Pembagian lawan yang telah direncanakan pemimpin pembunuh sejak awal menjadi alasan mengapa Tanya mendapatkan musuh yang terlemah. Itu karena dia diremehkan, bagaimanapun pemimpin pembunuh tidak dapat melihat sampah di klan Quinn ditangani oleh anak buahnya yang kuat. Tanya jauh dari kata lemah seperti yang di rumorkan orang-orang. Sampai-sampai gadis itu dapat mengalahkan tiga dari ahli beladiri tingkat spesial yang dia lawan. Pimpinan pembunuh menilai ulang kemampuan gadis itu. Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah diputuskan di awal. Cotan akan mengurus nyawa Tanya sendiri. Sebab jika dibiarkan beberapa tahun saja, Tanya pasti akan menjadi ahli beladiri yang kekuatan sangat kuat. Gadis itu mewarisi kemampuan sang putri yang telah menyelamatkan dunia. Saat Tanya bangkit, lagi dan lagi Cotan menyerangnya dengan tendangan dan pukulan yang dibalut api biru. Tidak peduli apakan itu perempuan atau laki-laki. Dia tidak sedikitpun ingin menurunkan kekuatan serangannya. "Ares ...."
Ares menghilang dan mendaratkan pukulan kuat di dagu bawah Cotan. Cotan dikirim ke ketinggian langit. Kemudian Ares melambaikan tangannya pada yang lain, memberi isyarat untuk mereka semua juga maju. Empat bawahan Cotan tanpa ragu langsung ikut andil menyerang. Ares menghindari pukulan yang dapat ia dihindari. Menangkis pukulan yang dapat ditangkis. Serta membalas serangan ketika menemukan celah saat bertahan. Dari mereka semua, Atlas yang paling menghambatnya. Berbagai serangan yang Atlas layangkan menargetkan titik vital tubuh. Bahkan dengan kemampuan mata yang dimilik Atlas, lelaki itu mampu melihat gerakan Ares jauh lebih baik dari siapapun di dunia ini. Ares menyadari bahwa, sekalipun dia memakai seluruh energi roh dan mendapatkan kecepatan yang tidak terbayangkan. Atlas akan tetap mampu melihatnya.Itu dikarenakan Atlas merupakan ahli beladiri tipe sensor. Artinya, keberadaan siapapun dapat dia rasakan termasuk dan tidak terbatas pada orang yang bergerak sangat cepat. Dengan
"Hujan?" Alis Atlas mengerut ketika rintik air jatuh ke permukaan wajahnya yang cukup memprihatinkan. Tidak terasa hari sudah hampir menelan siang. Jika saja tidak tertutup awan kelabu, dia mungkin dapat melihat senja datang di atas bukit seperti biasanya. Ah, mungkin saja itu tetap tidak akan terjadi. Atlas ingat sebelumnya ia sedang berada dalam pertarungan dan terpental karena sebuah tendangan. Tendangan menakutkan dari lelaki itulah yang membuatnya berakhir terbaring di sini. Entah berapa lama dia pingsan. Dari kejauhan terdengar suara pukulan berat saling beradu. Atlas meyakini pertarungan masih belum berakhir. Sebelum dia pingsan, Cotan belum menggunakan unik skillnya, jadi dia tentu belum kalah. Lagipula kemampuan tipe sensornya dapat memastikan yang sedang bertarung adalah Cotan."Ada yang bergerak ke sini?" Dahi Atlas kembali berkerut saat duduk.Dia merasa seseorang membawa kekuatan yang besar sedang bergerak sangat cepat. Biasanya dengan jarak sejauh itu ia tidak dapat m
Bilah pedang yang tertancap di tanah menelan rantai api putih hingga membuat bunyi gemerincing. Rintik hujan yang jatuh mengenainya menciptakan uap-uap tipis. Rantai itu terhubung dengan Aaron yang memegang tangkainya di atas langit. Untung saja, dia masih sempat melindungi gadis itu di detik paling penting. Dengan sangat cepat Aaron terbawa dari atas awan ke bilah pedang yang tertancap. Dia segera melayangkan tendangan berbalut api putih ke Atlas saat sampai ke bawah. Mata Atlas dapat melihat serangan itu meski lebih sedikit cepat darinya. Aaron belum mencapai kecepatan yang sama cepatnya dengan Ares yang sebelumnya dia lawan, jadi masih bisa ditanggulangi. Atlas mundur beberapa langkah ke belakang guna mengambil jarak. Tenggorokannya tercekat, api putih itu jauh lebih panas dibanding dengan yang dimiliki Cotan. Karena hujan pijakan berlumpur pasti sedikit banyak menghambatnya dalam bergerak. Dia menatap dua bilah pedang yang dihubungkan oleh rantai api putih dengan tangkai di pe
"Aku belum kalah! Aku masih memiliki banyak bawahan di atas. Mereka ada ribuan!" Cotan tampak tidak akan menyerah sedikitpun. Ares menghela napas melihatnya, merasa kasihan dengan Cotan yang sudah dibutakan oleh keinginan menguasai dunia, "Kau tidak mengerti. Kau sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Menurutmu kenapa mereka tidak pernah datang? Kita sudah bertarung sangat lama."Tanpa menjelaskan lebih lanjut Ares mengangkat tangannya. Dari atas bukit benda-benda kecil seukuran peluru datang berterbangan. Benda itu dilumuri oleh darah, menandakan bawa semua bawahan Cotan telah terbunuh. Sebaiknya Cotan melihatnya sendiri agar memahami akan keadaan. "Ti—tidak mungkin?!""Selama mereka bukan ahli beladiri tingkat spesial. Mereka tidak menyadari akan seranganku. Dan kau tahu sendiri tidak ada lagi bawahan yang berada di tingkat itu. Mereka mengalami kematian tanpa sempat memahami rasa sakit," jelas Ares. Saat awal-awal pertarungan Ares sudah menyebar suhu dingin ke atas bukit. Memindai j
"Kakak!" Anak perempuan itu menghambur peluk setelah berseru semangat. Mahkota kecil menghiasi kepalanya, menambahkan kesan lebih tinggi daripada anak lelaki yang dia peluk. "Kenapa lagi? Kalau kau diam menemui kakak ayah akan menghukummu lagi," jawab anak lelaki itu setengah senang dan setengahnya lagi cemas. "Lihat ini!" Anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Api biru merembet dari sana. "Aku sudah mampu membuat elemenku sendiri!" "Lalu? Kenapa kamu berwajah murung begitu? Bukankah adik harusnya senang karena sudah mampu mengendalikan elemen seperti yang adik idam-idamkan," jawab anak lelaki merasa heran. "Tapi ...." Anak perempuan itu wajahnya semakin tidak enak dipandang. "Kenapa elemenku malah api? Tidak sama seperti kakak dan ayah. Aku ingin mempunyai elemen es juga!"Anak itu tampak cemburu. Dia sudah berlatih keras untuk naik tingkat dari ahli beladiri biasa yang hanya bisa memberdayakan energi roh ke tubuh fisik, menjadi ahli beladiri pengendali elemen."Api juga bag
Seminggu berlalu dan Tanya masih bertahan di kota Bagu untuk pemulihan. Untungnya, dia masih memiliki uang dari memburu monster sebelumnya. Dengan begitu transaksi di kota Bagu tidak akan mengungkapkan dia dimana. Setidaknya untuk sesaat dia dan Ares dapat beristirahat dengan tenang di apartemen sederhana yang mereka sewa. Ares menuangkan air ke gelas kemudian mendorongnya ke depan gadis itu. Mengamati Tanya yang wajahnya tidak sedap dipandang, mungkin kepikiran dengan keterlibatan klan Kairi dengan pembunuhan keluarganya. "Aku bisa melenyapkan klan Kairi sendirian jika Nona mau." Ares memecah keheningan dengan tawaran menarik. Tanya terpukul dengan apa yang dituturkan Ares sebelumnya, seminggu penuh dia memikirkan apakah benar Alex Kairi terlibat dengan pembunuhan keluarganya atau tidak. Dia berharap itu semua tidak benar. Bagaimanapun, dia sudah memiliki ikatan yang tidak mudah putus dengan Imelda dan ayahnya. Jika orang lain yang berbuat, dia mungkin akan lebih mudah menerimanya
Seminggu lagi telah dilalui sementara Tanya telah pulih dengan penuh. Bersama Ares dia mengambil rute tercepat pulang menuju Klan Quinn. Tanpa terduga di tengah jalan beberapa pedang cahaya menyerang. Ares menghindar bersama Tanya yang ada di punggungnya. "Klan Kairi!" geram Tanya. Suara tepuk tangan dari seorang pemuda yang keluar dari balik pohon besar membuat darah Tanya mendidih. Dia adalah tuan muda Alfred dari Klan Kairi. Dalam beberapa kali Alfred juga mengirimkan proposal lamaran kepadanya. Penampilan Alfred cukup menjanjikan. Dia juga seorang ahli beladiri tingkat spesial, senjata hidupnya berupa sabit. Namun Tanya sama sekali tidak tertarik dengan itu semua. Apalagi Imelda sendiri yang menyarankan agar Tanya tidak berhubungan dengan sepupunya. "Aku kira ayahku hanya membual. Aku sama sekali tidak percaya putri sampah sepertimu dalang dari hancurnya organisasi pembunuh ataupun pembunuhan Adira. Tapi lupakan, tidak sama sekali tidak penting." Alfred tersenyum menatap betap