Elsa mengamati Dustin dari lantai dua. Pria itu sedang bersantai di teras, menikmati secangkir teh pagi sambil membaca buku. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di lantai dua, Elsa turun ke lantai satu untuk melanjutkan tugas lainnya.
Saat itu, Dustin masuk ke dalam rumah, dan keduanya berpapasan.
"Tidurmu nyenyak di rumah ini?" tanya Dustin, suaranya lembut.
Elsa sedikit heran mengapa Dustin tiba-tiba menyapanya lebih dulu, namun ia menjawab dengan anggukan. "Sepertinya aku mulai terbiasa tinggal di sini," jawabnya dengan senyum tipis.
Dustin tiba-tiba memperhatikan leher Elsa, keningnya mengernyit. "Ada apa dengan lehermu?"
Refleks, Elsa menutup lehernya dengan telapak tangan. "Oh, itu... Aku juga tidak tahu. Mungkin saat tidur ada serangga yang menggigitku," katanya dengan nada tak yakin.
Dustin mengangguk singkat, kemudian melangkah pergi tanpa bertanya lebih lanjut. Elsa memperhatikan bahu lebar Dustin yang menjauh. Tubuh pria itu mirip dengan sosok dalam mimpinya, tubuh tinggi dan besar. Tapi tidak mungkin Dustin diam-diam masuk ke kamarnya saat ia tertidur, kan?
Elsa menggelengkan kepala, menepis pikiran liar itu. Wajar kalau seseorang bermimpi aneh, terlebih sebelum tidur ia sudah memastikan pintu kamarnya terkunci rapat.
"Pasti hanya serangga," pikir Elsa sambil berjalan menuju kamarnya. "Aku perlu membersihkan kamar untuk memastikan."
---
"Kamu sudah berikan obatnya?" tanya Dustin saat Marley masuk ke ruang baca.
Pelayan itu mengangguk. "Sudah saya berikan sesuai instruksi Anda."
"Pastikan gadis itu tidak menyadari sampai dia sadar dengan sendirinya."
"Bagaimana jika kejadian sebelumnya terulang, Tuan?"
Dustin menutup bukunya dengan kasar, membuat Marley terkejut. Pria itu meletakkan buku ke meja, lalu menatap Marley dengan tajam.
"Siapa yang menyuruhmu menasehatiku? Lakukan saja tugasmu, pastikan semua berjalan sesuai perintahku," kecam Dustin.
Marley mengangguk dan segera bergegas keluar. Ia berjalan dengan gelisah hingga tatapannya tak sengaja melihat Elsa sedang membersihkan kamarnya. Marley memutuskan untuk menghampiri.
"Elsa, apa yang kamu lakukan?"
Elsa menoleh sejenak, lalu melanjutkan kegiatannya. "Aku membersihkan kamar. Semalam ada serangga yang menggigit leherku. Lihat ini, bekasnya sampai merah," katanya sambil menunjuk bekas gigitan di lehernya.
"Setelah selesai, segera turun dan bantu aku menyiapkan makan siang," kata Marley, Elsa mengangguk.
Marley berjalan pergi meninggalkan kamar Elsa dengan perasaan campur aduk. Ia berharap kalau Elsa akan betah tinggal di tempat ini.
"Tidak ada serangga, tempat ini sangat bersih. Ventilasi dan jendela semua tertutup dengan rapat." gumam Elsa setelah ia membersihkan kamar dan tidak menemukan apapun.
Ia lantas berjalan keluar sambil membawa teko kaca untuk persediaan air minumnya malam ini agar tak perlu keluar saat gelap.
"Sudah selesai membereskan kamarmu?" tanya pelayan Marley.
"Tapi aku tidak menemukan serangga apapun, apa serangga itu hanya datang saat malam hari?" gumamnya.
Pelayan Marley tersenyum simpul, melihat Elsa menuangkan air ke dalam teko dan meletakkannya di meja. "Kamu tidak pernah lupa membawa air ke kamarmu."
"Itu kebiasaanku. Aku sering bangun tengah malam untuk minum, jadi lebih praktis jika menyiapkannya di kamar," jawab Elsa sambil menutup teko yang sudah diisi air.
"Oh ya, Elsa. Tadi aku baru saja menangkap beberapa ikan di kolam belakang, tolong kamu bawa dan bersihkan sebelum kita olah."
"Baik." jawab Elsa.
Setelah Elsa pergi, Marley mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari sakunya dan menuangkan isinya ke dalam air minum Elsa. "Maaf Elsa, aku tidak bisa banyak membantumu," batinnya merasa bersalah.
*
Malam hari tiba, suasana kembali hening. Sebelum tidur, Elsa meminum air putih yang sudah disiapkannya. Akhir-akhir ini, setelah minum air itu, ia selalu merasa sangat mengantuk.
"Apa air di rumah ini ada campuran obat tidurnya?" gumam Elsa, menguap lebar dan berbaring. Dengan cepat, ia tertidur lelap.
Dalam tidurnya, mimpi aneh itu kembali datang. Awalnya Elsa menganggap semua itu hanya mimpi, tetapi mengapa mimpi yang sama selalu hadir setiap malam? Ketika ia bangun, bagian tengah celananya selalu basah.
Pagi harinya, tubuhnya terasa tidak nyaman. Dadanya nyeri seperti diremas oleh seseorang. "Mimpi aneh itu terus datang berulang, apa yang sebenarnya terjadi padaku?"
Tidak terasa, dua minggu berlalu.
Setiap malam mimpi yang sama terus datang, membuat Elsa semakin curiga. Terlebih sikap Dustin yang perlahan mulai baik padanya, menambah kecurigaannya. Sudah enam minggu berlalu sejak Elsa tinggal, dan selama tiga minggu terakhir ia selalu bermimpi hal yang sama.
Sore itu, Elsa tidak bersantai di halaman belakang seperti biasanya. Ia memutuskan untuk menggeledah kamarnya, memastikan pintu terkunci dari dalam dan tidak bisa dibuka dari luar. Setelah lebih dari satu jam mencari, ia menemukan sebuah pembatas aneh di ujung ruangan.
Tangannya mengetuk perlahan, suara yang timbul menunjukkan ada ruang kosong di balik dinding tersebut. Elsa lalu mencari cara membukanya, berpikir mungkin itu adalah pintu rahasia.
"Apa ini bisa dibuka dari sisi lain?" pikirnya.
Ia keluar dan mencari sisi lain dari dinding tersebut, menemukan bahwa dinding itu bersebelahan dengan ruang baca Dustin. Kenapa Elsa baru menyadarinya? Apa karena ruang baca Dustin sangat besar?
"Tidak ada pintu rahasia di sini," gumamnya.
Elsa kembali ke kamarnya dengan tangan kosong, duduk di pinggir tempat tidur cukup lama karena merasa mimpi yang datang setiap malam itu sangat aneh. Ia penasaran siapa lelaki itu, apa benar hanya mimpi atau memang benar ada yang masuk diam-diam ke kamar ini.
"Kalau itu memang mimpi, kenapa bekas sentuhannya di tubuhku terasa nyata hingga aku terbangun?" batinnya.
Dengan tatapan yakin, Elsa menghembuskan napasnya dalam-dalam. "Baiklah, mari begadang malam ini untuk membuktikannya."
Jangan lupa mendukung karya Silan ya, terima kasih :)
Rencana Elsa gagal total, ia tidak ingat sejak kapan dirinya ketiduran. Begitu bangun, lagi-lagi langit sudah terang. Semalam ia tidak ingat apa yang terjadi, namun bagian tubuhnya terasa seperti sebelumnya dimana bagian dadanya nyeri seperti diremas oleh seseorang."Elsa, kamu sakit?" tanya pelayan Marley, dengan nada khawatir."Oh, tidak. Aku hanya bermasalah dalam tidur," jawab Elsa sambil menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan kekhawatiran Marley.Semalam Elsa ingat bahwa setelah minum, dirinya duduk hingga larut malam. Namun, entah kenapa ia ketiduran begitu saja. Rasa penasarannya mengarah pada air minum yang selalu ia siapkan di meja.Kelihatannya, malam ini Elsa tidak perlu minum untuk tidur. Itu adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui apakah ada masalah dengan air tersebut atau memang hormon dalam dirinya yang membuatnya mudah mengantuk setelah minum."Aku merasa ada yang tidak beres dengan rumah ini, pasti ada rahasia besar yang belum aku ketahui," pikirnya.Malam ha
Elsa masuk kembali ke dalam kamar, tapi tidak ada bekas darah apapun di sana. Ia juga keluar untuk memastikan bagaimana semalam orang itu bisa naik ke balkon lantai dua sementara tempat tersebut sangat tinggi.Namun Elsa tidak mendapatkan bekas darah apapun, kamar sudah kembali bersih dan rapi. Sepertinya sudah ada yang membersihkannya, hingga tatapan Elsa mengarah pada lemari yang sempat ia geser ke ujung ruangan, dimana ada celah mencurigakan kalau itu adalah pintu yang terhubung ke ruangan lain."Jangan bilang karena aku menutup bagian ini sehingga dia nekat melewati balkon?" pikirnya.Elsa ke balkon, lalu melihat ke bawah. Setelah berpikir sejenak, ia pun turun untuk memastikan orang semalam terluka. Tapi tidak ada jejak apapun, Elsa dengan teliti mencari bukti hingga ia melihat setetes darah tidak jauh dari kamar Dustin.Elsa mendongak, di atas adalah kamar Dustin. Lalu ia menunduk, dan darah itu menetes dari arah sana. Spontan Elsa menutup bibirnya, jangan bilang kalau pelakunya
Rasa penasaran Elsa semakin memuncak, terlebih saat ia menemukan tetesan darah di bawah balkon tempat kamar Dustin berada tadi siang. Tapi jika Dustin adalah pelakunya, mengapa pria itu tidak memiliki luka apapun di kepalanya?Elsa merasa perlu mencari bukti sendiri untuk menuntaskan rasa penasaran. Mungkin semua orang di sini saling bekerja sama untuk menutupi sesuatu yang ia tidak ketahui. Lalu apakah monster yang Marley katakan juga hanya untuk membuatnya takut?"Ada apa di luar saat malam? Ini membuatku semakin penasaran tinggal di tempat ini," gumam Elsa. Akhirnya, untuk pertama kalinya, ia keluar setelah langit gelap. Tempat itu sangat mengerikan tanpa cahaya.Namun, ia memberanikan diri. Di tempat ini, tak ada siapapun yang akan membantunya jika bukan keberaniannya. Satu jam di luar rumah, tak ada apapun yang terjadi. Elsa kembali ke dalam dan melihat sosok tinggi besar berada di dapur."Apa yang dia lakukan?" ucapnya lirih sambil berjalan mendekat.Ia mengenali sosok itu sebag
Bagaikan mimpi buruk yang selalu datang saat ia tertidur. Kali ini dengan kesadaran penuh, Elsa melihat Dustin menyentuh tubuhnya dengan paksa. Pria itu meremasnya, menghisapnya, menusuknya dengan pergerakan yang tajam.Meskipun hatinya sakit diperlakukan seperti budak, tapi sialnya Elsa tak bisa menahan diri mengeluarkan suara memalukan itu dari bibirnya. Air matanya menetes, di antara kegelapan malam yang pekat. Tubuh disentuh tanpa permisi oleh orang yang tidak ia cintai."Aku merasa sangat hina," batinnya pilu, tapi pria yang sedang menguasai tubuhnya terlihat begitu menikmati permainannya.Dari awal, Elsa sudah merasa kalau Dustin sangat mencurigakan. Sifatnya yang misterius itu membuatnya penasaran, dan kecurigaannya ternyata benar kalau yang masuk ke dalam kamarnya setiap malam adalah Dustin.Namun mengetahui fakta itu atau tidak, tak ada yang berubah, justru secara tidak langsung ia malah menjerumuskan diri ke dalam bahaya yang lebih mengerikan."Ini lebih nikmat dari yang aku
"Turunkan aku!" teriak Elsa, tubuhnya di bawa oleh Dustin seperti sekarung kentang. Elsa merasa kepalanya pusing, tapi itu tidak seberapa jika dibandingkan oleh rasa paniknya sekarang.Pria itu terus berjalan, mengabaikan setiap teriakan dan pemberontakan yang Elsa lakukan sebelum menjatuhkan Elsa ke tempat biasa Elsa bersantai sore hari."Brengsek! Kau sangat menggelikan!" teriak Elsa.Dustin berdecak disertai kekehannya. "Aku tidak peduli kau mengumpatiku seperti apa, sebelumnya juga aku sering mendapatkan umpatan dari wanita wanita sebelum dirimu."Elsa menggertakkan rahangnya, merasa begitu benci dengan Dustin. Susah payah ia berdiri menahan sakit di kakinya, namun belum juga berdiri, Elsa kembali jatuh sambil meringis kesakitan."Kenapa tidak lari? Ah, aku lupa. Kakimu pasti terkilir saat jatuh tadi." ucap Dustin dengan nada mengejek."Menyerahlah, sayang. Tidak akan ada celah untukmu bisa kabur dariku, kau pikir dirimu bisa lari kemana di pulau yang begitu kecil ini. Aku sudah s
Tidak ada yang bisa menandingi kekuatan Dustin di pulau itu. Ia adalah monster yang sesungguhnya, menguasai setiap sudut tempat itu dengan ketakutan yang mencekam. Elsa membuka ponselnya, memeriksa daya baterai yang tersisa lima puluh persen. Beruntung, ia membawa alat cadangan untuk menambah isi daya ponsel.Elsa tidak tahu kapan ia bisa keluar dari pulau itu, tetapi setidaknya ponselnya bisa memberikan sedikit manfaat. Ia menutup mata sejenak, menghembuskan nafas panjang."Daya batrai ponselku kemungkinan tidak akan bertahan dua minggu walaupun aku sudah berusaha menghematnya. Meskipun tidak begitu berguna tanpa internet, setidaknya masih bisa dimanfaatkan dengan baik."Elsa menuju balkon, melihat pemandangan di luar. Setelah memantapkan hati, ia keluar dari rumah itu untuk meredakan stresnya, sesekali memotret dengan ponselnya. Elsa berkeliling pulau, berharap menemukan titik dengan pancaran sinyal.Setelah berkeliling cukup lama, sinyal tetap nihil. Tempat itu benar-benar terisola
Berjalan dengan satu kaki yang tidak menapak di lantai adalah ujian berat bagi Elsa. Cangkang kerang yang melukainya tepat di telapak kaki membuat setiap langkah terasa menyiksa. Namun, ia harus mengambil kembali ponselnya sebelum hujan turun. Dengan susah payah dan pincang, Elsa keluar dari rumah, berharap segera menemukan ponselnya."Kau mau kemana dengan kakimu yang sakit itu?"Elsa spontan berbalik. Di sana, Dustin bersandar di dinding sambil memegang seikat anggur hijau yang baru dipetik langsung dari pohonnya."Duduklah," perintahnya.Elsa mengabaikan ucapan Dustin, ia kembali berjalan untuk mencari ponselnya."Aku bilang duduk!" Dustin berkata lebih tegas, mengapa sulit sekali mengatur satu perempuan ini. "Kau mau apalagi? Ingin membuatku lebih susah?" sahut Elsa.Dustin menaikkan alisnya, kelihatannya Elsa mulai berani melawan. Terdengar dari suaranya yang lebih keras saat bicara."Justru aku mengatakan, duduklah. Kalau aku menyuruhmu, maka kau harus menurutiku." Tubuh besar D
Dustin membuang alat tes kehamilan ke tempat sampah lalu menatap Elsa tajam."Kamu sendiri, bagaimana bisa mengenal Emilio?" tanya Dustin, memancing balik."Katakan lebih dulu, Emilio itu siapa?" seru Elsa. Mengapa Dustin harus melemparkan pertanyaan baru saat pertanyaannya belum terjawab?Pria itu tidak menjawab, langsung berbalik badan untuk keluar dari kamar."Dustin, kau belum menjawabku." ujar Elsa geram.Akhirnya Dustin berbalik lagi. "Dia yang bertugas untuk mengirimkan para wanita ke tempat ini, aku tidak tau dia diperintah oleh siapa. Namun Emilio, pria itu pernah datang ke pulau ini untuk mengantarkan seorang wanita sebelum dirimu." jelas Dustin.Lepas mengatakan itu, Dustin kembali melanjutkan langkahnya keluar dari kamar. Elsa terdiam, ia syok kalau yang di maksud oleh Dustin adalah orang yang sama dengan orang yang Elsa kenal. Emilio adalah suami dari kakak Elsa, ibu Brisa. Kalau memang dia adalah orang yang sama maka itu berarti...Elsa refleks menutup bibirnya. "Tidak