"Kalau begitu, kita nggak boleh buang waktu. Ayo beri dia pelajaran!" Tangan pria itu tampak terkepal erat seolah-olah telah siap untuk melayangkan sebuah pukulan.Daniel yang melihat ancaman begitu jelas di depan matanya itu tetap memperlihatkan rasa takut sama sekali. Dia justru menghela nafas perlahan karena ternyata masih ada seseorang yang berani menyinggungnya dan menggunakan cara murahan seperti ini untuk mengusiknya."Siapa yang menyuruh kalian?" Dengan raut wajah yang datar, Daniel kembali bertanya. Seketika wajah keempat pria yang jauh lebih mirip seperti preman itu terlihat cukup terkejut. Ada perasaan kesal yang mulai muncul di dalam hati mereka semua ketika melihat kesombongan yang tampak begitu jelas di wajah Daniel."Kau tak perlu tahu," desis salah satu pria sambil terkekeh pelan dan menambahkan, "... Karena kami akan segera menghajarmu."Daniel tersenyum tipis ketika mendengar itu. Dia menggelengkan kepalanya perlahan sambil melipat melepaskan jas yang tengah dikenaka
"Siapa yang menyuruh kalian?" tanyanya lagi karena harus memastikan seseorang yang telah berani mencoba untuk mencari masalah dengannya.Meskipun Daniel sebenarnya sudah bisa menebak kalau kemungkinan besar ini adalah Monica ataupun seseorang yang berhubungan dengan mantan istrinya itu.Dengan tatapan matanya yang terlihat semakin tajam, Daniel menatap preman itu sembari mencoba untuk memaksanya agar jujur.Seketika wajah preman yang masih berlutut itu langsung tampak ketakutan. Namun sebelum dia bisa menjawab pertanyaan Daniel, sebuah mobil tiba-tiba saja berhenti tepat di belakang mobil Daniel dan memperlihatkan sosok pria yang terlihat keluar dengan tergesa-gesa.Dion yang baru saja mendapatkan telepon dari sopir dari atasannya itu segera datang.Dia tampak membulatkan matanya ketika melihat 4 preman yang kini tampak sangat menyedihkan. Di dalam hatinya pria itu pun membatin, 'Mereka telah berurusan dengan orang yang salah,' pikirannya sembari melirik ke arah atasannya yang kini ter
"Dasar bodoh! Masa cuma pekerjaan gampang kayak gitu kalian gagal, hah?!" Monica segera berteriak ketika mendapatkan telepon dari orang-orang suruhannya.Mereka adalah preman yang sempat mencoba untuk mengusik Daniel dan kini segera memberitahukan mengenai kegagalan pekerjaan karena targetnya itu dengan mudah langsung membuat mereka berempat kalah.Nafas wanita itu memburu naik turun bersamaan dengan emosinya semakin menggebu-gebu karena dia tak pernah berpikir bahwa mantan suaminya itu akan bisa mengalahkan para preman yang sudah jelas dengan mudahnya mampu melenyapkan nyawa seseorang.Di dalam hatinya wanita itu pun membatin, 'Aku nggak berharap kalau mereka akan menghabisi Daniel, setidaknya mereka seharusnya bisa memberikan sedikit pelajaran berupa peringatan. Tapi apa ini?!' Darah yang ada dalam tubuhnya terasa membeku dan urat-urat nadinya itu menegang. Monica mengepalkan tangannya dengan erat dan kembali membatin, 'Daniel sekarang pasti semakin mencurigaiku,' pikirnya. Meskipun
"Terus ikuti mobil itu, jangan terlalu dekat." Daniel segera memberikan perintah pada sopirnya itu untuk tetap fokus pada sebuah mobil sedan berwarna putih yang kini tengah melaju tepat sekitar 100 meter didepannya.Bagaimanapun juga pria itu tak ingin jika mantan istrinya merasa curiga ketika diikuti.Di dalam hatinya pria itu pun kembali membatin, 'Aku yakin kalau saat ini dia berniat untuk pergi menemui bawahannya.'Setelah dia berhasil memprovokasi Monica, wanita itu pastinya semakin tak sabaran untuk menggunakan putranya sendiri supaya bisa menekan Daniel.Menyadari hal itu, Daniel tak ingin membuang waktu sedikitpun karena takut putranya mendapatkan perlakuan yang tak baik dari ibunya sendiri. Meskipun Monica saling berkata bahwa dia menyayangi Sean, sebenarnya wanita itu hanya menjadikannya sebagai tameng.Di waktu yang bersamaan, Monica terlihat sangat serius ketika berbicara dengan seseorang yang berada di ujung telepon sana."Jangan pergi kemanapun, aku ingin mengecek keadaan
"Sudah satu jam," gumam pria itu sambil melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya dan kembali mengarahkan pandangannya ke salon. Dia menghela nafas perlahan karena mantan istrinya itu tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali setelah satu jam berlalu. Dia memang tahu bahwa wanita memang cukup lama menghabiskan waktunya untuk urusan penampilan, tapi rasanya dia tak sabar untuk menunggu karena Monica saat ini harus diawasi terus menerus.Di saat tengah memikirkan itu tiba-tiba saja ponselnya berdering nyaring dan membuat pria itu seketika langsung menoleh sambil meraihnya. "Kepala pelayan?" gumamnya ketika menyadari bahwa seseorang yang meneleponnya saat ini adalah Anggun. Tanpa basa-basi dia pun langsung mengangkat panggilan. Namun sayangnya sebelum pria itu bisa mengatakan apapun, kepala pelayan yang ada di ujung telepon sana segera memotong, "Tuan, Anda harus segera kembali!"Daniel yang menyadari nada suara kepala pelayan terdengar cemas, seketika meng
"Nona, Anda harus memberikan kartu identitas," tutur seorang pria yang merupakan jasa penyewaan mobil. Dia menatap lekat sosok wanita yang kini tampak menggunakan masker dan juga topi itu.Monica yang mendengarnya seketika langsung memicingkan matanya dengan tajam. "Aku sudah meninggalkan mobilku di sini sebagai jaminan dan membayar biaya sewa 3 kali lipat hanya untuk digunakan selama 2 jam saja. Apa masih ada masalah?"Pertanyaan bernada sombong itu telah berhasil membuat raut wajah pria berbadan tinggi itu mengerutkan keningnya. 'Sombong sekali,' batinnya.Setelah menghela nafasnya perlahan pria itu pun kembali menegaskan, "Benar. Tapi tetap saja--""Berisik! Ini uang tambahannya," potong wanita itu seraya menyerahkan segepok uang karena tak ingin berada di dalam situasi yang rumit dengan masalah sulit.Mata pria itu seketika tampak berbinar senang ketika melihat uang yang banyak. 'Bisa-bisanya dia ngasih uang segampang ini cuma buat nyewa mobil,' batinnya. Di saat tengah merasa sen
"Daniel," tegur Hendrawan, ketika melihat putranya itu sejak tadi termenung.Seketika Daniel langsung menoleh, namun pria itu juga masih diam.Hendrawan menghela nafas perlahan dan kembali berkata, "Jangan menyalahkan diri sendiri. Masuklah, lihat keadaan Nadia."Daniel yang mendengar itu menganggukkan kepala perlahan dan segera masuk untuk menengok keadaan Nadia. Di sana, Martha tampak menoleh dan wanita paruh baya itu memahami isi pikiran putranya. Dia pun segera berdiri dan mengelus kepala Nadia sambil berkata, "Tante keluar dulu, ya."Gadis itu menganggukkan kepalanya lemah, membiarkan calon ibu mertuanya terlalu pergi.Saat Martha melewati putranya, wanita paruh baya itu menghentikan langkahnya sejenak dan segera menepuk pelan pundak putranya sambil berkata lirih, "Dia baik-baik saja, Niel."Meski Daniel mendengar itu, dia tak sepenuhnya percaya karena dokter sendiri sempat berkata mengenai keadaan hadiah dan gadis itu bahkan bisa saja mengalami sesuatu yang buruk.Hanya dengan me
"Jangan membuatku khawatir."Degh!Perkataan Daniel barusan telah berhasil membuat sesuatu di dalam hati gadis itu terasa berdesir hebat.Nadia seketika langsung mematung tanpa bisa mengatakan apapun. Matanya itu tetap saja melekat pada Daniel seolah-olah terkunci dan tak bisa dialihkan sama sekali.Belum selesai keterkejutannya, Daniel kembali melakukan sesuatu yang tak terduga karena pria itu tiba-tiba saja membelai lembut puncak kepalanya.Di dalam hatinya, Nadia berteriak histeris, 'Ya Tuhan! Kenapa gunung es ini tiba-tiba jadi cair? Dia ... dia beneran khawatir?!'Di saat tengah memikirkan itu, Daniel kembali berkata, "Aku bertanggung jawab dengan keadaanmu," tuturnya lembut dengan sorot pandangan yang semakin serius dan pria itu pun kembali menambahkan, "Jangan sampai lupa untuk makan, karena janin yang ada di dalam kandunganmu itu butuh asupan."Nadia menganggukkan kepalanya perlahan tanpa sadar. Di dalam hatinya gadis itu semakin bertanya-tanya. Kenapa Daniel sangat lembut pada