Sebelum lebih jauh menelisik ke dalam hutan, Tanya sepintas menatap Ares. Bukan tanpa alasan dia meminta pendapat lelaki itu dengan bahasa isyarat. Jumlah anggota organisasi pembunuh yang dapat dia rasakan di atas bukit tidaklah sedikit. Apalagi ketika sudah mendapati pintu masuk ke lereng bukit, itu semakin kuat terasa.Dari sebagian eksistensi energi yang dapat dia rasakan. Ada yang menurutnya memiliki energi yang tidak biasa. Terutama mereka yang bergerak dengan cepat menuruni bukit. Di dahan pepohonan, di semak belukar, Hinggan di belakang batu. Tanya mengetahui ada ahli beladiri yang sedang mengintainya di tempat-tempat tersebut. Dia melangkahkan kaki dengan waspada serta masih sesekali melirik lelaki di sampingnya dengan ujung mata. "Serang!" Aba-aba berkumandang dari mereka yang bersembunyi. Beberapa langsung menerjang Tanya, beberapa lagi menyerang Ares. Mereka semua dapat dikalahkan dengan mudah karena memang hanya sekumpulan ahli beladiri biasa yang kebetulan berjaga. Pri
Kalista ingin sekali membantu Tanya yang dikepung asap merah muda namun dia juga memiliki pertarungan yang sulit. Ares hanya melirik ke arah kepungan asap dengan ujung matanya dan kembali fokus bertarung. Dia tidak sedikitpun tampak khawatir. sebab dapat dengan jelas merasakan gadis itu baik-baik saja di dalam sana."Aku belum mati!" teriak Tanya.Pengguna elemen asap tersentak dan menarik dirinya ke belakang mendengar gadis itu berteriak tepat pada gumpalan asap di depannya. Tidak lama kemudian Tanya keluar dengan ayunan bilah pedang yang pasti. "tidak ada hari esok untukmu!" seru Tanya. Meski tebasan gadis itu tidak mengenai target. Tapi domain pembunuh waktu telah dia persiapkan sejak awal. Kini domain itu tepat berada di atas pria itu. Kemudian, petir dahsyat menyambar dari sana.Pengguna elemen asap yang berada di udara tanpa bisa menghindar menerima serangan itu secara penuh. Petir yang menyambar membuatnya jatuh dan kehilangan gerak serta waktu berada di dunia."Anak ini jeniu
Pembagian lawan yang telah direncanakan pemimpin pembunuh sejak awal menjadi alasan mengapa Tanya mendapatkan musuh yang terlemah. Itu karena dia diremehkan, bagaimanapun pemimpin pembunuh tidak dapat melihat sampah di klan Quinn ditangani oleh anak buahnya yang kuat. Tanya jauh dari kata lemah seperti yang di rumorkan orang-orang. Sampai-sampai gadis itu dapat mengalahkan tiga dari ahli beladiri tingkat spesial yang dia lawan. Pimpinan pembunuh menilai ulang kemampuan gadis itu. Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah diputuskan di awal. Cotan akan mengurus nyawa Tanya sendiri. Sebab jika dibiarkan beberapa tahun saja, Tanya pasti akan menjadi ahli beladiri yang kekuatan sangat kuat. Gadis itu mewarisi kemampuan sang putri yang telah menyelamatkan dunia. Saat Tanya bangkit, lagi dan lagi Cotan menyerangnya dengan tendangan dan pukulan yang dibalut api biru. Tidak peduli apakan itu perempuan atau laki-laki. Dia tidak sedikitpun ingin menurunkan kekuatan serangannya. "Ares ...."
Ares menghilang dan mendaratkan pukulan kuat di dagu bawah Cotan. Cotan dikirim ke ketinggian langit. Kemudian Ares melambaikan tangannya pada yang lain, memberi isyarat untuk mereka semua juga maju. Empat bawahan Cotan tanpa ragu langsung ikut andil menyerang. Ares menghindari pukulan yang dapat ia dihindari. Menangkis pukulan yang dapat ditangkis. Serta membalas serangan ketika menemukan celah saat bertahan. Dari mereka semua, Atlas yang paling menghambatnya. Berbagai serangan yang Atlas layangkan menargetkan titik vital tubuh. Bahkan dengan kemampuan mata yang dimilik Atlas, lelaki itu mampu melihat gerakan Ares jauh lebih baik dari siapapun di dunia ini. Ares menyadari bahwa, sekalipun dia memakai seluruh energi roh dan mendapatkan kecepatan yang tidak terbayangkan. Atlas akan tetap mampu melihatnya.Itu dikarenakan Atlas merupakan ahli beladiri tipe sensor. Artinya, keberadaan siapapun dapat dia rasakan termasuk dan tidak terbatas pada orang yang bergerak sangat cepat. Dengan
"Hujan?" Alis Atlas mengerut ketika rintik air jatuh ke permukaan wajahnya yang cukup memprihatinkan. Tidak terasa hari sudah hampir menelan siang. Jika saja tidak tertutup awan kelabu, dia mungkin dapat melihat senja datang di atas bukit seperti biasanya. Ah, mungkin saja itu tetap tidak akan terjadi. Atlas ingat sebelumnya ia sedang berada dalam pertarungan dan terpental karena sebuah tendangan. Tendangan menakutkan dari lelaki itulah yang membuatnya berakhir terbaring di sini. Entah berapa lama dia pingsan. Dari kejauhan terdengar suara pukulan berat saling beradu. Atlas meyakini pertarungan masih belum berakhir. Sebelum dia pingsan, Cotan belum menggunakan unik skillnya, jadi dia tentu belum kalah. Lagipula kemampuan tipe sensornya dapat memastikan yang sedang bertarung adalah Cotan."Ada yang bergerak ke sini?" Dahi Atlas kembali berkerut saat duduk.Dia merasa seseorang membawa kekuatan yang besar sedang bergerak sangat cepat. Biasanya dengan jarak sejauh itu ia tidak dapat m
Bilah pedang yang tertancap di tanah menelan rantai api putih hingga membuat bunyi gemerincing. Rintik hujan yang jatuh mengenainya menciptakan uap-uap tipis. Rantai itu terhubung dengan Aaron yang memegang tangkainya di atas langit. Untung saja, dia masih sempat melindungi gadis itu di detik paling penting. Dengan sangat cepat Aaron terbawa dari atas awan ke bilah pedang yang tertancap. Dia segera melayangkan tendangan berbalut api putih ke Atlas saat sampai ke bawah. Mata Atlas dapat melihat serangan itu meski lebih sedikit cepat darinya. Aaron belum mencapai kecepatan yang sama cepatnya dengan Ares yang sebelumnya dia lawan, jadi masih bisa ditanggulangi. Atlas mundur beberapa langkah ke belakang guna mengambil jarak. Tenggorokannya tercekat, api putih itu jauh lebih panas dibanding dengan yang dimiliki Cotan. Karena hujan pijakan berlumpur pasti sedikit banyak menghambatnya dalam bergerak. Dia menatap dua bilah pedang yang dihubungkan oleh rantai api putih dengan tangkai di pe
"Aku belum kalah! Aku masih memiliki banyak bawahan di atas. Mereka ada ribuan!" Cotan tampak tidak akan menyerah sedikitpun. Ares menghela napas melihatnya, merasa kasihan dengan Cotan yang sudah dibutakan oleh keinginan menguasai dunia, "Kau tidak mengerti. Kau sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Menurutmu kenapa mereka tidak pernah datang? Kita sudah bertarung sangat lama."Tanpa menjelaskan lebih lanjut Ares mengangkat tangannya. Dari atas bukit benda-benda kecil seukuran peluru datang berterbangan. Benda itu dilumuri oleh darah, menandakan bawa semua bawahan Cotan telah terbunuh. Sebaiknya Cotan melihatnya sendiri agar memahami akan keadaan. "Ti—tidak mungkin?!""Selama mereka bukan ahli beladiri tingkat spesial. Mereka tidak menyadari akan seranganku. Dan kau tahu sendiri tidak ada lagi bawahan yang berada di tingkat itu. Mereka mengalami kematian tanpa sempat memahami rasa sakit," jelas Ares. Saat awal-awal pertarungan Ares sudah menyebar suhu dingin ke atas bukit. Memindai j
"Kakak!" Anak perempuan itu menghambur peluk setelah berseru semangat. Mahkota kecil menghiasi kepalanya, menambahkan kesan lebih tinggi daripada anak lelaki yang dia peluk. "Kenapa lagi? Kalau kau diam menemui kakak ayah akan menghukummu lagi," jawab anak lelaki itu setengah senang dan setengahnya lagi cemas. "Lihat ini!" Anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Api biru merembet dari sana. "Aku sudah mampu membuat elemenku sendiri!" "Lalu? Kenapa kamu berwajah murung begitu? Bukankah adik harusnya senang karena sudah mampu mengendalikan elemen seperti yang adik idam-idamkan," jawab anak lelaki merasa heran. "Tapi ...." Anak perempuan itu wajahnya semakin tidak enak dipandang. "Kenapa elemenku malah api? Tidak sama seperti kakak dan ayah. Aku ingin mempunyai elemen es juga!"Anak itu tampak cemburu. Dia sudah berlatih keras untuk naik tingkat dari ahli beladiri biasa yang hanya bisa memberdayakan energi roh ke tubuh fisik, menjadi ahli beladiri pengendali elemen."Api juga bag