sekitarnya, ia pun turun ke lantai bawah. Di sana Dustin juga baru saja masuk rumah, keringat di leher dan wajahnya terlihat menetes. Pria itu menerima handuk yang Marley tawarkan, dan sekali lagi tatapannya bertemu dengan Elsa.

Seketika Elsa menundukkan kepala bergegas pergi, ia baru sehari di rumah itu dan belum mengetahui seperti apa sifat Dustin. Apakah sama dengan Deon atau justru lebih parah, ia tidak tau akan hal itu.

"Beritahu anak baru itu untuk jangan masuk ke dalam kamarku sampai aku mengizinkan." ucap Dustin dengan tatapan tajamnya yang melihat bahu Elsa berjalan menjauh.

Marley mengangguk patuh. "Baik, Tuan." 

Dustin pun menuju ke sisi lain rumah, dengan sexy ia melepaskan singlet hitam dan melemparnya ke atas meja sebelum terjun ke kolam dengan gerakan yang indah. Setelah cukup bermain dengan air, pria itu kembali naik ke permukaan dan mengenakan jubah mandi sambil membiarkan rambutnya meneteskan air.

"Hei, kau!" seru Dustin saat Elsa lewat membawa alat pel.

Tubuh perempuan itu tampak membeku saat dipanggil, perlahan membalikkan badan dengan raut wajah tegangnya.

"Kemari!" Dustin menggerakkan tangannya menyuruh Elsa mendekat.

Mau tak mau Elsa meletakkan alat pel yang ia pegang lalu mendekati Dustin. "Ya, Tuan. Anda butuh sesuatu?" tanya Elsa.

"Berapa usiamu?" Dustin malah balik bertanya, hal itu membuat Elsa menaikkan kedua alisnya karena penasaran pertanyaan Dustin diluar dugaannya.

"Tahun ini dua puluh empat tahun."

"Kau pernah jadi pelayan sebelumnya?" tanya Dustin lagi.

Elsa pun menggeleng, ia pernah bekerja sebagai karyawan swasta di perusahaan. Karirnya mulai bagus ketika bekerja di perusahaan Dawson sebagai resepsionis, tapi apa yang terjadi ia justru diculik untuk menjadi pelayan di tempat ini.

"Lantas kenapa kamu ada di sini dan menjadi pelayan? Apa kamu tau, rumah ini sangat jauh dari kota. Akses untukmu kembali pulang pun tidaklah mudah." Dustin kembali bertanya seperti orang yang sedang mewawancarai calon pekerja.

Elsa tau kalau ia akan kesulitan keluar dari tempat ini, tapi dirinya tidak punya pilihan lain. Tentunya Elsa tidak akan membiarkan Brisa, anak dari kakaknya yang mengambil alih pekerjaan orang dewasa di tempat ini.

Apa Dustin benar-benar tidak tau tentang keluarganya di luar sana? Apa pria ini tumbuh besar di tengah pulau seperti ini? Malang sekali nasibnya karena diasingkan oleh keluarganya, tapi lebih malang nasib Elsa karena di tempat itu ia jadi pelayan, sangat sial.

"Aku tau, aku bekerja untuk mendapatkan banyak uang di tempat ini." jawabnya berbohong agar Dustin tidak banyak bertanya lagi, toh pria ini juga tidak tau dunia luar sana seperti apa. Internet pun tidak bisa diakses dari tempat itu.

"Berapa banyak uang yang kau inginkan untuk keluar dari sini?"

Elsa mengernyitkan kening. "Kalau saya menyebutkan angka, apa Anda akan memberikannya? Apa Anda akan menyuruh saya keluar dari sini?" tiba-tiba raut wajah tegangnya tadi menjadi senang kalau memang Dustin akan menyuruhnya pergi.

Tapi dugaan Elsa salah, pria itu justru tertawa dengan nada mengejek. "Menyuruhmu pergi? Kamu berpikir seolah keluar masuk tempat ini sangatlah mudah. Sebaiknya kamu bersiap, kau akan menjalani masa tuamu di tempat ini, sama seperti Marley. Jadi percuma memiliki banyak uang kalau kau tidak akan bisa menggunakannya untuk membeli apapun."

Seketika raut wajah Elsa menjadi murung, tapi apa yang Dustin katakan benar. Memiliki banyak uang di tempat ini sia-sia karena tidak bisa digunakan. Ia langsung tertampar oleh fakta yang menyakitkan sampai tembus ke bagian hatinya.

"Sekarang pergi dan bawakan aku buah segar." perintah Dustin, pria itu dengan santai bersandar di kursi dekat kolam renang sambil memejamkan matanya.

"Aku harap kau tidak tuli, Nona Elsa." kata Dustin memberikan teguran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status