Elsa masuk kembali ke dalam kamar, tapi tidak ada bekas darah apapun di sana. Ia juga keluar untuk memastikan bagaimana semalam orang itu bisa naik ke balkon lantai dua sementara tempat tersebut sangat tinggi.Namun Elsa tidak mendapatkan bekas darah apapun, kamar sudah kembali bersih dan rapi. Sepertinya sudah ada yang membersihkannya, hingga tatapan Elsa mengarah pada lemari yang sempat ia geser ke ujung ruangan, dimana ada celah mencurigakan kalau itu adalah pintu yang terhubung ke ruangan lain."Jangan bilang karena aku menutup bagian ini sehingga dia nekat melewati balkon?" pikirnya.Elsa ke balkon, lalu melihat ke bawah. Setelah berpikir sejenak, ia pun turun untuk memastikan orang semalam terluka. Tapi tidak ada jejak apapun, Elsa dengan teliti mencari bukti hingga ia melihat setetes darah tidak jauh dari kamar Dustin.Elsa mendongak, di atas adalah kamar Dustin. Lalu ia menunduk, dan darah itu menetes dari arah sana. Spontan Elsa menutup bibirnya, jangan bilang kalau pelakunya
Rasa penasaran Elsa semakin memuncak, terlebih saat ia menemukan tetesan darah di bawah balkon tempat kamar Dustin berada tadi siang. Tapi jika Dustin adalah pelakunya, mengapa pria itu tidak memiliki luka apapun di kepalanya?Elsa merasa perlu mencari bukti sendiri untuk menuntaskan rasa penasaran. Mungkin semua orang di sini saling bekerja sama untuk menutupi sesuatu yang ia tidak ketahui. Lalu apakah monster yang Marley katakan juga hanya untuk membuatnya takut?"Ada apa di luar saat malam? Ini membuatku semakin penasaran tinggal di tempat ini," gumam Elsa. Akhirnya, untuk pertama kalinya, ia keluar setelah langit gelap. Tempat itu sangat mengerikan tanpa cahaya.Namun, ia memberanikan diri. Di tempat ini, tak ada siapapun yang akan membantunya jika bukan keberaniannya. Satu jam di luar rumah, tak ada apapun yang terjadi. Elsa kembali ke dalam dan melihat sosok tinggi besar berada di dapur."Apa yang dia lakukan?" ucapnya lirih sambil berjalan mendekat.Ia mengenali sosok itu sebag
Bagaikan mimpi buruk yang selalu datang saat ia tertidur. Kali ini dengan kesadaran penuh, Elsa melihat Dustin menyentuh tubuhnya dengan paksa. Pria itu meremasnya, menghisapnya, menusuknya dengan pergerakan yang tajam.Meskipun hatinya sakit diperlakukan seperti budak, tapi sialnya Elsa tak bisa menahan diri mengeluarkan suara memalukan itu dari bibirnya. Air matanya menetes, di antara kegelapan malam yang pekat. Tubuh disentuh tanpa permisi oleh orang yang tidak ia cintai."Aku merasa sangat hina," batinnya pilu, tapi pria yang sedang menguasai tubuhnya terlihat begitu menikmati permainannya.Dari awal, Elsa sudah merasa kalau Dustin sangat mencurigakan. Sifatnya yang misterius itu membuatnya penasaran, dan kecurigaannya ternyata benar kalau yang masuk ke dalam kamarnya setiap malam adalah Dustin.Namun mengetahui fakta itu atau tidak, tak ada yang berubah, justru secara tidak langsung ia malah menjerumuskan diri ke dalam bahaya yang lebih mengerikan."Ini lebih nikmat dari yang aku
"Turunkan aku!" teriak Elsa, tubuhnya di bawa oleh Dustin seperti sekarung kentang. Elsa merasa kepalanya pusing, tapi itu tidak seberapa jika dibandingkan oleh rasa paniknya sekarang.Pria itu terus berjalan, mengabaikan setiap teriakan dan pemberontakan yang Elsa lakukan sebelum menjatuhkan Elsa ke tempat biasa Elsa bersantai sore hari."Brengsek! Kau sangat menggelikan!" teriak Elsa.Dustin berdecak disertai kekehannya. "Aku tidak peduli kau mengumpatiku seperti apa, sebelumnya juga aku sering mendapatkan umpatan dari wanita wanita sebelum dirimu."Elsa menggertakkan rahangnya, merasa begitu benci dengan Dustin. Susah payah ia berdiri menahan sakit di kakinya, namun belum juga berdiri, Elsa kembali jatuh sambil meringis kesakitan."Kenapa tidak lari? Ah, aku lupa. Kakimu pasti terkilir saat jatuh tadi." ucap Dustin dengan nada mengejek."Menyerahlah, sayang. Tidak akan ada celah untukmu bisa kabur dariku, kau pikir dirimu bisa lari kemana di pulau yang begitu kecil ini. Aku sudah sa
Tidak ada yang bisa menandingi kekuatan Dustin di pulau itu. Ia adalah monster yang sesungguhnya, menguasai setiap sudut tempat itu dengan ketakutan yang mencekam. Elsa membuka ponselnya, memeriksa daya baterai yang tersisa lima puluh persen. Beruntung, ia membawa alat cadangan untuk menambah isi daya ponsel.Elsa tidak tahu kapan ia bisa keluar dari pulau itu, tetapi setidaknya ponselnya bisa memberikan sedikit manfaat. Ia menutup mata sejenak, menghembuskan nafas panjang."Daya batrai ponselku kemungkinan tidak akan bertahan dua minggu walaupun aku sudah berusaha menghematnya. Meskipun tidak begitu berguna tanpa internet, setidaknya masih bisa dimanfaatkan dengan baik."Elsa menuju balkon, melihat pemandangan di luar. Setelah memantapkan hati, ia keluar dari rumah itu untuk meredakan stresnya, sesekali memotret dengan ponselnya. Elsa berkeliling pulau, berharap menemukan titik dengan pancaran sinyal.Setelah berkeliling cukup lama, sinyal tetap nihil. Tempat itu benar-benar terisola
Berjalan dengan satu kaki yang tidak menapak di lantai adalah ujian berat bagi Elsa. Cangkang kerang yang melukainya tepat di telapak kaki membuat setiap langkah terasa menyiksa. Namun, ia harus mengambil kembali ponselnya sebelum hujan turun. Dengan susah payah dan pincang, Elsa keluar dari rumah, berharap segera menemukan ponselnya."Kau mau kemana dengan kakimu yang sakit itu?"Elsa spontan berbalik. Di sana, Dustin bersandar di dinding sambil memegang seikat anggur hijau yang baru dipetik langsung dari pohonnya."Duduklah," perintahnya.Elsa mengabaikan ucapan Dustin, ia kembali berjalan untuk mencari ponselnya."Aku bilang duduk!" Dustin berkata lebih tegas, mengapa sulit sekali mengatur satu perempuan ini. "Kau mau apalagi? Ingin membuatku lebih susah?" sahut Elsa.Dustin menaikkan alisnya, kelihatannya Elsa mulai berani melawan. Terdengar dari suaranya yang lebih keras saat bicara."Justru aku mengatakan, duduklah. Kalau aku menyuruhmu, maka kau harus menurutiku." Tubuh besar D
Dustin membuang alat tes kehamilan ke tempat sampah lalu menatap Elsa tajam."Kamu sendiri, bagaimana bisa mengenal Emilio?" tanya Dustin, memancing balik."Katakan lebih dulu, Emilio itu siapa?" seru Elsa. Mengapa Dustin harus melemparkan pertanyaan baru saat pertanyaannya belum terjawab?Pria itu tidak menjawab, langsung berbalik badan untuk keluar dari kamar."Dustin, kau belum menjawabku." ujar Elsa geram.Akhirnya Dustin berbalik lagi. "Dia yang bertugas untuk mengirimkan para wanita ke tempat ini, aku tidak tau dia diperintah oleh siapa. Namun Emilio, pria itu pernah datang ke pulau ini untuk mengantarkan seorang wanita sebelum dirimu." jelas Dustin.Lepas mengatakan itu, Dustin kembali melanjutkan langkahnya keluar dari kamar. Elsa terdiam, ia syok kalau yang di maksud oleh Dustin adalah orang yang sama dengan orang yang Elsa kenal. Emilio adalah suami dari kakak Elsa, ibu Brisa. Kalau memang dia adalah orang yang sama maka itu berarti...Elsa refleks menutup bibirnya. "Tidak
Rasa bosan yang Elsa rasakan benar-benar sulit di deskripsikan. Ia dilarang keluar dengan alasan kakinya yang terluka, kini Elsa berada di dalam kamar sudah lebih dari satu jam tanpa melakukan apapun selain menikmati oksigen dengan gratis.Elsa menoleh, ia melihat lemari yang ia geser untuk menutupi celah di ujung ruangan, lemari itu kini berpindah tempat ke semula sebelum ia geser. Elsa lantas berdiri, mengetuk dinding dengan tangannya."Aku yakin kalau ini adalah pintu, tapi bagaimana cara membukanya?" ia mencoba mendorong sekuat tenaga, tapi tetap tidak terbuka.Setelah cukup lama berusaha, Elsa menyerah dan berakhir bersandar di dinding itu. Tanpa ia duga, celah tersebut bergeser, sangking kaget Elsa hampir jatuh."Apa? Jadi benar ini pintu?" batinnya kaget, cara membukanya juga bukan di dorong, melainkan digeser.Pintu tersebut memang tidak begitu besar, cukup satu orang yang bisa melewatinya. Sekarang Elsa mengerti, kenapa Dustin mudah sekali keluar masuk kamar itu, ternyata mema
15 tahun kemudian.Seorang remaja berlari cepat keluar dari mobil, nyaris tersandung saat memasuki rumah. Nafasnya terengah, tapi wajahnya dipenuhi kegembiraan. Dustin, yang baru saja selesai menutup laptopnya setelah bekerja seharian, langsung tersentak melihat putranya datang tergesa-gesa."Jacob, ada apa?"Dengan bangga Jacob menunjukkan sertifikat berprestasi pada Dustin, "Kakek menyuruhku untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu, tapi aku bisa melakukannya dengan lebih cepat."Dustin memandang putranya dengan ekspresi bingung. "Maksudmu?""Aku lulus, aku menjadi mahasiswa termuda yang akan lulus tahun ini." teriak Jacob sangat bangga, belum sempat Dustin bereaksi, Jacob sudah berlari ke halaman belakang untuk memamerkannya pada Elsa.Terlihat remaja dua puluh tahun itu sangat antusias saat pamer prestasinya di depan Elsa, senyum Dustin menghiasi wajahnya. Dulu ia sempat berprasangka buruk dengan pilihan Kellan Dawson saat pria itu meminta agar mengutamakan pendidikan Jacob.Dan
Beberapa hari berlalu, dan Dustin akhirnya memberi tahu Elsa keputusan yang sudah ia buat. Mulai hari ini, mereka akan tinggal di New York tanpa batas waktu yang pasti. Kekhawatiran Dustin soal kesehatan Elsa, terutama kandungannya yang masih rentan, membuatnya merasa pulau itu terlalu jauh dari fasilitas medis yang memadai. Ia tidak ingin mengambil risiko.Namun hari ini, ketakutan Elsa yang selama ini membayangi akhirnya tiba. Kellan Dawson, pria yang selama ini menghantui pikirannya, berdiri di depan rumah. Sementara itu Elsa hanya di rumah dengan Jacob berdua, Dustin pergi tanpa memberi tahu tujuannya.Melihat sosok Kellan dari balik jendela saja membuat seluruh tubuh Elsa gemetar. Detak jantungnya berpacu, pikiran-pikiran buruk menyerbu benaknya. Apakah dia datang untuk memisahkanku dari Dustin lagi? Refleks, Elsa memeluk perutnya, seolah melindungi bayinya dari ancaman.Pintu terbuka, dan seketika atmosfer di dalam rumah berubah. Udara terasa lebih tebal, seolah setiap molekul di
Setelah menunggu dengan cemas, Elsa akhirnya membuka matanya. Dua belas jam ia tak sadarkan diri, dan begitu ia terbangun, rasa pusing langsung menyerang kepalanya, membuat dunia di sekitarnya seakan bergelombang. Dengan gerakan lemah, tangan Elsa menyentuh kepalanya, mencoba meredakan rasa sakit yang berdenyut di dalamnya.“Dustin,” desisnya pelan, nyaris tak terdengar.Dustin yang tertidur di kursi sebelahnya langsung terbangun. Kantuk masih terlihat jelas di wajahnya, namun kekhawatiran segera menggantikan saat ia melihat Elsa mulai bergerak.“Els, kamu sudah sadar? Apa kau baik-baik saja sekarang?” tanyanya cemas, suaranya penuh harap.Elsa menggeleng lemah. “Tidak... aku tidak baik-baik saja.” Suaranya serak, dan kepalanya masih terasa berat. “Di mana Jacob?” tanyanya, pikirannya langsung melayang pada anak mereka.“Dia bersama Deon,” jawab Dustin.Elsa sontak menatap Dustin, matanya menyiratkan kebingungan. Jacob? Dengan Deon? Pikiran Elsa berkecamuk, namun sebelum ia sempat melo
Perjalanan dari pulau menuju kota setidaknya membutuhkan waktu dua jam, selama dua jam dalam perjalanan itu keringat dingin membasahi tubuh Dustin. Di belakang, Jacob menangis di sebelah Elsa yang tidak sadarkan diri.Setelah menempuh perjalanan udara, helikopter berhenti di helipad gedung rumah sakit. Saat itu juga Dustin membopong tubuh Elsa yang lemas tidak berdaya, di belakangnya Jacob berlari mengikuti sambil menangis."Dokter, cepat selamatkan istriku!" teriak Dustin, raut wajah pucatnya menunjukkan kekhawatiran yang luar biasa. Karena terlalu cemas dengan kondisi Elsa, Dustin tidak sadar kalau dia kehilangan Jacob saat keluar dari lift.Pihak medis segera membawa Elsa ke ruangan, suasana semakin menegangkan bagi Dustin. Dia hanya berjalan kesana kemari dengan khawatir menunggu hasil pemeriksaan Elsa keluar. Dustin cemas, bagaimana kalau tindakannya kemarin yang kelewatan membuat Elsa jadi seperti ini?Sambil menyugar rambutnya frustasi, Dustin tak henti-hentinya berdoa agar Els
Rencana untuk memiliki anak kedua ternyata bukan candaan, dan untuk membuat keinginan tersebut menjadi nyata tentunya Elsa dan Dustin perlu melakukan tindakan yang lebih sering lagi berbagi kehangatan bersama. Sejak beberapa malam yang lalu, Dustin dan Elsa sepakat kalau mereka akan memberikan seorang adik untuk Jacob.Hari ini Elsa sedang melihat hasil fermentasi anggur dari kebun pribadi mereka, tiba-tiba saja Dustin datang dari belakang memeluk pinggang Elsa."Coba anggur ini, sepertinya ada yang salah dengan cara pembuatannya." Elsa memberikan percobaan pertama untuk Dustin, pria itu mencobanya lalu menggeleng."Tidak, memang seperti ini rasanya. Kita tidak bisa membuka botol anggur yang difermentasi kecuali jika ingin meminumnya, karena setelah dibuka maka rasa dari minuman anggur ini akan berbeda dalam hitungan jam." jawabnya.Elsa mengangguk mengerti, dia baru tau kalau dalam fermentasi wine dengan cara seperti ini. Di dalam ruangan bawah tanah itu, ada banyak sekali tong berisi
Musim demi musim terus berganti, tak terasa kini Jacob sudah berusia lima tahun. Keseharian yang selalu dilakukan Elsa dan Dustin selama lima tahun terakhir memang tidak banyak berubah, namun tentu saja kehidupan sederhana mereka sangatlah menyenangkan.Terik matahari tidak menghalangi Elsa untuk duduk bersantai, melihat Dustin dan putranya sedang bermain papan seluncur menerjang ombak yang bergelombang cukup tinggi pagi itu. Ditemani sebuah kacamata hitam, Elsa menikmati momen yang ia rasakan."Hidup tanpa internet ternyata tak seburuk yang kuduga," gumamnya, tersenyum pada keheningan di sekelilingnya.Dari kejauhan terlihat Jacob berlari menghampiri, di belakangnya Dustin mengikuti Jacob. Kedua lelaki itu seperti duplikat versi kecil dan besar, Jacob sangat mirip dengan Dustin kecuali rambutnya sedikit pirang seperti Elsa."Ibu, aku sudah bisa berselancar sendiri!" seru Jacob dengan gembira, matanya berkilauan penuh kebanggaan.Dustin tersenyum dan mengusap kepala putranya. "Kamu he
Setahun berlalu dengan cepat, dan selama satu tahun itu Dustin hanya sekali keluar pulau untuk melihat anak-anak panti asuhan dan juga perkembangan perusahaannya. Namun di hari yang sama juga, Dustin kembali ke pulau sehingga Kellan tak bisa melacak keberadaannya.Beberapa waktu terakhir adalah pergantian musim semi, sehingga udara lebih hangat dari biasanya. Banyak kelinci berkeliaran bebas, bahkan Jacob yang kini usianya lebih dari setahun sudah lincah berlarian mengejar beberapa kelinci yang ada di belakang rumah."Dustin!" panggil Elsa sambil menuruni tangga, namun ia hanya melihat Jacob yang bermain di temani oleh seorang pengasuh di luar. "Dimana Dustin?" tanya Elsa.Pengasuh Jacob menoleh, "Tuan ke arah sana membawa jaring, Nyonya." jawabnya sambil menunjuk sebuah arah.Elsa mendengus tipis, pasti Dustin pergi untuk mencari udang. Pria itu tidak pernah berubah, setiap ada waktu pasti akan mencari udang-udang liar itu. "Kamu jaga putraku," kata Elsa.Dengan langkah cepat, Elsa m
Tidak ada masalah, tidak ada pengganggu. Suasana tenang dalam kedamaian, bahkan untuk melakukan apapun di pulau itu bebas tanpa ada yang melarang. Dustin bisa mengekspresikan dirinya seperti apa adanya, tetap menjadi Dustin yang menginginkan kebebasan.Dan ternyata, kehidupan di pulau tersebut adalah kebebasan yang sebenarnya Dustin cari. Kehidupan di kota tak begitu menyenangkan seperti yang pernah Dustin bayangkan, justru kehidupan di kota sangatlah mengerikan, karena di sana Dustin tak bisa tenang menjalani hidupnya dengan Elsa.Tapi di pulau ini, apapun yang Dustin inginkan dengan Elsa bisa mereka lakukan bersama tanpa takut ancaman dari orang lain. Tidak ada yang akan terluka, tidak ada hati yang akan merasa terkhianati. Hanya ada kedamaian, rasa tenang dan kehidupan yang benar-benar santai.Musim panas masih berlangsung, Elsa duduk di tepi pantai melihat Dustin menerjang ombang dengan papan seluncur. Terlihat sangat mahir, pria itu juga terlihat semakin tampan dan eksotis saat ku
Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam melalui jalur laut yang cukup berbahaya, Dustin dan Elsa akhirnya tiba di pulau tempat tinggal Dustin sebelumnya pada pukul delapan pagi. Tidak ada yang berbeda dari tempat itu, setidaknya lebih dari setahun Elsa meninggalkan pulau sebelum kembali lagi.Elsa turun dari yacht, ia baru tau ada dermaga yang di bangun khusus untuk parkir kendaraan air berukuran besar itu. Dustin mengikuti Elsa setelah mengikat tali kapan dan menurunkan jangkar."Udara yang aku rindukan," ucap Dustin sambil merentangkan tangan."Jangan lupa bawa barang milik Jacob," tegur Elsa.Dustin berdecih lirih, tapi tetap menenteng tas yang berisi barang kebutuhan putranya. Mereka menuju ke rumah satu-satunya di tempat itu, sebelum masuk ke dalam rumah, langkah Elsa berhenti."Sepertinya ada yang aneh," ucapnya.Dustin tersenyum tipis, tanpa menjawab, dia mendahului Elsa masuk ke rumah. Dan benar saja, ada yang aneh. Rumah itu terlihat lebih baru dan terawat, halaman yan