Share

Bab 6. Mimpi itu terulang lagi

Setelah langit cerah, Elsa kembali menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sesekali ia teringat akan mimpinya semalam, yang terasa begitu nyata hingga hampir seperti bukan mimpi.

"Elsa, sebentar lagi akan ada barang yang datang. Tolong bantu aku mengemasinya untuk persiapan beberapa minggu ke depan." kata pelayan Marley.

Elsa mengangguk patuh. Dua jam kemudian, suara helikopter terdengar mendekat. Dua pria dewasa menurunkan barang-barang dari helikopter dan membawanya masuk ke dalam rumah. Saat itu, Elsa melihat Dustin di balkon lantai dua, memperhatikan helikopter dengan ekspresi datar.

"Nyonya Marley, apa Tuan Dustin sering seperti itu? Apa dia tidak punya keinginan untuk pergi keluar dari pulau ini?" tanya Elsa penasaran.

Pelayan Marley meletakkan barang bawaannya lalu menatap Elsa. "Tidak mudah keluar dari tempat ini, Elsa. Kalau memang Dustin ingin pergi dari tempat ini, memang dia bisa kemana? Pulau ini adalah tempat tinggalnya dari dia masih kecil hingga tumbuh dewasa seperti ini." jawabnya, setelah itu kembali pergi untuk mengambil sisa barang yang masih ada di luar.

Sore harinya seperti biasa, Elsa bersantai di halaman belakang setelah mengerjakan tugasnya. Berbaring diatas rerumputan hijau dengan pemandangan indah adalah hiburan untuk Elsa yang tidak bisa bermain ponsel.

"Aku sering memperhatikanmu menghabiskan sisa waktu di tempat ini."

Elsa menoleh dan buru-buru bangun saat melihat Dustin mendekatinya. Aura misterius yang dibawa pria itu membuatnya tidak nyaman, tetapi ia tidak bisa menolak jika Dustin ingin bicara. Mungkin dengan begitu, ketakutannya terhadap Dustin akan berkurang.

Pria itu duduk di sebelahnya, berjarak satu meter, sambil melipat satu lututnya.

"Apa yang membuat Anda datang menemuiku di sini?" tanya Elsa.

"Tidak perlu terlalu formal. Rasanya aneh jika kamu berbicara formal saat di sini hanya ada beberapa orang yang tinggal," katanya.

Elsa menoleh melihat pria itu dari samping, wajah Dustin memang tampan. Persis dengan Deon, namun saudara kembar Dustin itu sangat hobi membawa wanita berbeda nyaris setiap hari yang membuat Elsa muak dengan kembaran Dustin.

"Aku ingin tau, kamu sudah sangat lama tinggal di pulau ini? Apa tidak ada keinginan yang kamu harapkan untuk bisa keluar dari sini?" 

Dustin menunduk, lalu tiba-tiba merebahkan tubuhnya di atas rumput hijau. Tatapan matanya melihat ke arah langit yang cerah menjelang matahari terbenam, dan untuk pertama kalinya Elsa melihat senyum manis di sudut bibir pria itu.

"Tentu saja aku pernah berpikir bisa keluar dari tempat ini. Tapi untuk apa? Dunia di luar sana sangat tidak ramah untukku, aku lebih nyaman tinggal di sini dengan suasana tenang dan hidup penuh kecukupan."

"Kamu tidak penasaran apa yang terjadi di luar sana?"

Dustin menggeleng. "Aku pernah hidup di kota sebelumnya, kamu pasti berpikir kalau aku lahir dan besar di pulau ini. Tapi itu tidak benar, mungkin saat usiaku sepuluh tahun aku di bawa ke pulau ini dan besar hingga sekarang."

Kalimat Dustin membuat Elsa menghela nafas lalu kembali berbaring beralaskan rumput. "Artinya kamu tau siapa keluargamu?"

"Tidak, aku dirawat oleh pengasuhku. Sampai sekarang aku tidak tau siapa ibu dan ayahku, aku sempat berpikir kenapa mereka begitu kejam tidak menganggapku sebagai putranya. Sebenarnya apa yang mereka sembunyikan sampai membuangku begitu jauh di pulau seperti ini."

Elsa tersenyum simpul. Ia tahu keluarga Dustin, tapi tidak berani mengatakan bahwa di luar sana Dustin memiliki saudara kembar yang wajahnya sangat mirip dengannya. Ia tidak tahu alasan keluarga Dustin menyembunyikan putranya sejauh ini, sehingga Elsa memilih diam.

"Aku masih penasaran, kenapa saat pertama kali kita bertemu kamu memanggilku Deon Dawson. Siapa pria itu?" tanya Dustin sambil menoleh ke arah Elsa.

"Mengenai itu sudah aku katakan, Deon dawson adalah salah satu pemeran di komik yang pernah aku baca. Dulu aku adalah penggemar berat membaca komik." jawab Elsa.

Suasana mendadak hening. Keduanya diam menikmati udara sore yang sejuk. Elsa sekilas melihat Dustin menangkap daun yang jatuh, menatap selembar daun kering di tangannya sebelum meremasnya hingga hancur, lalu bangkit.

"Sebentar lagi malam, akan lebih baik kalau kamu tidak berkeliaran saat malam hari di sekitar sini." katanya.

Elsa ikut bangkit, melihat bahu Dustin yang berjalan menjauh. "Tidakkah kamu ingin menjelaskan padaku alasan mengapa tidak boleh keluar saat langit gelap?" seru Elsa.

Dustin berhenti, pria itu berbalik melihat Elsa. "Setidaknya sudah lebih dari tiga pelayan yang mencoba mengakhiri hidupnya saat langit gelap, aku tidak ingin hal itu terjadi lagi." jawabnya, kemudian melanjutkan langkah pergi dari sana.

Ternyata benar apa yang pelayan Marley katakan kalau Elsa bukan pelayan muda pertama yang didatangkan ke pulau tersebut. Tapi pastinya ada alasan kenapa para pelayan sebelumnya mencoba untuk mengakhiri hidupnya di tempat ini.

"Apa benar alasannya hanya karena mereka tidak betah di tempat ini?" batin Elsa. Ia melihat ke arah Dustin dimana pria itu sudah jauh darinya, entah kenapa, tapi Elsa merasakan aura misterius itu setiap kali dekat dengan Dustin.

Saat melihat langit yang hampir gelap, Elsa bergegas lari menuju rumah karena perasaan takut membuatnya tak berani berlama lama di luar rumah ketika gelap.

Suasana malam di rumah Dustin sangat mencekam. Tak ada orang lalu lalang. Elsa diam di kamar, berbaring, dan biasanya saat malam seperti ini ia akan berada di depan komputer. Tapi sekarang ia hanya menatap kegelapan.

"Aku penasaran, berapa lama aku bisa bertahan di tempat ini," gumamnya. Ia bangun untuk minum karena itu kebiasaannya sebelum tidur.

Setelah minum, matanya mulai berat, dan ia berbaring kembali, terlelap ke alam mimpi. Di bawah alam sadarnya, Elsa merasa ada seseorang yang masuk ke kamarnya dan naik ke atas tempat tidurnya.

Mimpi semalam terulang lagi. Sosok itu mulai menyentuhnya, menjelajahi tiap bagian tubuh Elsa dengan sentuhan yang memancing gairah. Di antara sadar dan tidak, Elsa mendesah merasakan sentuhan tersebut saat sesuatu bermain di daerah intimnya.

Dalam keheningan, Elsa samar-samar mendengar suara lirih yang berkata, "Sangat sexy."

Anehnya, ia tidak bisa bangun dari mimpinya. Elsa mencoba membuka matanya, tapi tidak bisa, dan sentuhan yang ia rasakan mulai menghilang seiring Elsa terbangun dari tidurnya. 

Namun, ia terbangun sendirian lagi, dengan bagian tengah celananya yang basah. Elsa mengusap wajah dengan frustasi. "Dua hari ini mimpiku sangat aneh," gumamnya.

 Ia melangkah menuju kamar mandi dan langsung terkejut mendapati bercak merah di lehernya.

"Astaga, apa ini?" ucapnya kaget.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status