Setibanya di ruang rapat, Jayden duduk dan mencoba fokus pada agenda rapat. Namun, beberapa karyawan wanita mencoba duduk di sekitar Jayden dengan harapan bisa menarik perhatiannya. Jayden tetap menahan diri dan hanya memberikan instruksi atau tanggapan yang diperlukan selama rapat.Setelah rapat selesai, Jayden melangkah ke ruangannya dengan harapan bisa bekerja dengan tenang. Namun, begitu masuk ke ruangannya, ada selembar kertas yang tertempel di pintu kaca dengan tulisan 'Pak Jayden, saya membutuhkan tanda tangan Anda'. Jayden hanya mendengkus sekilas melihat kertas pink dengan corak hati itu. Kemudian segera menandatangani dokumen yang dilesakkan di bawahnya tanpa banyak berkomentar.Adegan berulang seperti ini menjadi rutinitas di kantor, dan Jayden tetap mempertahankan sikap dingin dan cueknya, memilih memfokuskan diri pada pekerjaannya."Mereka sangat kurang kasih sayang," kata Jayden dengan decihanm ***Sebuah ketukan lembut terdengar di pintu ruangan Jayden, dan kemudian p
Di tengah-tengah tugas kecil itu, Jayden dan Agatha terlibat dalam percakapan santai, menunjukkan kedekatan yang profesional namun ramah. Karyawan yang sebelumnya mencoba bersaing mulai menyadari bahwa Jayden tidak sepenuhnya terfokus pada mereka.Dengan kecilnya perhatian Jayden pada Agatha, suasana di kantor berubah. Karyawan yang sebelumnya berlomba mendapatkan perhatian bosnya menjadi lebih bersatu, menyadari bahwa persaingan yang berlebihan hanya akan merugikan mereka sendiri. Dengan cerdik, Jayden membuka mata mereka pada pentingnya bekerja sama, bukan bersaing tanpa henti. Dengan langkah-langkah kecil ini, Jayden berharap dapat merubah dinamika di kantornya untuk berkembang lebih baik.Agatha, menyadari keadaan sekitarnya, memberikan dukungan penuh pada inisiatif Jayden. Meskipun dirinya menjadi sorotan, ia memilih untuk menghadapi situasi dengan kepala dingin dan sikap profesional. Keduanya terus bekerja sama dalam berbagai tugas, membuktikan bahwa kerja sama mereka tidak han
"Bye, Aluna. Jangan sampai telat masuk, nanti—“ Brak! Jantung Agatha rasanya nyaris terlepas waktu suara benturan benda yang keras itu masuk ke telinganya dengan menyakitkan. Agatha yang baru saja menyeberang jalan, reflek mematikan sambungan ponsel dan cepat-cepat membalikkan badan. “Ya ampun! Astaga!” Begitu tahu apa yang terjadi tepat di depannya, Agatha memekik keras dan langsung menutup mulutnya. “A–apa ini?” Suara Agatha hampir tertelan di tenggorokan saat mendapati insiden kecelakaan terjadi tepat di hadapannya. Kalau saja ia tidak menyeberang dengan cepat, apakah yang tertabrak truk itu adalah dirinya dan bukan mobil mewah yang kini terlihat hancur itu? Tunggu, tapi sepertinya Agatha mengenali pemilik mobil tersebut. “Tidak, tidak. Pasti Tidak mungkin.” Jantung Agatha tiba-tiba berdebar. Perlahan kakinya melangkah menghampiri kerumunan. Berharap dugaannya tentang pemilik mobil itu salah besar. Dengan ponsel yang ia genggam erat-erat di tangannya, Agatha tiba di depan seo
Jayden, yang awalnya sibuk dengan urusannya di kantor, segera merespons, "Halo, Agatha. Ada apa? Kenapa suaramu terdengar cemas?"Dengan suara yang mencoba tetap stabil, Agatha memberitahu Jayden tentang kecelakaan yang menimpa Jonathan dan kebutuhan darahnya untuk operasi mendesak. Meskipun ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan ketakutannya, getaran di dalam suaranya mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam."Jayden, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," ucap Agatha, mencoba menahan tangisnya. "Pria itu mengalami kecelakaan, dia membutuhkan darah, dan aku sudah mendonorkan sebagian darahku. Tapi aku masih takut ...."Jayden di seberang sana terkejut nyaris ponselnya terjatuh. Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam, ia segera memotong kata-kata Agatha, "Jangan khawatir, Agatha. Aku akan segera ke rumah sakit. Pasti semuanya baik-baik saja."Dengan sedikit kelegaan, Agatha mengucapkan terima kasih, "Terima kasih, Jayden.""Kita akan hadapi ini bersama-sama," jawab Jayden denga
"T–tolong aku .... Tolong ....” Ucapan yang tenggelam di dalam hati, Jonathan tidak bisa mengeluarkan suaranya.Namun ia bisa melihat seorang perempuan yang menatapnya khawatir, tapi hanya beberapa saat sebelum semuanya menjadi gelap. Saat itu juga Jonathan tersadar dari komanya. Jonathan membuka mata dengan jantung berdebar-debar. “A–aku belum mati?” ujar Jonathan di dalam hati. Ia menoleh, melihat Kinara yang tertidur dengan merebahkan kepalanya di tepi brankar. "Kinara?” panggil Jonathan pelan, nyaris berbisik. Ia perlahan menyentuh tangan Kinara yang berada di atas perutnya. “Heum?” Kinara mengerjapkann mata, sedetik kemudian setelah nyawanya terkumpul, ia reflek membelalakkan mata. “K–kamu sudah sadar?” Kinara seketika berdiri dan air matanya jatuh saat itu juga. Melihat Jonathan sang suami yang sudah membuka mata dengan anggukan kepala disertai senyum yang selama ini dirindukannya. “Aku menunggumu.” Isak tangis Kinara pecah, ia menghamburkan dirinya untuk memeluk Jonathan.
"Terima kasih, Agatha. Aku berjanji mulai sekarang tidak akan lagi ikut campur dalam urusan hidupmu,” ucap Jonathan dengan tekad baru. Ia akan mengubur perasaan bencinya pada Agatha dulu. "Kamu bisa hidup dengan pilihan yang kamu ambil. Dengan siapa yang ada di sampingmu, dan tujuan yang membuatmu terus maju."Agatha pun terkejut, nyaris tidak bisa berkata-kata sampai Jonathan terkekeh kecil. Ia mengedipkan mata berkali-kali, betapa perasannya saat ink tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sungguh, ia tidak menyangka hari ini akan tiba secepat ini."Apa ini benar-benar nyata? Pria ini akhirnya mau bertobat?" batin Agatha tak percaya. Namun ia hanya mengangguk pelan dengan senyum tipis sebagai jawaban. Meski kejahatan Jonathan masih belum bisa terlupakan, ia berusaha mempercayai permintaan maafnya.Seiring kata-kata itu terucap, suasana dalam ruangan menjadi hangat. Jonathan, dengan seluruh kerendahhatiannya, tahu bahwa ia berutang banyak pada Agatha. Dan meskipun masih ada perjalan
Rumah Jonathan kini tampak penuh kehangatan. Jonathan yang kini berubah, lebih banyak tersenyum dan berusaha terlibat aktif dalam kehidupan keluarganya. Jayden, yang sebelumnya cuek, kini mulai membuka hatinya pada perubahan ayahnya. Agatha dengan sabar terus mendukung proses penyembuhan hubungan di antara mereka.Agatha dengan penuh kelembutan, membantu Anna untuk melewati ketakutannya terhadap Jonathan. Jonatan yang merasa menyesal atas sikapnya yang dulu, berusaha keras untuk memperbaiki hubungan dengan cucunya itu.Sementara itu, Cakra yang belum pulang dari luar negeri tidak mengetahui perubahan yang terjadi di keluarganya. Selama beberapa hari, kebahagiaan tampak kembali di rumah Byhantara. Dalam suasana yang penuh kebahagiaan di rumah Jonathan, Agatha melihat momen yang sempurna untuk memperkuat hubungan antara Jonathan dan Anna. Sebuah adegan manis menunjukkan Anna yang mulai bermain dengan Jonathan di halaman belakang rumah.Anna dengan senang hati menggandeng tangan Jonatha
Dengan bibir yang masih tersenyum, Jonathan melanjutkan, "Kecerdasanmu, dedikasimu, dan segala hal yang kamu lakukan untuk keluarga Byhantara membuatku menyadari bahwa kamu adalah jawaban untuk kebahagiaan Jayden. Aku bersyukur telah menyadari hal ini, dan aku berharap kamu bisa menjadi bagian dari keluarga kami."Jonathan kembali melanjutkan pekerjaannya dengan keyakinan yang baru dan senyuman yang tak lekang dari wajahnya, menyadari bahwa Agatha telah membawa perubahan positif bagi keluarganya.Beberapa hari berlalu, Jonathan terus merenungkan keputusannya. Setiap kali ia melihat Agatha, perasaannya semakin yakin bahwa mempersatukan Agatha dengan Jayden adalah langkah yang tepat.Suatu hari, Jonathan memutuskan untuk bicara secara langsung dengan Agatha. Ia sengaja mencari waktu longgar untuk ke perusahaan Jayden. Dengan senyum hangat, ia pun mendekati Agatha di ruang kerjanya."Siang, Agatha. Bisakah kita bicara sebentar?"Agatha mengangguk dan menjawab sopan, "Ah, tentu, Pak Jonat