Share

Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan
Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan
Author: kamiya san

01. Dewi Penenang

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Apa semuanya tidak selamat?!" Aresha merasa sungguh iba.

"Benar, semuanya tewas. Hanya bayi beruntung ini saja yang selamat ...."

"Lalu, siapa yang akan mengurus bayi malang ini?"

"Pamannya sangat kaya. Tuan Syahfiq Herdion akan datang dan membawanya, Nona." Polisi kembali menjelaskan pada Aresha.

🍒🍒Happy reading🍒🍒

Aresha dan si boss sama-sama terkejut saat dari gerbang muncul dua buah mobil yang malaju masuk dan parkir di halaman. Satu merupakan mobil dinas bertulis patroli polisi, sedang yang satu adalah kendaraan pribadi warna hitam.

Mobil datang bersama sayup tangis bayi dan kian terdengar jelas saat kedua kendaraan itu berhenti. Seperti dari dalam salah satu mobil itu.

Benar sekali, seorang pria muda berkulit putih dan berkaca mata hitam, keluar dari dalam mobil pribadi dengan menggendong seorang bayi. Terlihat gusar dan panik dengan jerit tangis bayi tanpa henti dan nyaring yang digendong.

Pria itu memandang Jack, bosnya Aresha sekilas dan mengangguk. Lalu bergegas melangkah menuju pintu rumah dengan anak bayi yang terus menangis dalam gendongannya.

Seorang wanita gemuk tampak membuka pintu dari dalam dan menyongsong. Segera mengulur tangan pada anak bayi di gendongan pria itu. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat. Menyisakan dua orang polisi yang sedang berbincang dengan Jack di teras.

"Jadi pasangan suami istri, pemilik rumah ini baru saja mengalami kecelakaan di Batam Centre?" Jack memastikan pada polisi akan berita yang didengarnya.

"Benar sekali, saudara Jack. Mereka berdua meninggal dunia di perjalanan menuju rumah sakit," ucap salah satu polisi dengan nada tegas dan sedikit kaku.

"Apa semua penumpang dalam mobil tidak selamat?" Jack kembali bertanya serius.

"Semua tewas, Pak Jack. Pasangan suami istri, baby sitter dan driver pribadi. Hanya anak mereka yang selamat dengan sempurna, yakni bayi tadi," ucap polisi itu sambil memandang pintu rumah.

"Jadi, anak bayi tadi baru saja ditinggal pergi orang tuanya?!" Aresha menyela bertanya dengan serunya. Terbayang pada tangisan panjang anak tadi. Mendadak perasaannya sangat iba.

"Benar, Nona. Bayi itu tidak berhenti menangis semenjak diambil dari pelukan ibunya yang sedang meregang nyawa," jawab polisi itu menerangkan.

"Lalu, siapa yang akan mengurusi bayi itu, Pak?" Jack yang kali ini bertanya.

"Paman bayi ini kaya raya. Tuan Syahfiq Herdion akan datang dan membawanya," jelas polisi.

Suara tangis kembali terdengar. Rupanya mereka keluar rumah dengan bayi yang kembali berada dalam dekapan pria muda. Sedang wanitu gemuk mengikuti di belakang dengan wajah sembab dan gelisah.

Anak itu terus menangis menyedihkan. Terasa lebih pilu bagi Aresha setelah tahu akan cerita tragis nyata bayi itu. Rasanya ingin coba mendekap dan menenangkan. Rela memberi waktu andai anak bayi itu mendapat rasa percaya padanya.

"Ar, akan ke mana?" Jack menegur saat Aresha menjauh darinya. Gadis itu berhenti dan menatapnya ragu.

"Aku ingin coba merayu bebi itu, Pak Jack. Barangkali dia damai melihatku," sahut Aresha tersenyum tipis.

"Okey, tapi denganku …," sahut Jack sambil berjalan melewati gadis itu dengan cepat.

Aresha pun melangkah mengikuti Jack menuju pria berkaca mata dan menggendong anak bayi bersama wanita tua yang setia mengekori. Bayi itu terus menangis tanpa jeda, mereka terlihat bingung dan sangat serba salah. Diletak dalam stroller tidak mau, digendong pun terus menangis dengan keras.

Jack dan Aresha telah berhenti di dekat mereka. Pria berkaca mata langsung kembali mengangguk pada Jack. Meski sangat ingin, Aresha menahan diri untuk tidak langsung menawarkan bantuan.

"Maaf, Pak Jack, urusan kita harus tertunda sebentar," ucap lelaki berkulit putih yang sedang menggendong bayi menangis.

"Sama sekali tidak masalah. Saya pribadi mengucapkan bela sungkawa sedalamnya pada keluarga anda, Pak Hisam," sahut Jack tampak tulus. Atasan Aresha itu sambil menatap bayi yang terus menangis.

"Terima kasih pengertiannya, Pak Jack," ucap lelaki dengan nama Hisam, sambil terus bergerak dan bergoyang demi mendiamkan si bayi.

"Apa hubunganmu dengan bayi ini, Pak Hisam?" tanya Jack.

"Dia putri dari kakak perempuanku," sahut Hisam dengan suara yang serak. Lelaki itu pasti sedang berduka.

"Apakah baby akan terus ikut denganmu?" tanya Jack sambil memandang Hisam dan bayi bergantian.

"Saya pun tidak pasti, Pak Jack," sahut Hisam. Kaca mata gelap itu menyembunyikan ekspresi di wajahnya.

"Lantas, siapa Syahfiq Herdion?" Jack terus saja meluncurkan pertanyaan.

"Dia adalah abang dari abang iparku, alias ipar dari almarhum kakak perempuanku," jelas Hisam.

"Ada apa …? Siapa yang kamu lihat, Venus?" Hisam berkata terheran. Memandang bayi yang di gendongnya.

Tiba-tiba suara tangis memang tidak ada lagi. Bayi yang disebut Venus itu menegakkan punggung dalam gendongan Hisam. Tampak sangat tertarik dengan objek yang sedang diamatinya. Semua orang dewasa di situ pun mengikuti arah pandangannya.

Aresha! Ya, pada gadis itulah perhatiannya tertuju. Bayi yang sekian detik lalu masih histeris menangis, kini diam tertegun. Raut wajahnya telah berseri dan tampak gembira. Bahkan bibir itu merekah senyum lucu. Aresha ibarat sosok Dewi Penenang bagi bayi itu!

"Ma … Mama …." Anak bayi itu menyebut Aresha dengan mama. Tentu suara sapa cerianya membuat mereka semua terkejut.

"Ma … Mama …." Anak itu kembali menyebut Aresha dengan senyum yang lebar. Badannya bahkan berlonjak-lonjak dalam dukungan sang paman. Tiba-tiba mencondongkan badan dan mengulurkan tangan pada Aresha yang sedang tercengang.

"Aresha, dia ingin kamu gendong," bisik Jack di telinga Aresha.

"Eh, iya. Aku pun ingin menggendongnya," sahut Aresha buru-buru.

"Maaf, boleh kugendong?" Aresha bertanya pada Hisam. Tidak ingin gegabah, risau jika niat baiknya akan mendapat penolakan.

"Tentu saja boleh, Nona," sahut Hisam terdengar lega sekaligus heran. Mungkin merasa tangannya sudah sangat pegal. Jika digendong oleh wanita gemuk tadi, bayi itu akan menaikkan nada lolong tangisnya.

Aresha tersenyum sambil mengulur tangan. Segera disambutnya tubuh mungil yang kian mencondong badan padanya. Anak itu memandang Aresha dan kemudian melonjak-lonjak dengan tertawa. Sepertinya merasa sangatlah bahagia.

Tin!

Sebuah mobil hitam legam dan mewah memasuki gerbang disusul iring-iringan mobil lain di belakangnya. Bergerak pelan dan berhenti di halaman luas tanpa satu pun di garasi.

Seorang lelaki gagah, juga berkaca mata hitam keluar dari mobil yang pertama. Aresha menduga jika lelaki berambut hitam legam dan lebat itu adalah paman si bayi, yakni Syahfiq Herdion. Walau dalam suasana duka, penampilannya tampak mencolok. Sungguh elegant dan maskulin. Terlihat menawan meski dengan mata yang tertutup.

Pria itu diikuti sepasang orang tua yang keluar perlahan dari dalam mobil. Seorang wanita berkerudung dengan sigap menggandeng salah satu pasangan tua yang wanita. Mungkin saja adalah asisten atau perawatnya.

Sepasang orang tua yang keluar dari mobil lain dengan seorang wanita cantik tampak mendekat dan bergabung. Pakaian mereka pun serba hitam, tetapi tanpa kaca mata.

"Venus, mari ikut Om. Itu pamanmu, oma dan opa kamu juga sudah datang," ucap Hisam.

Tangannya terulur akan menggendong anak itu kembali. Tidak disangka, si bayi berpaling dan menempelkan tubuh mungilnya pada Aresha. Dua tangan kecil mencengkeram baju di dada Aresha.

"Maaf, tolong ulurkan anak ini padaku, Nona," pinta Hisam dengan sopan. Tidak ingin tangannya akan menyentuh tidak sengaja pada gadis itu.

Anak itu mulai menangis lagi saat Aresha memaksa melepasnya. Jerit tangis kembali mengundang perhatian. Tidak hanya orang terdekat. Tetapi banyak orang yang baru datang juga ikut mengerubut. Aresha menariknya kembali ke dalam dekapan, seketika bibir Venus pun membungkam.

🍓

Comments (2)
goodnovel comment avatar
kamiya san
Terima kasih singgahmu, Kak.
goodnovel comment avatar
wana
Baru pertama baca sudah rasanya terbawa dalam cerita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    02. Paman Sombong

    Lelaki gagah yang datang dengan mobil mewah pun bergeser lebih mendekati Aresha. Venus tampak terus merapat di dada gadis itu. Dengan tangan mungil yang mencengkeram lengan baju dari blouse lembutnya."Venus, kamu kenapa? Kamu tidak ingin ikut denganku?" tanya lelaki itu dengan nada suara yang kaku. Sama hal yang dialami Hisam. Dia pun mendapat penolakan setelah Venus terlihat ragu untuk memberikan ulur tangan padanya. "Hisam, siapa dia?" Lelaki gagah berkaca mata hitam itu menunjuk Aresha dengan dagu berambut tipisnya. Ada nada heran dari suaranya saat berbicara."Nona ini adalah teman Tuan Jack. Mereka dari perusahaan Decoration in Home yang sudah kusewa untuk mendesain renovasi rumah Minggu ini," jelas Hisam pada lelaki gagah itu."Bagaimana bisa dia menggendong Venus?" tanyanya lagi pada Hisam. Terdengar nada bicaranya kembali heran dan ada bersit tidak suka. "Maaf, Bang Syahfiq, Venus hanya mau diam saat digendong oleh Nona Aresha," ucap Hisam sambil memandang Aresha dan sedik

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    03. Panggilan Malam

    Aresha menolak kebaikan Jack untuk mengantar hingga ke rumah sewanya di kota Nagoya, kota besar pusat pemerintahan pulau Batam. Memilih berjalan kaki santai di sepanjang trotoar menuju ke arah rumahnya.Kebetulan jarak rumah sewa dengan rumah bayi Venus tidaklah jauh. Kurang lebih dua puluh menit saja waktu yang habis untuk mengarunginya dengan kaki. Kini waktu tempuh itu sudah kandas dan Aresha telah sampai di area rumahnya.Bukan kemudian masuk pagar rumah, tetapi sepasang kakinya membelok ke satu kafe di samping rumah sewa."Assalamu'alaikum! Sepi banget, Na?!" Aresha berseru sambil menghempas diri di kursi. Gadis pemilik kafe yang tadinya membungkuk, melurus punggung seketika. Memandang Aresha dengan raut terkejut."Eh, kaukah Re?!" Na merespon kemunculan Aresha."Keluarga ikutan nganter rombongan membelai wanita ke Batu Aji, Re!" ucap Na lagi menjelaskan. Batu Aji adalah nama sebuah kecamatan di Batam."Membelai?!" Aresha berseru dengan heran."Mempelai maksudnya, Areshaaaa ...,"

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    04. Penawaran

    Security lelaki buru-buru menyambut kedatangan Aresha yang diantarkan oleh Jack. Rumah megah berlantai satu itu masih terang benderang meski terasa sangat lengang. Hanya sayup histeris tangis bayi dari dalam rumah. Semakin dekat, semakin kencang terdengar."Ingat pesanku, Ar, mintalah tarif yang pantas. Percaya ucapanku, usaha Herdion sangat banyak, setidaknya dia akan meraup jutaan hingga puluhan juta tiap harinya. Jangan ragu, manfaatkan peluang ini," bisik Jack di halaman."Apa yang akan membayarku adalah pamannya Venus yang sombong itu, Pak Jack?" tanya Aresha juga berbisik. Seorang lelaki terlihat keluar dari dalam rumah."Tentu saja, bahkan Hisam pun. Hisam secara tidak langsung juga bekerja pada Herdion," sahut Jack menjelaskan."Iya, aku mengerti, Pak Jack. Terima kasih," sahut Aresha sambil mengangguk.Lelaki yang keluar dari dalam rumah adalah Hisam. Kini telah berdiri di antara mereka."Nona Aresha, terima kasih, Anda telah datang. Terima kasih, Pak Jack, Anda sudah repot-

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    05. Tanpa Nego

    Aresha merasa tegang dan menahan cemasnya. Sikap Herdion membuat perasaan jadi was-was . Sangat khawatir andai jari panjang itu kembali bertingkah tidak sopan di dadanya. Apapun alasan, itu sudah dianggap pelecehan jika tanpa ucapan minta maaf.Sangat lega, tangan itu telah menjauh. Diikuti badan Herdion yang juga mundur selangkah. Kembali memandang Hisam sekian detik di wajah putihnya."Hisam, untuk apa terlalu menawar? Apa kamu tidak risih mendengar tangis ponakanmu? Kenapa kamu tidak mengantar gadis itu menemuiku saja? Atau kamu sendiri yang menyampaikan keinginannya padaku?" Syahfiq Herdion bertanya dengan pandangan kaku pada Hisam."Kupikir sudah tidur. Ini sudah sangat larut malam, Bang," sahut Hisam dengan nada yang canggung. "Justru sudah larut malam, Hisam. Tidak baik menahan wanita yang belum jelas siapa lebih lama di sini." Syahfiq mengalihkan pandangan dari Hisam pada Aresha."Ikutlah denganku, Nona. Siapa namamu?" tanya Syahfiq. Memandang Aresha dengan picingan matanya."

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    06. Merasa Seram

    Aresha kebingungan saat sudah keluar dari ruang kerja Herdion. Lupa benar-benar ke arah mana harus kembali ke kamar Venus. Berharap bayi dalam gendongan terus saja terlelap. Hingga kakinya berjalan dan melewati banyak pintu.Sebuah ruangan tanpa daun pintu yang kemungkinan adalah dapur dengan lampu terang benderang menyala. Seorang wanita setengah baya sedang di sana dan membelakangi Aresha. Kemudian berbalik cepat sebab mendengar langkah mendekat. Ekspresi wajahnya terkejut."Haaah...! Kamu sudah datang?! Venus sudah tidur? Pantas sudah tidak menangis." Wanita itu berjalan menghampiri Aresha dengan senyum yang cerah. Seolah malam tidaklah larut."Selamat malam ...," sapa Aresha dengan membalas tersenyum. Mereka pun saling menghampiri. "Hisam bilang namamu Aresha? Aku adalah ibu Syahfiq, Siti Yasmin." Wanita dengan nama Siti Yasmin, ibunda Syahfiq, mengulur tangan untuk bersalaman dengan Aresha."Benar, Bu Yasmin. Saya Aresha," ucap Aresha menyambut. Mereka berdua sangat erat saling b

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    07. Obrolan di Dapur

    Aresha beringsut turun dari ranjang, tidak ingin Venus yang nyenyak terganggu oleh gerakannya. Segera melangkah menjauhi ranjang dan memburu pintu. Menghindar akan ketukan berikutnya. Ketenangan tidur si bayi adalah ptioritasnya saat ini. Ceklerk Tertegun. Bukanlah Hisam, bukan pula Herdion, juga bukan Siti Yasmin. Namun, adalah wanita gemuk agak tua yang sempat dilihat bersama Hisam sebelumnya. Mungkin adalah asisten di rumah itu. "Selamat malam. Anda, ada apa?" Merasa jauh lebih muda, Aresha menyapa dahulu dengan sopan. Wanita itu menyambut dengan anggukan dan senyum. "Selamat malam, Nona Aresha. Boleh aku masuk? Tuan Syahfiq memintaku untuk ikut menjaga Venus malam ini. Kamu tidak apa-apa?" Wanita gemuk itu memandang Aresha dengan segan. "Oh, aku justru suka, Bu. Silahkan masuk," sahut Aresha cepat. Buru-buru menepikan diri menjauhi pintu. Wanita gemuk melenggang masuk melewatinya. Pintu pun kembali ditutupnya merapat. Kemudian mengikuti masuk ke dalam jantung kamar. Wanita itu

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    08. Otewe Pulau Marina

    Syhafiq Herdion merasa tidak tenang saat keluar dari kamar mandi. Sayup terdengar olehnya lengking tangis bayi, menyadari jika itu adalah suara Venus. Kemeja panjang abu-abu tua dipakainya sambil berjalan keluar dari kamar. Menduga jika Venus mulai bosan pada Aresha dan kini teringat pada kedua orang tuanya."Kenapa dia menangis, Mak Sal?" Herdion tidak menjumpai Aresha di kamar keponakannya. Hanya ada mak Sal sedang menggendong Venus yang kembali menangis."Aresha masih ke mushola, sholat subuh, Tuan," sahut mak Sal. Wajah wanita itu terlihat sembab dengan kelopak mata yang bengkak. Herdion menduga jika wanita itu habis menangis yang lama."Kenapa wajahmu sembab?" Herdion bertanya kaku sambil tangannya terulur mengambil Venus dari mak Sal. Meski tidak serta merta berhenti menangis, tetapi bayi itu mencondongkan dirinya pada sang paman. Namun, tangisnya terus saja terdengar."Saya teringat dengan almarhum nyonya dan tuan, serta dua rekan kerja saya," sahut mak Sal dengan menyimpan waj

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    09. Adik Herdion

    Perjalanan dari Nagoya menuju Sekupang di wilayah Batam hanya menghabiskan waktu kurang dari tiga puluh menit. Herdion membawa sendiri kendaraannya dengan kencang tanpa istirahat semenit pun. Lelaki berkulit cerah dan berambut tebal dengan hidung runcing itu sangat lihai mengemudi. Aresha hingga tertidur nyaman menyusul Venus yang terlelap di pangkuannya sejak awal keberangkatan sebab kenyang.Meski tidak lupa akan informasi dan pesan Hisam sebelum berangkat padanya, Herdion tidak berhenti dan enggan membangunkan Aresha. Bukan tidak ada toko baju atau juga toko kosmetik di sisi jalan, melihat pulasnya tidur Venus dan Aresha dari kaca, membuatnya kian kencang mengemudi. Ingin segera sampai di tujuan lebih cepat lagi.Pantai Marina di Sekupang yang samar terlihat, pertanda sudah hampir sampai di destinasi. Kecepatan mobil dipelankan, tetapi pandangan mata dipertajamkannya. Suasana jalanan pantai cukup ramai pagi ini.Setelah mengambil jalan kecil yang membelok, Herdion akan membawa kend

Latest chapter

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 112. Jangan Janda

    Herdion sedang membaca email dan tampak terdiam. Duduk di sofa dalam kamar hotel yang nyaman. Mereka semua masih berada di Singapura dan akan kembali dua hari lagi. Sedikit diperpanjang sebab sambil ingin liburan santai dan bahagia bersama keluaraga. Venus telah datang menyusul bersama Lia dan Tiwi. Lagi lagi Sita Yasmin tidak ikut. Seperti biasa, Yunus Herdion selalu sibuk memancing di lautan.Saat berangkat, tidak bisa barengan sebab Venus memiliki jadwal imunisasi. Sedang Tiwi harus upgrade passport lamanya ke Kantor Imigrasi. Kini semuanya di kamar sebelah yang luas bersama Taufiq dan Alya sambil mengawasi mereka berdua. “Sha, ada email dari Julian dan istrinya!” ujar Herdion agak keras, masih drngan posisi duduk di sofa. Bahkan menoleh Aresha pun tidak.“Apa isinya?!” Suara Aresha juga lantang. Sebab, sedang turun hujan sangat deras sedang pintu balkon terbiar dibuka. Nasib baik tidak ada angin kencang yang menyertai hujan lebat itu.“Kedua suami istri itu minta maaf dan minta

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Baan 111. Siapa Clara?

    Aresha hanya bergerak menepi. Tidak ingin bereaksi dengan memgomentari. Justru bergeser membuka ruang agar pandangan mereka tanpa ada lagi penghalang dirinya.“Syahfiq, apa kabarmu… tidak menyangka melihatmu di sini,” ucap Clara. Mata itu berbinar sangat cantik. Tampak gembira melihat Herdion di kapal.“Kalian kenal?” Herdion merespon dengan menatap Aresha. Juga sekilas pada Clara. Terkesan abai akan sapa Clara yang sangat.l antusias.“Aku … kalian juga kenal?” Kali ini Clara tanggap, menatap Aresha dan Herdion bergantian.“Kenalkan, dia Aresha, istriku,” ucap Herdion cepat dan kaku. Wajah tampannya semakin tegang, tidak ada segaris pun senyum di bibirnya untuk Clara dan Aresha. Aresha terus diam dan menyimak. Masih bertanya siapa Clara bagi suaminya. Tidak ada lagi senyum cerah di wajah cantik itu. Mereka saling diam, kesan akrab seketika hilang di antara mereka.“Mammaah ….” Bocah kecil yang tadi asyik bermain dengan Alya dan Taufiq telah mendekati Clara dan memegangi lengan tanga

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 110. Clara

    Herdion dengan sabar membujuk sang istri. Merasa sungguh tidak nyaman jika istri cemberut dan muram. Aresha yang biasa berbinar penuh senyum, ini jadi mendung suram seharian. “Lalu apa yang membuatmu muram seharian, Sha? Ayo, katakan …,” bujuk Herdion. Lembut membelai pipi istri dengan telapak dan jari."Sebenarnya … aku sedang ngidam," sahut Aresha sambil menunduk. Herdion merengkuh dan memeluk.Mendengar ucapan itu, Herdion justru ingin tertawa. Namun, sekuat hati ditahan, tidak ingin menyinggung perasaan wanita yang sedang bad mood di pelukan."Kamu sudah ngidam? Katakan saja padaku, apa yang sedang kamu inginkan, Sha ...," ucap Herdion lembut. Meski tidak habis pikir dengan ngidam Aresha yang dirasa sungguh dini."Aku ingin bercerita sedikit. Kata Mama Yasmin, saat kehamilan Taufiq, belio tidak bahagia, sebab papa sangat sibuk bekerja demimu dan almarhum adikmu. Mama kurang kasih sayang dan perhatian dari Papa Yunus." Aresha sejenak terdiam. Juga memeluk Herdion."Sama dengan m

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 109. Hamil tetapi Muram

    Tujuh hari kemudian …Herdion meninggalkan Venus yang bermain sendiri di ranjang. Mendekati Aresha yang tengah mengeringkan rambut dengan hair dryer di meja rias. Merasa janggal dengan sikapnya yang selalu muram pagi ini. Bahkan saat memadu kasih pagi tadi, istri cantiknya terlihat enggan menatap. Juga mengunci rapat bibirnya. Tidak segencar menyebut nama Herdion seperti di tiap padu kasih mereka biasanya."Ada apa denganmu, wajahmu tampak muram. Apa aku punya salah padamu, Sha?" tanya Herdion sambil mengancingkan kemeja di belakang kursi Aresha. Mereka bisa saling melihat di kaca.Mata bening Aresha hanya menyapu wajah menawan suami sekilas. Kembali abai dengan mengeringkan rambut di mesin."Kenapa? Jawablah ... aku tidak akan fokus buat kerja jika kamu tidak mengatakan. Apakah ingin pulang ke rumah orang tuamu? Bukankah sudah kubilang menunggu hari Minggu ... Kamu tidak sabar lagi?" Herdion membungkuk. Berbicara di samping kepala Aresha di pelipis."Kamu tidak pernah mencintaiku ..

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 108. Ingin Pulang

    Aresha memang sangat kecewa dan bahkan menangis. Kesal akan putusan suami yang menginginkan dirinya mencabut kasus Julian dari kepolisian.Namun, membayangkan diri lebih lama berada di tangan Julian, itu memang lebih mengerikan. Butuh bertaruh harga diri, kehormatan dan keselamatan. Mantan bajingan, si Julian, bisa saja kerasukan sewaktu-waktu dan melakukan pemaksaan. Beruntung selama ini Aresha masih selamat tanpa sedikit saja diciderakan. Bersyukur suami tercinta lekas datang menyelamatkan. “Bagaimana?” tanya Herdion sedikit lega saat merasa tangan Aresha bergerak melingkar ke punggung. Yang semula tegak kaku tidak menyambut pelukan, kini aktif membalas.“Iya, aku paham dengan keputusan yang sudah Bang Fiq ambil. Maafkan aku,” ucap Aresha yang kini kepala juga disandar ke dada sang suami. Memeluk erat punggungnya.“Jadi, minggu depan kita ke seberang lagi. Setuju?” tanya Herdion dan Aresha pun mengangguk. Herdion ingin memastikan jika Aresha bersetuju memaafkan Julian, sekadar dal

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 107. Kecewa

    Herdion menghela napas dan menyandar di kursi. Hima siaga dengan perlengkapan tulis dan duduk di sebelah dalam kursi yang sama. Dua orang lelaki di depan mereka sedang berbincang dan serius. Mereka berempat baru saja berdiskusi hal penting bersama.“Baiklah, sebagai tanda minta maaf dan rasa malu yang kami tanggung. Kami setuju dengan segala syarat yang akan Anda ajukan minggu depan di kepolisian Singapura, Tuan Syahfiq Herdion.”“Tolong pastikan Anda benar-benar datang. Kami benar-benar khawatir jika Anda berubah pikiran. Kami tidak masalah dengan tuntutan materi pengganti kerugian secara moral dan materi akibat perbuatan anak-anak kami pada istri Anda. Berapa pun, Tuan Syahfiq …,” ucap salah satu lelaki yang Herdion baru tahu adalah ayah dari si bajingan Julian. Sedang lelaki yang duduk di sebelahnya, adalah ayah dari Hana. Mereka berdua merupakan bagian dari daftar atas orang-orang konglomerat di Pulau Batam. “Saya dan istriku akan datang setelah genap dua minggu putra Anda di tan

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 106. Ditunggu Seseorang

    Syahfiq Herdion, Aresha Selim, Taufiq Herdion, Venus Herdion dan Lia, telah sampai di rumah orang tua Aresha pagi-pagi sekali dengan dibawa seorang sopir keluarga. Mereka makan pagi di sana dan berniat membawa Alya Selim keluar untuk healing bersama. Sedang orang tua tidak ikut dan memilih pergi ke store seperti biasanya.Alya yang masih mendapat pendidikan di sekolah khusus dekat store pun hari ini sedang libur sebab tanggal merah. Siti Yasmin ingin ikut tetapi Yunus Herdion yang masih belum benar-benar pulih dari sakit gerdnya keberatan. Alhasil mereka berdua tinggal di pulau bersama Tiwi yang bertugas tinggal di rumah.Alya terlihat lebih imut, lucu dan manis. Gadis remaja dua belas tahun itu telah disulap oleh Lia dengan sapuan make up natural yang ringan dan manis. Membuatnya terlihat lebih fresh dan cerah. Remaja yang pendiam tetapi suka tersenyum itu diharap bisa menarik perhatian Taufiq Herdion.“Apa ini bukan pedofil?” tanya Aresha yang tiba-tiba merasa khawatir. “Bukan, Sh

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Ban 105 Jodohkan!

    Segala urusan administrasi rumah sakit sudah diberesi. Taufiq diizinkan dibawa Herdion pulang ke tengah keluarga kembali pagi ini. Sebab bocah itu sudah tidak lagi demam dan menunjuk gelagat cukup patuh. Selain itu, selera makan Taufiq terbukti luar biasa jika bersama abangnya. Maka dokter pun tidak ragu meluluskan permintaan Herdion untuk membawa adiknya pulang.Sebelum tengah hari, mereka melaju meninggalkan gerbang rumah sakit Batu Ampar. Meluncur menuju kampung halaman tercinta di Pulau Marina. Di mana rumah keluarga berada dengan kedua orang tua yang tinggal di dalamnya. Herdion membawa empat penumpang dengan sangat bersemangat.“Bagaimana perasaanmu setelah boleh pulang, Fiq?” tanya Aresha setelah mobil jauh meluncur. Melihat gelagat Taufiq yang mulai bergerak tampak resah. Bocah cedera lebam di wajah itu duduk di muka dengan abangnya. Beberapa kali telah menoleh ke belakang tanpa maksud.Namun, Taufiq kembali hanya menoleh Aresha di belakang sekilas. Tidak bersuara untuk membe

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Hartawan    Bab 104. Kalah Main

    Malam ini Suster Lia tidak menemani Taufiq dengan bermalam dan siaga di ruang perawatan seperti dua malam sebelumnya. Sang Tuan menyuruh tinggal di paviliun bersama Aresha, Lia dan Venus dengan tenang. Tidak lagi tegang menghadapi Taufiq sewaktu-waktu jika sedang naik darah. Namun, malam ini Tuan Herdion sendiri yang akan menemani adiknya.Venus telah tidur lebih awal setelah kenyang menghabiskan semangkuk nasi lembut dengan soto babat. Serta sebotol susu formula favoritnya. Kini terkapar pulas di kamar setelah dibawa Lia gosok gigi. Aresha pun keluar setelah puas memandang.“Sudah diselimuti, Sus?” tanya Aresha. Lia juga ikut menyusul keluar kamar.“Sudah, Kak,” sahut Lia mengangguk. Venus yang semula tertidur di sofa bersama Aresha sambil menonton televisi baru dipindah ke kamar oleh Lia.“Ayo kita makan. Yakin yang kubeli ini sedap gila,” ucap Tiwi. Baru saja masuk ke dalam paviliun dengan membawa kantung besar.Rupanya berisi tiga nasi kotak jumbo yang sekarang sedang dihampar Tiw

DMCA.com Protection Status