"Kau benar-benar licik." ucap Elang penuh penekanan.
Dewi tertawa terbahak-bahak, "Sekarang kau sudah tau jadi lebih baik kau sekarang tanda tangani ini." Dewi kembali ke mode bengis saat menyerahkan pulpen sedangkan Satria hanya diam saja tidak tau harus berbuat apa."Jika aku tidak mau, apa yang akan kau lakukan?". Elang malah bertanya yang jawabannya pasti sudah tau.Dewi tersenyum sinis, "Mudah saja, istrimu yang cantik dan manis ini mungkin kulitnya yang halus ini akan terkoyak oleh pisau ini." balas Dewi santai tangannya sambil memperagakan pisau yang diasah.Semua bingung apa yang harus di lakukan karena disini Hafsa dalam bahaya meski mereka bisa saja melawan.Sedangkan Hafsa tentu saja ketakutan dirinya sudah banjir keringat dan terus saja berdoa dalam hati. Bagaimana tidak? Hafsa ditodong pistol dan pisau yang kapan saja akan melayang kearahnya."Ayolah sayang, apa kau mau melihat darah istrimu menetes? atau... kau memaDorr...SatriaYa pistol itu terkena Satria bukan Hafsa karena Satria mengorbankan diri disaat semuanya lengah dia melihat ibunya ingin menembak seseorang dan setelah melihat siapa yang dituju Satria langsung berlari kearahnya alhasil Satria lah yang kena tembakan itu.Semua terkejut apalagi Hafsa dia juga tidak menyangka Satria mau mengorbankan nyawanya."Satria.." ucap Hafsa meluruh kearah Satria yang jatuh dibawahnya.Darah mengalir dibalik kemeja putihnya.Dewi membuang pistolnya dia terdiam ketika melihat anaknya mengorbankan diri kemudian tertawa."Dasar bodoh, sampai mati pun kau rela hanya untuk perempuan itu." ucap Dewi disela tawanya."Hahaha bodoh kau." lanjut Dewi dan yang lain merasa miris melihatnya."Bawa dia pak!" perintah Sinta pada polisi di situ."Baik Bu." Polisi kemudian mencekal kedua tangan Dewi dan membawanya.Dewi kali ini tidak memberontak dia malah tertawa.
Kini Elang dan Hafsa juga Sinta, Rey dan Melati memutuskan untuk pulang setelah melihat Satria dan kini Satria ditangani oleh anak buahnya.Lelah sekali perjalanan yang ditempuh mereka Elang satu mobil dengan Sinta dan Hafsa sedang Rey bersama Melati.Didalam mobil semuanya hanya diam tidak ada yang bicara menciptakan keheningan sesaat sebelum akhirnya Elang memulai pembicaraan."Bu, sejak kapan ibu tau semua ini dan tidak memberi tahukan aku?" tanya Elang pada ibunya disela-sela mengemudi."Untuk apa memberitahumu." jawab Sinta sangat santai.Elang berdecak mendapati jawaban ibunya yang sangat santai."Jika ibu sudah tau dari awal, kenapa ibu tidak melaporkan dari dulu?" Elang bertanya lagi karena rasa penasaran yang membuncah Hafsa disampingnya hanya bisa mendengarkan tanpa berkomentar karena menurutnya ini adalah urusan keluarga dia malah memainkan benda kecil yang menempel di tempat kaca mobil yang menarik baginya."
"Mau apa kak Elang?" tanya Hafsa terbata-bata, jantung pun berdegup tidak beraturan yang ada dipikirannya saat ini adalah tolong hentikanlah kami jangan sampai kami melakukan yang kami inginkan disini."Mau apa lagi jika sudah berdua." jawab Elang semakin tersenyum.oh tuhan tolonglah Elang jangan semakin tersenyum jantung Hafsa semakin berdegup kini keringat dingin menjalar kemana-mana apalagi kini tatapan Elang yang sudah bisa melihat menjurus ke matanya yang mampu menghiptonis dirinya untuk terpesona."Kau sudah bisa melihat." kata itu yang mampu keluar dari mulut Hafsa."Seperti yang kau lihat, dan seperti janjiku dulu aku tidak akan melihat siapapun sebelum melihat dirimu." kata Elang memang benar, meski dia diajak bicara dengan yang lain namun pandangannya tidak mengarah pada lawan bicaranya bahkan pada ibunya sekalipun."Benarkah, aku tidak percaya." jantung Hafsa yang berdegup mulai stabil karena pembicaraan yang sejalan.
Setelah mereka selesai mandi berdua, kini mereka sedang bersiap untuk makan malam.Elang sudah menyiapkan gaun indah untuk dikenakan Hafsa gaun yang sangat cocok dan cantik."Kau pakailah ini." Elang memberikan paper bag yang berisi gaun."Terimakasih." Hafsa menerimanya dan membukanya."Wah cantik sekali, tapi kita kan hanya mau makan malam saja kenapa harus pakai baju bagus seperti ini." kata Hafsa merasa Elang berlebihan."Kau tinggal memakai tidak perlu protes. Cepat pakai aku sudah lapar" jawaban Elang tentu saja membuat Hafsa cemberut."Mentang-mentang ini darimu huh.." Hafsa menggerutu namun tetap menuruti perintah Elang.Selagi Hafsa berganti pakaian dikamar mandi Elang juga berganti pakaian dengan jas mahal rambut yang disisir rapi serta parfum yang sangat maskulin sudah pasti para kaum hawa akan terpesona melihatnya karena Elang berdandan tampan sekali.Disisi lain Hafsa sedang mencoba gaun yang diberikan
"Wah... tempatnya mewah sekali kak, aku sungguh beruntung bisa makan ditempat seperti ini." ucap Hafsa memuji dan kagum dengan restoran nya."Dan ku jamin kau pasti akan ketagihan dengan menu makanannya." ujar Elang membuat Hafsa penasaran."Benarkah, aku belum pernah makan makanan di restoran mahal." ungkapnya tidak malu."Benar, dan sudah aku pesankan untukmu." kata Elang tidak masalah dengan ke kampungan sang istri.Mereka sedang berjalan menuju tempat yang sudah Elang pesan, semua mata tertuju pada pasangan ini mungkin mereka berkata bahwa pasangan ini sangat serasi cantik dan tampan dan ada juga yang iri dengan paras mereka."Ayo duduk." Elang mendorong kursi untuk diduduki Hafsa.Hafsa merasa tersanjung diperlakukan seperti itu sungguh baru ini dia mendapat perlakuan seperti itu."Terimakasih." Hafsa tersenyum dan duduk.Kemudian pelayan datang dengan membawa berbagai makanan yang terlihat lezat.Rupan
Hafsa sudah mencium pipi Elang dia sampai tersenyum malu, dirasa tidak ada pergerakan lagi membuat Elang membuka matanya."Apa kau sudah menciumku.?" tanya Elang, alisnya mengernyit bingung.Hafsa tambah heran, " sudahlah, memangnya yang tadi itu apa?"."Yang aku rasa tadi kau hanya mengelus pipiku.""Kak Elang kau ini becanda terus.""Aku benar kau seperti mengelus pipiku.""Aku tidak mau tau cara mencium yang benar." Hafsa memalingkan wajah seperti tau niat Elang."Kau memang tidak perlu tau, tapi kau cukup menikmatinya saja." Elang menjawabnya dengan tersenyum smirk.Mendengar itu Hafsa curiga dia segera beranjak namun terlambat Elang sudah tau langsung saja Elang menarik pinggangnya dan membopongnya seperti karung beras."Hey, apa yang kau lakukan? turunkan aku." Hafsa terkejut dia berteriak sambil memukul punggung Elang dengan pelan."Diamlah aku akan mengeksekusi mu." jawab Elang asal.
"Eghh... eh maaf tuan." Melati bersendawa setelah menghabiskan semua makanan.Rey hanya geleng kepala sambil tersenyum melihatnya, Rey hanya menghabiskan separuh saja karena jujur makanan itu tidak masuk dilidahnya tapi karen dia sangat menghargai makanan jadi dia memakannya tapi tidak menghabiskannya."Tuan kau sudah selesai makannya?". tanya Melati melihat nasi dan lauk dipiring Rey masih ada."Iya sudah." jawab Rey singkat."Itu masih ada." kata Melati sambil menunjuk."Aku sudah kenyang." balas Rey tanpa melihat."Sayang sekali biar aku habiskan." kata Melati sambil mengambil piring itu."Hey..." Rey ingin mencegah Melati yang ingin menghabiskan sisa makanannya."Kenapa tuan? ini sayang jangan dibuang tuan juga makannya rapi jadi tidak jorok.""Tapi bukannya kau sudah kenyang." Alibi Rey hanya alasan kenapa Melati mau makan sisa makanan nya."Hehehe tidak apa-apa! demi tuan aku rela makan l
Hafsa terbangun lebih dulu tidurnya nyenyak namun kesakitan dibagian inti paha mungkin Elang terlalu bersemangat.Saat Hafsa ingin bangun sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang dengan lembut."Kau mau kemana?" Elang bertanya dengan suara khas bangun tidur, matanya masih sayup-sayup."Aku ingin mandi, ini sudah siang." jawab Hafsa. Sebenarnya masih tidak percaya dengan perlakuan Elang pada dirinya selama ini namun Elang belum pernah mengatakan cinta."Nanti saja mandinya denganku, aku masih ingin memelukmu." ujar Elang lalu langsung menarik Hafsa dalam pelukannya."Aaa.." Hafsa reflek menjerit karena memeluknya seperti bantal guling."Kak Elang bolehkah aku hari minta jalan-jalan." pinta Hafsa sebenarnya untuk menghindari dari sesuatu yang bangun dibawah sana."Jalan-jalan kemana?" tanya Elang, matanya langsung terbuka mendengar kata jalan-jalan.Dan Hafsa berhasil fokus Elang jadi pada dirinya."Aku