'Dasar anak bodoh! Padahal Daniel udah memberi kesempatan, tapi dia masih aja bertingkah konyol!' batin Bagaskoro.Sembari menyimpan rasa kesalnya yang makin menumpuk itu, Bagaskoro melirik ke arah mantan menantunya yang kini terlihat semakin marah. Jantungnya berdetak makin kencang, merasa takut dengan jawaban yang akan diberikan oleh Daniel. Di dalam hatinya, pria paruh baya itu kembali membatin, 'Sial! Kalau kayak gini, perusahaanku benar-benar hancur.'Saat Bagaskoro tengah merasa cemas karena memikirkan itu, Monica kembali membuka suaranya dengan raut wajah yang terlihat tajam, "Kalau kamu memberikan tawaran yang menarik, aku akan melepaskan Sean."Pandangan Daniel semakin gelap dan pria itu segera berkata, "Suka ataupun tidak, aku tetap menginginkan Sean."Monica yang mendengar itu seketika langsung tertawa sinis. Dia memutar bola matanya dengan malas dan langsung melipat kedua tangannya di depan dada karena kali ini tak ingin kalah dari mantan suaminya. "Emangnya kamu bisa melak
"Ya, sudah. Bagimu Sean memang bukanlah barang, tapi bagiku dia sangat berguna. Dan, ya ... kamu tahu sendiri kalau aku tidak akan memberikan barang kesayanganku dengan cuma-cuma saja, 'kan?" Dengan suara pandangan matanya yang semakin tajam, wanita itu kembali menegaskan, "Aku tidak akan memberikan kesempatan dua kali. Kamu bisa memberikan semua keinginanku, atau mengikhlaskannya."Wajah Daniel tampak semakin gelap. Pria itu tak menjawab sama sekali dan langsung berbalik pergi meninggalkan mantan istrinya yang semakin menggila.Bagaskoro yang melihat itu seketika langsung panik dan mencoba untuk mencegah langkahnya sembari berkata, "Daniel, tunggu! Om akan mencoba membujuk Monica, jadi jangan bertindak gegabah!"Meskipun Daniel mendengar perkataan pria paruh baya itu, dia tetap bertingkah seolah tak mendengar apapun dan langsung berlalu pergi begitu saja.Bagaskoro yang melihatnya pun dengan cepat langsung menoleh menatap putrinya dan berteriak, "Monica! Kejar dia! Apa-apaan kamu, hah
"Cari pelayan itu secepatnya," perintahnya dengan raut wajah yang terlihat semakin tajam. Seorang pria yang ada di ujung telepon sana tampak menganggukkan kepalanya dengan patuh dan segera bicara, "Siap, Bos."Setelah mendengar jawaban dari asisten pribadinya itu, Daniel segera memutuskan sambungan teleponnya.Dia kembali menatap jalanan melalui kaca mobil dan meremas tangannya erat ketika mengingat kembali semua perkataan Monica. 'Dia berani meremehkanku,' batinnya.Di tengah-tengah kemarahannya itu, tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering nyaring. Pria itu seketika langsung menoleh dan tampak mengerutkan keningnya saat menyadari ada telepon dari Hendrawan. Tanpa berpikir dua kali dia langsung mengangkatnya dan seketika langsung terdengar suara seorang pria paruh baya di ujung telepon sana, "Gimana, Niel? Apa sudah ada informasi lain?"Daniel menghela napas berat. Dia tahu kalau keluarganya itu pasti terus saja menunggu-nunggu kabar terbaru darinya. Hanya saja untuk saat ini dia
"Kalau begitu, kita nggak boleh buang waktu. Ayo beri dia pelajaran!" Tangan pria itu tampak terkepal erat seolah-olah telah siap untuk melayangkan sebuah pukulan.Daniel yang melihat ancaman begitu jelas di depan matanya itu tetap memperlihatkan rasa takut sama sekali. Dia justru menghela nafas perlahan karena ternyata masih ada seseorang yang berani menyinggungnya dan menggunakan cara murahan seperti ini untuk mengusiknya."Siapa yang menyuruh kalian?" Dengan raut wajah yang datar, Daniel kembali bertanya. Seketika wajah keempat pria yang jauh lebih mirip seperti preman itu terlihat cukup terkejut. Ada perasaan kesal yang mulai muncul di dalam hati mereka semua ketika melihat kesombongan yang tampak begitu jelas di wajah Daniel."Kau tak perlu tahu," desis salah satu pria sambil terkekeh pelan dan menambahkan, "... Karena kami akan segera menghajarmu."Daniel tersenyum tipis ketika mendengar itu. Dia menggelengkan kepalanya perlahan sambil melipat melepaskan jas yang tengah dikenaka
"Siapa yang menyuruh kalian?" tanyanya lagi karena harus memastikan seseorang yang telah berani mencoba untuk mencari masalah dengannya.Meskipun Daniel sebenarnya sudah bisa menebak kalau kemungkinan besar ini adalah Monica ataupun seseorang yang berhubungan dengan mantan istrinya itu.Dengan tatapan matanya yang terlihat semakin tajam, Daniel menatap preman itu sembari mencoba untuk memaksanya agar jujur.Seketika wajah preman yang masih berlutut itu langsung tampak ketakutan. Namun sebelum dia bisa menjawab pertanyaan Daniel, sebuah mobil tiba-tiba saja berhenti tepat di belakang mobil Daniel dan memperlihatkan sosok pria yang terlihat keluar dengan tergesa-gesa.Dion yang baru saja mendapatkan telepon dari sopir dari atasannya itu segera datang.Dia tampak membulatkan matanya ketika melihat 4 preman yang kini tampak sangat menyedihkan. Di dalam hatinya pria itu pun membatin, 'Mereka telah berurusan dengan orang yang salah,' pikirannya sembari melirik ke arah atasannya yang kini ter
"Dasar bodoh! Masa cuma pekerjaan gampang kayak gitu kalian gagal, hah?!" Monica segera berteriak ketika mendapatkan telepon dari orang-orang suruhannya.Mereka adalah preman yang sempat mencoba untuk mengusik Daniel dan kini segera memberitahukan mengenai kegagalan pekerjaan karena targetnya itu dengan mudah langsung membuat mereka berempat kalah.Nafas wanita itu memburu naik turun bersamaan dengan emosinya semakin menggebu-gebu karena dia tak pernah berpikir bahwa mantan suaminya itu akan bisa mengalahkan para preman yang sudah jelas dengan mudahnya mampu melenyapkan nyawa seseorang.Di dalam hatinya wanita itu pun membatin, 'Aku nggak berharap kalau mereka akan menghabisi Daniel, setidaknya mereka seharusnya bisa memberikan sedikit pelajaran berupa peringatan. Tapi apa ini?!' Darah yang ada dalam tubuhnya terasa membeku dan urat-urat nadinya itu menegang. Monica mengepalkan tangannya dengan erat dan kembali membatin, 'Daniel sekarang pasti semakin mencurigaiku,' pikirnya. Meskipun
"Terus ikuti mobil itu, jangan terlalu dekat." Daniel segera memberikan perintah pada sopirnya itu untuk tetap fokus pada sebuah mobil sedan berwarna putih yang kini tengah melaju tepat sekitar 100 meter didepannya.Bagaimanapun juga pria itu tak ingin jika mantan istrinya merasa curiga ketika diikuti.Di dalam hatinya pria itu pun kembali membatin, 'Aku yakin kalau saat ini dia berniat untuk pergi menemui bawahannya.'Setelah dia berhasil memprovokasi Monica, wanita itu pastinya semakin tak sabaran untuk menggunakan putranya sendiri supaya bisa menekan Daniel.Menyadari hal itu, Daniel tak ingin membuang waktu sedikitpun karena takut putranya mendapatkan perlakuan yang tak baik dari ibunya sendiri. Meskipun Monica saling berkata bahwa dia menyayangi Sean, sebenarnya wanita itu hanya menjadikannya sebagai tameng.Di waktu yang bersamaan, Monica terlihat sangat serius ketika berbicara dengan seseorang yang berada di ujung telepon sana."Jangan pergi kemanapun, aku ingin mengecek keadaan
"Sudah satu jam," gumam pria itu sambil melirik ke arah arloji yang melingkar tepat di pergelangan tangannya dan kembali mengarahkan pandangannya ke salon. Dia menghela nafas perlahan karena mantan istrinya itu tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali setelah satu jam berlalu. Dia memang tahu bahwa wanita memang cukup lama menghabiskan waktunya untuk urusan penampilan, tapi rasanya dia tak sabar untuk menunggu karena Monica saat ini harus diawasi terus menerus.Di saat tengah memikirkan itu tiba-tiba saja ponselnya berdering nyaring dan membuat pria itu seketika langsung menoleh sambil meraihnya. "Kepala pelayan?" gumamnya ketika menyadari bahwa seseorang yang meneleponnya saat ini adalah Anggun. Tanpa basa-basi dia pun langsung mengangkat panggilan. Namun sayangnya sebelum pria itu bisa mengatakan apapun, kepala pelayan yang ada di ujung telepon sana segera memotong, "Tuan, Anda harus segera kembali!"Daniel yang menyadari nada suara kepala pelayan terdengar cemas, seketika meng