Pokonya terima kasih karena sudah mampir dan baca cerita terbaruku ini. Semoga semua pembacaku diberi kelancaran rizki dan juga kesehatan.
"Bagaimana? Apa masalahnya sudah selesai?" Martha yang tengah duduk itu seketika berdiri ketika melihat suami serta putranya masuk ke dalam ruang tunggu."Monica sudah pergi, Ma." Tatapan Daniel begitu dingin seolah-olah pria itu tak ingin membahas apapun mengenai mantan istrinya.Tapi Martha yang mendengar itu seketika langsung menyeletuk, "Hah, syukurlah kalau dia udah pergi. Akhirnya nggak ada biang masalah lagi di sini."Mendengar perkataan ibunya, Daniel hanya diam. Pria itu justru melirik ke arah Nadia yang saat ini tengah memangku Sean. Ditatapnya lekat sosok gadis itu yang kini tengah berpura-pura tak peduli padanya, padahal jelas kalau sebenarnya ada kekhawatiran yang menyelimuti hatinya.Melihat sikap Nadia, Daniel diliputi rasa bersalah. 'Andai saja aku tahu dia akan datang kemari dan membuat masalah. Aku pasti akan berusaha keras untuk mencegahnya,' batin Daniel. Bagaimanapun juga dia tahu dengan jelas kalau mantan istrinya itu sengaja datang kemari untuk membuat masalah da
Bab 43"Bagaimana bisa investor tiba-tiba menarik dananya?!" teriak seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan manajer. Napas Monica memburu naik turun, setelah dibuat marah oleh sikap acuh Daniel, sekarang dia harus mendengar sesuatu yang mengejutkan. Ditatapnya lekat sosok sang manajer yang kini juga tampak gelisah. Dia kembali bertanya, "Apa ada masalah? Kenapa mendadak sekali?"Manajer menghela napas berat. "Inti permasalahannya belum diketahui. Perusahaan juga kaget karena investor menarik dananya," jelasnya.Mendengar itu, Monica seketika terdiam. Wanita itu kembali memikirkan semua masalah yang terjadi dan mulai menerka-nerka. 'Apa Daniel yang melakukan ini?' batinnya. Dia yakin kalau dengan menjentikkan jari saja, Daniel bisa membuat kariernya hancur. 'Sial! Ternyata dia benar-benar melakukan ini karena masalah tadi, bukan sekedar peringatan. Br*ngs*k!' Di tengah-tengah kebingungannya, manajer tiba-tiba bertanya seraya menatapnya curiga. "Apa kamu buat masalah?"Moni
"Kak Nadia!" teriak seorang bocah lelaki ketika melihat Nadia dan Daniel pulang.Dengan cepat, Sean langsung memeluk Nadia. Wajah bocah itu tampak sumringah setiap kali melihat pengasuhnya datang. "Kak Nadia abis dari mana?""Kakak tadi abis makan siang. Kalau Sean? Katanya jalan-jalan, ya?" tanyanya sambil tersenyum tipis dan mengelus kepala bocah lelaki itu.Sean menganggukan kepalanya dengan cepat. "Uhm! Tadi Kakek sama Nenek beliin Sean mainan baru, lho!"Nadia yang mendengar itu tampak menanggapinya dengan wajah terkejut dan tersenyum, "Oh, ya? Wah ... senangnya," ungkapnya."Ayo, Kak!" Sean yang tak sabaran langsung menarik tangan Nadia, memaksa gadis itu untuk ikut masuk ke dalam rumah bersama dengannya. "Eh, baiklah. Ayo," ujar Nadia. Namun dia tampak melirik sekilas ke arah Daniel dan ternyata pria itu menganggukkan kepalanya perlahan seolah-olah memberikan persetujuan pada gadis itu untuk mengikuti putranya.Melihat itu, Nadia tak bisa menyembunyikan senyumannya karena dia
Bab 45"Akhirnya, angsa pun hidup bahagia selamanya." Nadia lekas menutup buku dongeng yang baru saja dibacanya. Gadis itu kembali menatap lekat sosok bocah lelaki yang kini tampak berbaring tepat di sampingnya. Dia tampak mengerutkan kening karena sadar bocah kecil itu seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Akhirnya dia pun bertanya, "Ada apa, Sean?""Apa Kakak cinta sama Papa?"Pertanyaan Sean yang begitu mendadak itu seketika langsung mengejutkan Nadia. Wajah gadis itu seketika langsung dihiasi dengan keterkejutan. Bahkan tanpa sadar ada gurat kemerahan yang menghiasinya. "Eh, Sean kenapa tanya seperti itu?"Mata bocah itu menatap lekatnya dia dan dengan polosnya dia kembali berkata, "Sean cuma pengen Papa bahagia," lirihnya. Ada kesedihan yang jelas menghiasi wajah Sean, "Sean pengen lihat seseorang yang cinta sama Papa."Nadia yang mendengar itu hanya bisa terdiam karena terkejut. 'Ya Tuhan, aku bahkan nggak tahu dengan perasaanku ini. Nggak mungkin ini cinta, 'kan?' pikirnya saat
"Siapa?" tanya Daniel sambil mengerutkan keningnya ketika dia mendengar suara seseorang mengetuk pintu."Ini aku ... apa aku boleh masuk?"Pria itu tampak sedikit kaget ketika mendengar suara Nadia. 'Kenapa dia datang ke sini?' Meski merasa bingung, dia tak ingin membuang gadis itu menunggu. Dia lantas berdiri dari kursinya dan berjalan untuk membuka pintu, tepat di depan pintu sana dia melihat sosok seorang gadis yang membawa nampan berisi secangkir teh jahe yang mengepulkan asap.Nadia terlihat tersenyum canggung dan mulai bicara, "Tadi aku melihat lampu di ruangan ini masih menyala, jadi aku pikir kamu butuh teh jahe ini," ujarnya. Pandangan gadis itu beralih menatap nampan yang tengah di bawahnya dan kembali menambahkan, "Teh ini bagus supaya tubuhmu nggak terlalu lelah."Daniel yang mendengar itu tampak mengangguk pelan dan langsung menerimanya. "Terimakasih," ujarnya singkat.Saat melihat gadis itu melongok ke dalam ruang kerjanya, tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya. "Ayo
"Huek!" Seorang gadis dengan kantung matanya yang hitam karena sejak semalam tak tidur nyenyak itu tampak menyeka mulutnya. Nadia merasa pusing. Entah mengapa sejak dini hari, perutnya terasa dikocok. Dia membatin, "Ughh ... rasanya aku nggak bakal bisa bangkit dari kasur.'Pandangannya beralih menatap ke arah jam dan sadar waktu berjalan semakin cepat. Dia menghela napas perlahan dan bergumam, "Apa Sean sudah bangun? Gimana kalau dia terlambat ke sekolah gara-gara aku?" Di tempat lain, Sean tampak menuruni tangga bersama dengan kepala pelayan. Daniel yang tengah menyeruput kopinya itu tampak mengerutkan kening. 'Dimana Nadia?' batinnya bertanya-tanya.Disaat tengah memikirkan itu, Sean yang telah duduk di kursinya tampak menatap sosok sang ayah. Bocah itu tiba-tiba bicara, "Kak Nadia lagi sakit, Pa."Mendengar itu, Daniel tampak kaget. Dia segera menoleh ke arah kepala pelayan, seakan meminta penjelasan. Anggun yang peka itu mengangguk pelan seraya membungkuk dan membenarkan perk
'Kenapa aku jadi peduli padanya? Rasa ini ... seolah bukan kepedulian semata.'Saat Daniel memikirkan itu tiba-tiba saja terdengar pintu diketuk, pria itu tampak menoleh dan mendapati seorang pelayan berdiri di sana sambil membawa nampan berisi sarapan. Daniel dengan cepat langsung mendekat dan meraih nampan itu. Dia segera berbalik tanpa menyadari ada kilatan aneh di mata pelayan itu ketika mengetahui adanya perhatian khusus untuk Nadia."Ayo makan," ujar Daniel, sembari duduk tepat di samping Nadia.Gadis itu tampak melirik sekilas dan dengan cepat langsung mengalihkan pandangannya ketika mencium aroma bubur ayam yang tiba-tiba saja membuatnya tak nyaman."Letakkan disitu saja, aku akan makan nanti," tolaknya.Melihat itu, Daniel mengerutkan keningnya. Dia lantas meletakkan semangkuk bubur itu kembali ke atas meja dan beralih menatap lekat Nadia.Tanpa banyak bicara pria itu tiba-tiba meraih kedua bahu Nadia dan membuat gadis itu tampak terkejut. Sebelum Nadia bisa bereaksi, Daniel
"Apa kamu cemburu?"Nadia yang mendengar pertanyaan itu seketika langsung memasang wajah terkejut. Dia dengan cepat langsung menjawab sambil menggelengkan kepalanya, "Ma-mana mungkin aku cemburu? Itu nggak benar," elaknya. "Aku cuma nggak mau kamu telat ke kantor," kilahnya lagi. Meski Nadia mengatakan itu, tapi dia tak bisa mengelabui Daniel. Pria yang mendengar jawaban gadis itu justru semakin mendekatinya dan menatap lekat Nadia sambil berkata, "Kalau cemburu, katakan saja."Wajah Nadia seketika langsung merah seperti tomat dan gadis itu dengan cepat langsung memalingkan kepalanya. Dia pun membatin, 'Astaga! Siapa juga yang cemburu? Ish! Ngeselin banget!' batinnya. Di saat tengah membatin dalam hati, sebuah tangan tiba-tiba saja meraih dagu Nadia dan memaksa gadis itu untuk menoleh. Seketika pandangannya itu langsung melekat tepat pada bola mata hitam milik Daniel, bertatapan cukup lama hingga membuat jantungnya berdetak semakin kencang.Dengan tatapannya yang semakin serius, Dani