sudah update ya, selamat membaca
"Monica ... Sepertinya belum sadar saat ini dia berhadapan dengan siapa."Nadia yang mendengar itu hanya bisa terdiam. Sorot pandangannya semakin tajam dan membatin, 'Daniel ... dia tak pernah terlihat semarah ini.'Hendrawan mengusap wajahnya dengan kasar. Dia pun berkata, "Kita harus segera bertindak."Daniel yang mendengar itu menganggukkan kepalanya perlahan. Martha juga setuju dengan penuturan suaminya dan berkata, "Pa, bagaimanapun caranya kita harus bisa menemukan Sean." Wanita paruh baya itu lantas melangkah dan menatap lekat putranya seraya menambahkan, "Daniel, Mama nggak akan diam saja. Jika benar dalang dibalik semua ini adalah Monica, Mama yang akan memberinya pelajaran!"Dari suaranya yang terdengar dominan itu, Martha menunjukkan kemarahan yang tak bisa dibendung lagi. Daniel pun tahu bahwa selama ini ibunya itu mencoba untuk menahan dirinya agar tak bertindak kelewatan pada Monica, mengingat status wanita itu adalah ibu kandung Sean.Tapi kali ini, Daniel juga setuju d
"Untuk saat ini, kalian hanya perlu menjaga Sean. Sisanya, biar aku yang tangani."Mendengar perintah dari sang atasan, wanita itu pun mengangguk pelan seraya berkata, "Baik, Nona." Dia menjeda ucapannya sesaat dan berbalik menatap Sean, lalu menambahkan, "Tuan Muda masih belum sadarkan diri sekarang.""Tak masalah, asalkan tubuhnya tanpa lecet, semuanya akan beres." Setelah mengatakan itu, Monica langsung memutuskan sambungan teleponnya.Wanita itu segera berbalik menatap supir dan memerintah, "Cepat lajukan mobilnya!""Baik, Nona." Pria itu segera menyalakan mesin mobil dan mengemudikannya menjauh dari area kantor.Sedangkan wanita yang duduk tepat di kursi belakang Itu tampak mengalihkan pandangannya ke kaca mobil. Ada sedikit kegelisahan di dalam hatinya ketika sadar bahwa dia tak boleh bertindak ceroboh. Dia pun membatin, 'Mereka sekarang pasti lagi nyari bukti, aku nggak boleh lengah.' Di bawah guyuran hujan yang deras, mobil berwarna merah menyala itu membelah jalanan. Malam in
"Terserah apa yang akan kamu lakukan, paling penting perusahaan harus diselamatkan." Setelah mengatakan itu, Bagaskoro segera memutuskan sambungan teleponnya. Sedangkan Monica kini berada dalam kemarahan karena tekanan yang terus saja diberikan oleh ayahnya."Sialan!" desisnya seraya melemparkan teleponnya itu ke samping. "Gimana caranya aku bisa perbaiki masalah ini?" gumamnya lagi seraya memikirkan kembali hubungannya dengan sang mantan suami yang semakin memburuk. "Argh! Padahal seharusnya hal kayak gini nggak terjadi," lirihnya frustasi.Dengan syarat pandangan yang semakin gelap, wanita itu mengusap wajahnya dengan kasar. Dia pun membatin, 'Daniel nggak bakalan mau menanamkan modal lagi,' pikirnya. Wanita itu tak bodoh dan tahu bahwa alasan mengapa perusahaannya itu mengalami kerugian tentu saja karena mantan suaminya itu saat ini tengah mencoba untuk menekannya.Dengan menggigit kuku-kuku jarinya, wanita itu pun kembali bergumam lirih, "Sialan kamu, Niel. Hanya karena kamu tah
Perlahan, Sean membuka matanya. Bocah lelaki itu memanfaatkan keadaan yang saat ini tengah sepi karena suasana di luar pun sudah malam.Hanya ada guyuran hujan yang terdengar. Saat dia merasa ada sedikit kesempatan untuk mencari celah supaya bisa kabur, Sean mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan mendapati sosok wanita yang kini tampak tertidur di sofa. Wanita itulah yang merupakan salah satu pelayan di rumahnya.'Cuma ada Kakak Pelayan,' lirihnya. Melihat itu dia pun kembali mengedarkan pandangannya lagi karena sadar bahwa ada orang lainnya lagi yang terlibat dalam penculikannya ini. 'Paman yang badannya besar dimana? Apa dia pergi?' batinnya lagi.Di saat dia tengah memikirkan itu tiba-tiba saja matanya itu menangkap sebuah pecahan botol yang berada tak jauh dari tempatnya kini diikat.'Sean mau pulang,' batinnya lagi. Sebuah adegan di film kembali muncul di dalam kepala bocah lelaki itu. Dia dengan cepat langsung menggeser-geserkan kursi dan mencoba untuk lebih dekat dengan pec
"Tuan muda harus jadi anak yang penurut, ya?! Kakak akan pastikan nggak ada yang terluka," tuturnya seraya mengelus pelan kepala Sean. Meski sentuhannya itu saat ini memang terasa lembut, namun ada perasaan aneh yang mulai menyebar di hati Sean. Bocah lelaki itu bergidik ngeri dengan jantungnya berdetak semakin kencang dan membatin, 'Kak Nadia ... Sean takut.'Setelah mengatakan itu, pelayan itu pun segera menarik tubuhnya kembali yang sempat membungkuk sedikit dan kembali menatap rekannya seraya memicingkan matanya dengan tajam. "Pastikan kamu jaga dia dengan baik. Aku mau tidur," tuturnya.Pria bertubuh kekar itu hanya terdiam dan mendengus perlahan. Dia justru mengalihkan pandangannya pada Sean. "Heh, bocah!" panggilnya. Saat bocah lelaki itu menoleh, dia pun berkata, "Jangan bikin susah. Tidur aja," tuturnya.Sean yang mendengar itu menelan salivanya perlahan. Dia tak pernah berada dalam keadaan seperti ini sebelumnya. Dan saat merasakannya, keinginan terbesarnya saat ini hanyalah
"Dia bisa melakukan apapun. Bahkan hal-hal yang kita pikirkan takkan pernah dilakukannya."Daniel yang mendengar itu hanya terdiam sambil mengepalkan tangannya. Pria itu memilih untuk naik ke lantai atas menuju kamarnya agar bisa membersihkan diri.Tapi saat sampai di sana, dia justru melihat sosok gadis yang baru saja keluar dari kamar dan tampak menatapnya lekat."Kamu ... baru pulang?" tanya Nadia, ada sedikit kekhawatiran yang melintas di matanya ketika melihat pria itu tampak basah kuyup dan penampilannya sangat berantakan. "Ya," jawab Daniel. "Istirahatlah," tuturnya lagi.Nadia mendengar itu hanya terdiam, dia justru melangkahkan kakinya mendekati Daniel dan berkata, "Semuanya akan baik-baik aja, 'kan?"Daniel yang mendapati pertanyaan itu sedikit terkejut, namun raut wajahnya tetap datar dan dia segera menjawab, "Tentu," ujarnya singkat seraya mengelus pelan kepala gadis itu dan kembali menambahkan, "Kamu tak perlu khawatir."Meski semua orang memintanya untuk tak mengkhawati
"Maaf."Nadia yang mendengar kalimat itu tampak membulatkan matanya karena terkejut. "Eh, maaf? Tiba-tiba saja?""Karena masalah ini, pernikahan kita harus ditunda." Daniel segera menjelaskan maksud dari permintaan maafnya itu.Bagaimanapun juga dia merasa bersalah karena pernikahan harus ditunda, mengingat saat ini putranya masih belum ditemukan dan rasanya tak etis apabila dia tetap melangsungkan pernikahan dengan Nadia.Mendengar itu, Nadia menghelan nafas perlahan dan berkata, "Kenapa harus minta maaf?" tanyanya sambil menatap lekat pria itu yang kini mendongakkan kepalanya. Dia pun kembali menambahkan, "Yang paling penting sekarang, kita harus segera menemukan Sean."Tak ada sedikitpun rasa kecewa akibat rencana pernikahannya itu ditunda secara mendadak. Nadia bahkan tak fokus mengenai pernikahannya yang akan dilangsungkan besok. Tapi saat calon suaminya itu mengatakan maaf dan orang tuanya dipenuhi dengan rasa bersalah, Nadia akhirnya tersentuh dan merasakan suatu getaran yang b
"Gila," ungkap seorang gadis yang kini telah berada di kamarnya dengan wajah tampak dihiasi dengan gurat kemerahan karena salah tingkah. Dia masih berdiri tepat di belakang pintu kamar dengan jantung yang terasa berdebar semakin kencang. Ingatan beberapa menit lalu masih berputar-putar di dalam kepalanya, rasanya seperti mimpi dan Nadia tak bisa mempercayainya sama sekali.Perlahan gadis itu mencubit pipinya dan segera mengeluh, "Aw! Sakit ... berarti ini bukan mimpi," gumamnya.Senyuman kini mulai menghiasi wajahnya dan gadis itu berjalan menuju ke ranjang. Dia lantas duduk tepat di atas sisi ranjangnya dengan pandangan yang masih kosong. "Kenapa dia selalu bisa bikin aku bingung kayak gini, sih?" gumamnya lagi sambil menepuk-nepuk pipinya agar kembali sadar ke kenyataan. "Dasar nyebelin," desisnya tanpa bisa menyembunyikan senyumnya yang kini semakin sumringah.Dia segera merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap langit-langit kamar. Tangannya diletakkan tepat di depan dada dan Na