Sebelumnya Claudia pikir Malven akan menanyakan lebih lanjut tentang identitasnya setelah mengetahui sedikit cerita tentang keluarganya malam itu, tapi hingga Malven kembali ke kediaman Pranaja tiga hari kemudian, pria itu tidak menanyakan apa pun.Melihat dari raut wajahnya yang sangat lelah, sepertinya pekerjaan Malven tidak selesai dengan baik. Tentu saja Claudia bersyukur dengan kesibukan Malven hingga pria itu tidak sempat memikirkan tentang identitasnya. Dan begitu saja, tiga bulan pun berlalu tanpa terasa. Sesuai dengan janji, Claudia dan Raga akan pergi ke Jepang untuk merayakan ulang tahun Raga. “Kalian yakin akan baik-baik saja berdua?” Malven bertanya untuk ke sekian kali, menatap Claudia dan Raga dengan kening mengernyit. Padahal ulang tahun Raga masih seminggu lagi, tapi anak itu bersikeras untuk pergi sekarang dengan alasan ingin menikmati musim semi lebih lama. “Nggak berdua, Pa! Pak Ali ‘kan ikut juga!” Raga menggeleng sembari berdecak, kedua tangannya terlipat di de
Claudia dan Raga sampai di hotel tepat pukul dua siang, mereka kembali ke hotel yang tiga bulan lalu menjadi tempat menginap, bedanya kali ini Raga akan tidur bersama Claudia. Ali memiliki kamar di sisi kiri, sedangkan Vall nanti akan ada di kanan, lalu Sean berada tepat di depan. Kamar yang Claudia tempati jadi dikelilingi oleh mereka yang bertugas menjaga Raga.“Mau langsung main ke luar atau mau istirahat dulu?” Claudia bertanya pada Raga yang sedang mengeluarkan barang-barangnya dari koper, meski kebanyakan yang anak itu bawa adalah buku. Katanya ingin membaca buku di bawah pohon sakura.“Istirahat aja, Kak, biar besok mainnya puas dan udah nggak capek.” Raga menyusun buku-bukunya di rak yang tersedia, sedangkan Claudia sedang menyusun pakaian mereka di lemari.Hal melelahkan namun harus dilakukan saat menginap cukup lama di sebuah hotel adalah mengeluarkan, menyusun dan merapikan barang di kamar. Claudia membenci hal itu, jadi terkadang ia membiarkan pakaiannya berserak begitu sa
“Raga sudah tidur sejak tadi, mau kubangunkan?” Claudia mengalihkan obrolan, mengabaikan kata-kata Malven. “Tidak perlu, aku hanya ingin memberitahu kalau Vall dan Sean sudah berangkat. Untuk malam ini kalian makan di kamar saja, jangan ke mana pun.” “Baiklah kalau begitu. Kamu juga hati-hati dan jangan terlalu memaksakan diri.” Claudia mengerti kekhawatiran Malven meski berlebihan, tapi sejujurnya ia tidak yakin apakah Raga akan mengerti juga. “Apa kamu sedang memperhatikanku?” Pertanyaan Malven membuat Claudia mengerutkan alis. “Maksudnya?” “Ini pertama kali kamu mengatakan itu, hati-hati dan jangan terlalu memaksakan diri maksudku. Apa ada hal baik yang terjadi?” Claudia sedikit terkejut, karena sejujurnya ia juga bingung, tidak tahu kenapa tiba-tiba mengatakan itu pada Malven. Sejak tiga bulan lalu ketika perjanjian mereka dimulai, Claudia tidak pernah membalas rayuan-rayuan manis Malven atau pun mengatakan sesuatu yang berlebihan pada pria itu. Tapi kalau hanya ucapan untu
Sean dan Vall benar-benar datang menyusul, meski Claudia tidak tahu jam berapa mereka sampai hotel, tapi ketika ia dan Raga keluar kamar untuk mencari sarapan pagi harinya, dua orang itu juga sedang ada di depan pintu dan langsung memperkenalkan diri.Berbeda dengan penampilannya waktu itu saat di villa, Sean kini tampak seperti wanita biasa yang juga sedang berlibur bersama, dan Claudia baru menyadari jika Sean terlihat seperti gadis belia saat rambutnya diurai. Lalu, tidak seperti dugaannya, ternyata Vall adalah seorang laki-laki. Pria itu mengenalkan diri dengan nama Vallence dan meminta Claudia memanggilnya dengan Vall saja.“Apakah tidak apa-apa jika kami bergabung bersama? Anggap saja kami tidak ada dan bersikaplah seperti biasa, tapi kami harus selalu bersama Nona dan Tuan Muda.” Sean bertanya sambil tersenyum, “Tapi kalau Anda berdua keberatan, kami akan memperhatikan dari jarak aman,” lanjutnya.Claudia menelan ludah, begitu pun Raga di sisinya. Entah kenapa senyum yang Sean
Claudia langsung mendelik pada Sean. Memangnya boleh mengatakan hal itu begitu saja pada Raga yang masih anak-anak?“Menstuarisasi itu apa?”Tuh, kan! Claudia mengangkat tangan saat Sean hampir membuka mulut, menghentikan wanita itu dari menjelaskan sesuatu yang rumit dan panjang. “Bukan sesuatu yang harus ditakuti dan itu hanya rutinitas untuk perempuan saja. Sebenarnya tidak sakit, tapi ada sebagian perempuan yang perlu beristirahat karena gejalanya sedikit lebih banyak dari yang lain, salah satunya adalah Kakak. Raga akan mengerti saat waktunya untuk belajar hal ini datang nanti, bagaimana?”Raga menatap Claudia dalam kebingungan. “Ehm, oke deh. Ya udah kalau gitu ayo kita pergi, tapi janji nanti ke sini lagi, ya?”Claudia menautkan jari kelingkingnya dan Raga. Mereka memiliki banyak waktu di sini, jadi bisa kembali lagi nanti, apalagi jika datang bersama Malven, akan lebih berkesan di ingatan Raga nantinya. Sebenarnya mereka bisa pergi ke Shibuya Sky lain kali seperti yang Raga k
Tepat seperti dugaan Claudia, tamu bulanannya benar-benar datang malam harinya. Sejak kembali dari Shibuya Sky dan memastikan Raga sudah mandi, siap dengan piyama tidur, lalu menitipkan anak asuhnya pada Ali, Claudia sudah terbaring tidak berdaya. Tadinya Claudia ingin menggunakan kamar lain selama hari liburnya dua hari ke depan, tapi Raga melarang dan mengatakan biar dia saja yang pindah kamar. Untungnya Ali tidak keberatan Raga tidur bersamanya. Kalau seandainya Malven datang sebelum hari libur Claudia berakhir, maka Raga akan tinggal bersama ayahnya. “Apa aku benar-benar tidak boleh minum pereda nyeri?” Claudia mengelus perutnya, rasanya menyakitkan hanya dengan bergerak sedikit. Sebenarnya ia juga terkadang minum obat pereda nyeri haid, tapi Claudia sudah biasa minum itu sejak SMP dulu, jadi sejak tahun lalu, Miranda melarang Claudia untuk terlalu sering mengonsumsi obat-obatan seperti itu. Katanya kalau ingin cepat hamil harus berhenti minum obat pereda nyeri haid, saat itu
Sekarat. Ucapan Malven membuat Claudia berdecih. “Aku tidak sedang sekarat--Malven!” teriakannya cukup memekakkan telinga pria yang tiba-tiba menggendongnya.Malven yang harus menerima teriakan kaget Claudia tepat di telinganya hanya bisa menghela napas. “Wajahmu pucat dan agak demam, tapi kenapa pergi dari ranjang? Istirahat saja, aku akan menyediakan apa pun yang kamu butuhkan.”Claudia merengut saat Malven membaringkannya kembali ke ranjang. Memangnya pria itu bisa merawat wanita yang sedang datang bulan? Claudia tidak yakin. Lalu, kalau bersama Malven, bukankah sama saja Claudia tidak bisa mengeluh atas rasa sakitnya? Claudia ingin bermanja pada Aira dan menyusahkan temannya seperti biasa, tapi bagaimana caranya memberi alasan pada Malven untuk pergi dari kamar?Lagipula, kenapa pria yang katanya baru bisa menyusul besok malah datang sekarang?“Coba beritahu bagian mana yang sakit? Haruskah kupanggil dokter?” Malven kembali ke ranjang dan duduk di sisi Claudia setelah melepas dan
Kata-kata yang diucap dengan tegas itu membuat Claudia tidak bisa menahan senyum, “Akan kupikirkan,” ucapnya santai.Malven menghela napas, “Aku serius, katakan saja padaku jika ada yang mengganggumu. Lalu--!” kata-katanya terhenti saat suara bel kamar menginterupsi.“Cepat buka pintunya, mungkin saja itu Raga.”Malven bangkit dari ranjang dan mendorong troli yang sebelumnya digunakan untuk mengantarkan makanan Claudia. Bukan Raga yang datang, tapi pesanan lain yang Malven minta. Pria itu menyerahkan kembali troli ke petugas hotel dan menerima kantung plastik putih berisi beberapa barang yang ia minta sebelumnya.“Lho, bukan Raga? Apa itu?” Claudia bertanya saat Malven kembali sendiri, memperhatikan kantung plastik yang pria itu bawa.“Hanya beberapa barang yang mungkin kamu butuhkan.” Malven mengeluarkan minyak aroma terapi dari kantung plastik, juga beberapa kotak koyo dan minuman khusus untuk wanita datang bulan. “Kalau jamu seperti ini, tidak apa-apa, kan? Ini bukan obat pil,” uca
Pria yang wajahnya nyaris tidak lagi bisa dikenali itu, Deon, semakin gemetar saat Malven berjalan mendekat. Malven memang menangkap dan menyerahkan Deon pada pihak berwajib, tapi tidak ada yang tahu jika yang akan ‘mengadili’ Deon adalah Malven sendiri. “Ugh! Ggh!”“Hm? Kau bilang apa? Coba katakana dengan jelas agar aku mengerti keinginanmu,” ucap Malven sembari berjalan menuju sebuah meja panjang, di atasnya terdapat banyak alat yang biasa Malven gunakan untuk bermain.Pria itu memilih sebuah belati kecil hari ini. Kemarin ia bermain menggunakan besi panjang yang dipanaskan, berpikir jika itu menyenangkan, tapi nyatanya tidak. Malven lebih suka jika ada warna merah yang menghiasi mainannya, itulah kenapa ia hanya sempat menggunakan besi panas itu satu kali. Alat itu membosankan.Malven melepas jas hitamnya, menukarnya dengan sebuah padding hitam panjang yang tersedia di gantungan. Pria itu tidak lupa menggulung lengan kemejanya, khawatir akan ada noda yang menempel seperti kemari
Claudia tersenyum canggung. Sejak awal ia memang hanya berniat memberikan kartu khusus itu untuk Raga agar anak itu tidak perlu khawatir tidak bisa bertemu Claudia lagi. Sejak bertemu, ketika Raga mengetahui tentang Claudia yang bukan pengasuh biasa, wanita itu sudah berjanji bahwa ia akan tetap memperlakukan Raga dengan spesial meski Claudia tidak lagi menjadi pengasuhnya."Maaf, mana kutahu kalau kartu nama khusus itu akan digunakan sebagai tiket masuk ke sini," Claudia berbisik sembari mengusap pelan lengan Malven."Kau masih di sini?"Suara tajam itu membuat Claudia dan Malven terdiam. "Aku akan antar Malven keluar!" ujar Claudia cepat, menarik Malven untuk bergegas dan tidak mengizinkan pria itu untuk mengatakan hal lain yang akan membuat emosi Regan meningkat.Meski begitu, Malven tetap membungkuk sopan pada Regan sebelum benar-benar berbalik, kembali menyusuri lorong menuju ruang tamu di bagian luar rumah bersama Claudia."Kamu tidak marah karena langsung diusir, kan?" Claudia
Seperti yang Claudia katakan pada Shouki dan Aira, hari ini ia benar-benar keluar dari rumah sakit. Shouki mengantar hingga ke lobi, juga menemani dalam diam sampai mobil yang dikendarai Arfa datang. “Aku akan ke sini lagi sore nanti untuk menjenguk Zenis, jadi kamu tidak perlu mengikutiku. Lalu, kalau Opa atau Ayah menghubungi, jangan mengatakan sedikit pun tentang masalah ini, mengerti?” Claudia memberikan perintah untuk ke sekian kalinya sejak kemarin, yang tentu saja Shouki tetap menjawab dengan sopan.“Hati-hati, Nona. Tuan Malven, pastikan mengantar Nona Claudia sampai dia masuk ke rumah,” ucap Shouki sembari membungkuk hormat pada Malven dan Claudia.“Tentu saja.” Malven menjawab acuh tak acuh. Sebenarnya agak iri dengan Shouki yang sudah mengenal Claudia sejak sangat lama, tapi karena pria itu sudah punya istri dan anak meskipun melayani Claudia yang sangat cantik, sepertinya Malven bisa mempercayainya.Mobil yang Claudia dan Malven tumpangi meninggalkan pelataran rumah sakit
Claudia kembali memeluk Malven, menyembunyikan wajahnya di bahu pria itu. “Itu aku,” ucapnya pelan, suaranya sedikit teredam di bahu Malven.“Bicaralah yang jelas, aku tidak mendengarmu.” Malven mengusap lembut kepala Claudia, meminta agar wanita itu kembali mengangkat wajah dan menatapnya.“Kubilang itu aku! Direktur utama yayasan yang menolak proposalmu, itu aku!” ujar Claudia akhirnya, tidak mau tahu bagaimana reaksi Malven setelah mendengarnya. Claudia tidak mau menyembunyikan apa pun lagi karena hubungan mereka harus segera diresmikan, jadi Malven harus tahu semua tentang Claudia. Pria itu harus menyiapkan alasan yang kuat untuk bisa menikahi Claudia di depan Regan dan Adhamar.Malven benar-benar terdiam. Ia ingin menanyakan lagi untuk meyakinkan telinganya, tapi yang didengarnya tadi sudah sangat jelas. Claudia adalah direktur utama Yayasan Gemilang? Malven mengerutkan kening, mencoba mengingat nama seseorang yang tidak pernah ditemuinya secara langsung.“C.R. Elvina?” Malven be
Claudia tidak bisa bertanya lebih jauh saat Malven mengatakan dengan yakin jika noda yang ada di ujung lengan kemejanya adalah saus. Pria itu segera beranjak ke kamar mandi setelah meraih paper bag berisi pakaian ganti yang sebelumnya dibawakan Arfa.Di dalam kamar mandi, wajah lembut Malven perlahan memudar, berganti menjadi raut datar tanpa emosi. Pria itu menghela napas pelan saat membuka kancing kemejanya satu per satu dan melihat ada beberapa bercak merah di ujung kemeja putihnya. Padahal ia menggunakan alat pelindung dan berhati-hati agar tidak ada noda yang merusak penampilannya, tapi tidak menyangka jika beberapa cipratan merusak pakaiannya.“Untung saja yang terkena noda cukup banyak bisa disembunyikan,” gumam Malven sembari berjalan mnuju shower, membasahi tubuhnya dengan air dingin. Air yang mengalir juga turut membasuh warna merah yang ada di tangan pria itu.Selesai membersihkan dirinya dan memastikan tidak ada noda atau bau darah yang menempel, Malven keluar kamar mandi
Claudia meletakkan telunjuknya di bibir, matanya melirik ke arah ranjang--menunjukkan keberadaan Raga yang tertidur lelap.Aira segera membelap mulutnya, "Maaf," ucapnya pelan. Ia menghela napas sebelum melanjutkan, "Jadi, apa kamu sudah mengatakannya pada Shouki tentang kejadian kemarin?" tanyanya sembari menatap ke arah Shouki.Shouki menggeleng, "Nona bilang akan menunggu sampai Nona Aira datang," ucap pria itu, mengalihkan tatapnya ke arah Claudia dan bertanya dalam diam.Claudia mengangguk. Sejujurnya ia khawatir akan meledak dan dipenuhi emosi saat menceritakannya jika pada Shouki, itu sebabnya Claudia tidak menelpon atau mengatakan apa pun pada pengawalnya itu saat ia melihat Deon berselingkuh. Dulu Claudia masih memikirkan Selena, karena jika ia mengadu pada Shouki, entah apa yang akan pria itu lakukan pada Deon dan Selena, tapi sekarang Claudia tidak bisa menahannya sendirian.Wanita itu menceritakan segalanya, dimulai dari perjalanannya ke kediaman sang kakek untuk menolak p
Claudia terkejut atas kedatangan Malven. Bukankah pria itu sudah pergi dari tadi?!Shouki segera menarik tangannya dari kepala Claudia dan bergegas berdiri, membungkuk sopan pada Malven yang tampak mematung di dekat pintu.Sepertinya Malven tidak tahu jika sedang ada Shouki di sini, melihat dari raut tegang Sean dan Vall di belakangnya."Malven? Bukankah kamu bilang ada urusan?" Claudia bertanya pelan, entah kenapa merasa gugup, padahal tidak melakukan sesuatu yang salah.Malven menghela napas setelah mencoba menjernihkan kepalanya. Melihat Claudia yang kikuk dan gugup, Malven tahu jika wanita itu tidak tahu cara menjelaskan kehadiran pria asing di kamarnya."Aku meninggalkan sesuatu," ucap Malven sembari berjalan mendekat. Matanya berubah tajam saat menatap Shouki. "Selamat siang, Tuan Malven, saya Shouki."Malven menaikkan satu alis melihat pria di hadapannya bersikap sopan dan tampak percaya diri. "Selamat siang, Tuan Shouki. Maaf mengganggu waktu Anda dan kekasih saya--Claudia. S
Claudia menutup buku cerita dengan perlahan, memastikan tidak ada suara yang mengganggu tidur Raga. Anak itu sudah tertidur pulas dengan posisi meringkuk di samping Claudia, napasnya yang tenang membuat Claudia tersenyum lembut. Wanita itu membenarkan posisi kepala Raga ke bantal dan menyelimutinya agar lebih nyaman, lalu menatap wajah polos anak itu sejenak sebelum menghela napas lega.Saat Claudia hendak meletakkan buku di meja kecil, pintu kamar rawatnya terdengar diketuk. Namun, bukannya langsung terbuka, ketukan itu disusul dengan suara pelan dari luar--sepertinya ada perdebatan kecil. Claudia mengerutkan kening, merasa bingung, hingga ia mendengar suara rendah dan penuh tekanan dari Shouki."Apa Sho sudah datang? Cepat juga, padahal belum dua puluh menit."Claudia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Sean, lupa jika wanita itu dan Vall sedang berjaga atas titah Malven. Awalnya Claudia khawatir Sean tidak akan mengangkat telpon darinya karena wa
Saat Claudia tengah asyik membacakan buku cerita untuk Raga, tiba-tiba pikirannya tersentak. Ia teringat sesuatu yang membuat alisnya berkerut. Claudia sama sekali belum memberi kabar pada siapa pun tentang dirinya yang dirawat di rumah sakit, apalagi soal kejadian yang membuatnya ada di sini.Claudia berhenti membaca, membuat Raga menatapnya dengan bingung. "Kak Cla, kenapa berhenti? Ceritanya lagi seru!"Claudia tersenyum kecil, mencoba menenangkan Raga. "Sebentar, Raga. Kakak baru ingat ada sesuatu yang harus dilakukan. Bisa tolong ambilkan tas Kakak? Sepertinya ada di lemari kecil di dekat ranjang."Raga mengangguk antusias, melompat turun dari tempat tidur, lalu bergegas menuju lemari kecil. Ia membuka pintu lemari dan mengambil tas tangan Claudia dengan hati-hati. "Ini, Kak." Raga menyerahkan tas tersebut dengan senyuman bangga."Terima kasih, Raga. Kamu memang hebat." Claudia mengacak rambut anak itu sebelum membuka tasnya dengan buru-buru. Ia mengeluarkan ponsel yang langsun