Rumah Jonathan kini tampak penuh kehangatan. Jonathan yang kini berubah, lebih banyak tersenyum dan berusaha terlibat aktif dalam kehidupan keluarganya. Jayden, yang sebelumnya cuek, kini mulai membuka hatinya pada perubahan ayahnya. Agatha dengan sabar terus mendukung proses penyembuhan hubungan di antara mereka.Agatha dengan penuh kelembutan, membantu Anna untuk melewati ketakutannya terhadap Jonathan. Jonatan yang merasa menyesal atas sikapnya yang dulu, berusaha keras untuk memperbaiki hubungan dengan cucunya itu.Sementara itu, Cakra yang belum pulang dari luar negeri tidak mengetahui perubahan yang terjadi di keluarganya. Selama beberapa hari, kebahagiaan tampak kembali di rumah Byhantara. Dalam suasana yang penuh kebahagiaan di rumah Jonathan, Agatha melihat momen yang sempurna untuk memperkuat hubungan antara Jonathan dan Anna. Sebuah adegan manis menunjukkan Anna yang mulai bermain dengan Jonathan di halaman belakang rumah.Anna dengan senang hati menggandeng tangan Jonatha
Dengan bibir yang masih tersenyum, Jonathan melanjutkan, "Kecerdasanmu, dedikasimu, dan segala hal yang kamu lakukan untuk keluarga Byhantara membuatku menyadari bahwa kamu adalah jawaban untuk kebahagiaan Jayden. Aku bersyukur telah menyadari hal ini, dan aku berharap kamu bisa menjadi bagian dari keluarga kami."Jonathan kembali melanjutkan pekerjaannya dengan keyakinan yang baru dan senyuman yang tak lekang dari wajahnya, menyadari bahwa Agatha telah membawa perubahan positif bagi keluarganya.Beberapa hari berlalu, Jonathan terus merenungkan keputusannya. Setiap kali ia melihat Agatha, perasaannya semakin yakin bahwa mempersatukan Agatha dengan Jayden adalah langkah yang tepat.Suatu hari, Jonathan memutuskan untuk bicara secara langsung dengan Agatha. Ia sengaja mencari waktu longgar untuk ke perusahaan Jayden. Dengan senyum hangat, ia pun mendekati Agatha di ruang kerjanya."Siang, Agatha. Bisakah kita bicara sebentar?"Agatha mengangguk dan menjawab sopan, "Ah, tentu, Pak Jonat
"Salah siapa kamu sangat menarik, aku jadi tidak bisa melepaskanmu, kan?” Cakra tertawa kecil sambil melihat foto Agatha yang pernah dipotretnya diam-diam di ponselnya. Ia tidak bosan meskipun sejak tadi memandanginya sepanjang perjalanan menuju rumah setelah dari bandara. Berbagai macam rencana untuk mendapatkan Agatha sudah terususn rapi di otaknya. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menjalankannya. Cakra sangat tidak sabar menantikan hari itu. “Ini alasannya kenapa aku tidak bisa berlama-lama di luar negeri.” Cakra terkekeh. “Karena seseorang yang aku rindukan ada di negera ini.” Tiba di sebuah rumah yang megah, Cakra kembali memasukkan ponselnya ke saku lalu memasang wajah datar. Keluar dari mobil ia melangkah cepat masuk. Sempat mendengar papanya kecelakaan, ia sedikit menyesal tidak bisa pulang karena urusannya masih belum selesai. “Aku kembali,” sapa Cakra dengan ceria dan wajah cerah. Kinara yang sedang memasak di dapur bersama beberapa pembantu reflek menoleh. Kina
Saat mereka duduk bersama di meja, Reyhan akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Bos, maaf kalau terdengar tiba-tiba, tapi apa yang membuat Anda begitu ceria hari ini? Apakah ada sesuatu yang spesial telah terjadi?"Jayden tersenyum ramah kepada Reyhan sebelum menjawab, "Oh, Rey, ini mungkin terdengar klise, tapi sebenarnya ada perubahan besar dalam hidupku. Akhirnya Jonathan memberi restu untukku ... untuk sesuatu yang aku impikan."Reyhan melebarkan mata, lalu mengangguk-angguk paham. Ia benar-benar ikut senang mendengarnya . "Wow, saya senang mendengarnya, Bos. Semoga hal itu membawa kebahagiaan bagi Anda."Jayden mengangkat gelasnya. "Terima kasih, Rey. Semoga kita semua bisa meraih kebahagiaan masing-masing!"Reyhan merasa sungguh bahagia mendengar berita baik dari Jayden. Ia seakan merasakan kebahagiaan bosnya dan menyadari bahwa perubahan ini membawa dampak positif pada suasana kerja."Sungguh menggembirakan mendengarnya, Bos. Semoga semuanya berjalan lancar dan membawa ke
"Aku harus memikirkan sekali lagi kapan waktu yang tepat. Mengenai perasaan tidak sebaiknya aku terburu-buru,” batin Jayden setelah bergelut dengan benaknya. Ia memutuskan menutup mata dan berusaha tidur. Keesokan paginya berjalan seperti biasa. Dan sampai saat ini pun Jayden masih belum bisa memutuskan. Rasanya saat melihat Agatha saja jantungnya sudah berdebar. Entah bagaimana saat ia menyatakan perasaannya dan meminta Agatha menjadi istri barunya untuk memenuhi keinginan Anna. “Aku benar-benar harus mencari guru dalam masalah ini,” batin Jayden mengembuskan napas pelan. Nama seseorang tiba-tiba muncul di kepalanya. “Ah, orang itu. Pada akhirnya aku membutuhkan dia juga di saat seperti ini.” Jayden terkekeh geli. Reyhan sang sekretaris menjadi partner yang tepat untuk berkonsultasi soal perasaan. Dalam keheningan malam, Jayden merenung tentang permintaan istimewa dari putrinya, Anna. Permintaan untuk memiliki seorang ibu, khususnya Agatha. Jayden menyadari bahwa tanggung jawabny
"Walau begitu aku harus memikirkan hadiah yang benar-benar membuatnya senang dan menjadi kenangan yang tidak terlupakan!"Jayden bersyukur dengan respon Agatha terhadap ulang tahun Anna. Meksi tidak ada hubungan darah, Agatha benar-benar menyayangi Anna layaknya anaknya sendiri. Jayden tiba-tiba terpikirkan sesuatu. Akankah waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya adalah satu hari sebelum ulang tahun Anna? Dengan begitu Agatha tidak akan terlalu terkejut soal hadiah yang diminta Anna."Dan kalau pun saat itu aku tertolak. Aku akan mengatakan yang sejujurnya. Dia pasti bisa mengerti soal permintaan Anna itu," batin Jayden, lalu menahan senyum. "Ah, Tapi aku rasa tidak mungkin jika dia menolakku."Besok ia akan berencana berkonsultasi kepada Reyhan yang sudah berpengalaman soal cinta. Meskipun sebenarnya ia cukup ragu bisa mengandalkan idenya, tapi barang kali sekretarisnya itu bisa mengurangi perasaan ragunya.***Langit gelap menyelimuti kota saat Agatha selesai membantu Anna
"Sangat penting untuk menemukan rekaman CCTV tersebut. Perempuan itu menghilang, dan kami butuh bantuan Anda untuk melacaknya,” ucap Jayden dengan nada tegas, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.Karyawan itu mengangguk cepat. “Baik, saya akan bantu cek rekaman CCTV secepat mungkin. Silakan ikuti saya.” Anna, meski masih dalam keadaan terpukul, menggenggam erat lengan Jayden, menunjukkan kepercayaan dalam usahanya untuk menemukan Agatha. Beberapa saat setelah mengecek rekaman CCTV, rupanya di saat yang tidak tepat malam ini CCTV itu mengalami kerusakan. Para pegawai minimarket juga terkejut saat melihat rekaman beberapa jam yang lalu hanya menampilkan layar gelap.Dengan wajah semakin tegang, Jayden menghela napas frustasi. Kemudian ia mencoba ke toko lain di sekitar sana, tapi saat mengetahui bahwa CCTV di minimarket lain ternyata juga rusak, tangannya seketika menggosok pelipis, mencoba meredakan kekecewaan dan kekesalan."Kenapa semuanya harus serba rusak malam ini?” gumam Jay
Grace menambahkan, "Kamu akan belajar menghormati kami, dan mungkin, jika kamu beruntung, hidupmu tidak akan terlalu menyakitkan setelah ini."Mereka meninggalkan Agatha di kamar, menyisakan gadis itu dengan kebingungan dan rasa heran yang semakin dalam. Dengan kedua tangannya terikat di atas kepala, Agatha merasa terperangkap dalam situasi yang semakin suram dan tak pasti.Agatha, meski tidak merasa takut, namun rasanya api kemarahan yang berkobar dalam dirinya sangat sulit dipadamkan. Ia membatin dengan umpatan-umpatan kesal dalam hati, dan meskipun ingin meronta, ikatan yang kuat membuatnya tak bisa berbuat banyak.Agatha berkata dalam hati, "Apa yang mereka pikirkan? Ini semua pasti rencana Cakra! Aku tidak akan membiarkan mereka merendahkan dan menyakitiku seperti ini!"Meski tempatnya sekarang tidak gelap dan gerah, Agatha tetap kesal karena menyadari bahwa kemungkinan yang lebih buruk bisa saja terjadi. Tapi dia tidak akan membiarkan rasa takut menguasainya. Sebaliknya, tekadny
"Agatha, aku benar-benar menyesal atas semua yang telah kulakukan. Aku ingin memperbaiki kesalahan itu, sungguh," ucap Grace, matanya penuh penyesalan. Agatha yang sejak awal sudah mencoba untuk memaafkan, tersenyum lembut, "Kak Grace, aku percaya bahwa setiap orang bisa berubah. Aku sudah memaafkan kamu, Kak."Mendengar kata-kata itu, mata Grace berkaca-kaca, merasa beban besar terangkat dari pundaknya. "Terima kasih, Agatha. Aku berharap kebahagiaan selalu menyertaimu."Agatha kemudian mendekat dan memeluk Grace. Sementara itu, Grace yang lega sampai menangis, merasa terharu karena Agatha masih begitu baik padanya meskipun semua kesalahannya di masa lalu."Sukses untuk karirmu di luar negeri, ya, Kak Grace. Aku yakin kamu akan menemukan kebahagiaanmu sendiri di sana," ucap Agatha sambil tersenyum.Dengan hati yang lega dan bersih, Grace pun pergi, meninggalkan Agatha yang semakin siap menyongsong hari pernikahannya dengan Jayden. Sebelum itu, tak lupa Grace mengucapkan selamat kepa
"Bagaimana dengan skripsimu? Apa masih perlu direvisi lagi?" tanya Jayden di suatu malam. Lelaki itu duduk di sebelah Agatha yang tengah menatap laptopnya. Agatha pun menoleh, mukanya tampak cemas dan ragu. Hal itu tentu membuat Jayden seketika ikut khawatir. "Hei? Apa ada yang salah lagi? Katakan saja, aku akan membantumu," ucap Jayden sambil memegang kedua pundak Agatha.Beberapa detik raut wajah Agatha berubah cerah, ia tertawa renyah. Seketika membuat Jayden terkesiap. Seketika ia menaikkan alisnya. Merasa telah dikerjai.Agatha tersenyum lebar. "Tidak, Jayden. Aku hanya ingin melihat reaksimu. Skripsiku sudah selesai dan tidak perlu revisi lagi. Aku mendapatkan nilai bagus, dan sekarang semuanya sudah selesai. Tinggal menunggu giliran sidang saja."Jayden melepaskan napas lega. "Astaga, kamu sungguh membuatku khawatir. Tapi sungguh, aku bangga padamu, Agatha. Kamu melakukan dengan sangat baik."Agatha tersenyum lebih lebar lagi. "Terima kasih, Jayden. Ini semua juga berkat duku
Anna yang terlampau bahagia, tanpa sadar mengeluarkan air mata. "Benarkah? Ini sungguh-sungguh hadiah yang paling indah! Terima kasih, Papa! Terima kasih, Tante Agatha!"Anna langsung memeluk keduanya erat, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Mereka bertiga berpelukan dalam momen yang sarat makna. Kinara dan Oma Sarah yang melihatnya, tak bisa membendung titik air yang keluar dari mata. Mereka ikut bahagia.Jayden tersenyum sambil merangkul Anna dan Agatha. "Kita berdua sangat mencintaimu, Anna. Kita pasti akan menjadi keluarga yang bahagia seterusnya."Di tengah pelukan hangat itu, Kinara mengusap matanya lalu tersenyum sumringah. "Terima kasih, Agatha. Kehadiranmu membawa begitu banyak kebahagiaan pada keluarga ini."Oma Sarah turut menyampaikan rasa terima kasihnya. Ia tersenyum lembut dengan sisa air matanya. "Benar, Anna pasti sangat bahagia memiliki ibu seperti kamu, Agatha."Agatha mengangguk, tersenyum tulus. "Saya juga sangat bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga ini.
"Sadarlah, Cakra! Kamu tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kamu mau! Kamu juga tidak bisa memaksa perasaan seseorang untuk menyukaimu!" bentak Kinara tanpa ampun. Meski air mata turun dari kelopaknya, ia tetap menampilkan wajah yang penuh amarah."Jangan sekali-kali kamu merendahkan seseorang yang ada di bawahmu!" Kinara kemudian melepaskan cekalannya pada dagu Cakra dan mengembuskan napas panjang."Pergi ke kamarmu dan pikirkan perbuatan bejatmu itu! Sampai sebelum papamu pulang, kamu jangan berharap bisa keluar dari sana! Renungi kesalahan yang telah kamu perbuat sampai kamu benar-benar sadar bahwa perbuatanmu sudah sangat memalukan keluarga kita!""Kamu telah membuat ibu kecewa, Cakra!" teriak Kinara untuk yang terakhir kali sebelum menutup pintu kamar Cakra dengan kasar hingga menimbulkan suara sangat keras.Cakra tetap diam, menanggung setiap amarah dan makian yang dilontarkan oleh Kinara. Wajahnya terlihat tanpa ekspresi, namun matanya mengandung rasa penyesalan yang dalam. M
Agatha menatap kagum. "Ini ..... Ini sangat indah, Jayden. Apakah ini bagian dari hadiah untuk Anna?"Jayden menggeleng sambil tersenyum. "Ini untuk kamu, dan kita berdua yang akan menikmati momen ini bersama.""S–sungguh?"Jayden mengangguk. Agatha terpana, tak menyangka Jayden merencanakan sesuatu seindah ini. Setelah Jayden menggandeng Agatha keluar mobil, mereka duduk bersama di tepi danau, menyaksikan gemerlap lentera-lentera kecil yang mengapung di permukaan air. Suasana menjadi semakin hangat di bawah sinar rembulan.Jayden menatap Agatha dari samping. "Aku harap kita bisa menjadikan malam ini sebagai kenangan indah bersama."Agatha menoleh, tersenyum bahagia, merasa terharu dengan kejutan yang dilakukan Jayden. Malam itu, di tepi danau yang tenang, Jayden dan Agatha merasakan suasana romantis yang tak terlupakan.Tak lama Jayden mengambil kotak kecil di kantongnya. Ia merasa berdebar-debar. "Agatha, sebenarnya ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu."Agatha menatap Jayden den
"Terima kasih sudah menemukanku. Sekarang aku baik-baik saja, Jayden."Agatha tersenyum hampir menangis, rasanya terharu saat seseorang yang mencemaskan dirinya sampai seperti ini. Ia tidak menyangka apalagi orang itu adalah Jayden Byhantara."Apa kamu terluka? Lelaki bejat itu telah melakukan apa terhadapmu?" Jayden melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundak Agatha. Menatapnya ke dalam matanya. Penuh kecemasan dan kekhawatiran yang membara.Agatha menatap mata Jayden yang penuh perhatian dan belum pernah ia lihat sebelumnya. Suara dari orang-orang di belakang Jayden yang bergegas masuk mengalun samar, tapi fokus Agatha hanya sepenuhnya tertuju pada pria yang ada di depannya ini.Agatha tersenyum senyum tipis dan lembut. "Tidak, Jayden. Aku tidak terluka. Berkat keahlianku, aku bisa mengatasi situasinya. Dia juga belum sempat melakukan sesuatu yang bejat terhadapku."Jayden menghela napas lega. Diusapnya kepala Agatha. "Aku sungguh khawatir. Jangan pernah lagi menyusahkan dirimu
"Dasar merepotkan," gumam Agatha sambil berjalan menghampiri Cakra yang masih pingsan.Agatha tanpa permisi mencari kunci di kedua saku celana Cakra. Setelah ketemu, ia menghela napas keras. Sialan sekali karena kuncinya tidak hanya satu. Melainkan gerombolan. Agatha meringis di dalam hati. Sepertinya ia memang harus mengerahkan semua tenaganya hanya untuk keluar dari kamar ini.Agataha mengembuskan napas. Dengan lunglai berjalan menuju pintu lagi dan membukanya dengan mencoba beberapa kunci yang ada di tangannya. Namun setidaknya ia masih beruntung karena kamar itu tidak menggunakan pintu yang menyerupai apartemen di mana mengharuskan memakai kode pin.Nantinya setelah pintu itu terbuka, Agatha berencana akan menelepon Jayden dan mengirim lokasi. Jika tidak ada sinyal, Agatha mempunyai rencana kedua yaitu ia akan mencari tombol kebakaran di sana.Ia bisa langsung kabur dengan berlari sekencang mungkin. Soal jalan pulang, ia akan memikirkan itu di belakang, yang terpenting ia bisa kel
"Hei, kenapa diam saja, Sayang? Coba berteriaklah seperti tadi." Cakra terkekeh sambil bersedekap dada dan menyender pada kursi."Ah, kamu sedang memikirkan jawaban yang tepat, yah?" Cakra mengangguk-angguk. "Bagus, jangan sampai salah pilih, ya, Sayang."Agatha memejamkan mata sejenak, sungguh ia menyesal kenapa tadi sempat tertipu dengan Grace saat di minimarket. Kalau saja ia lebih waspada, mungkin dirinya tidak akan terjebak dengan direktur gila itu."Sial. Apa yang harus aku lakukan?" Agatha menatap ke sekeliling ruangan. Selama beberapa detik, tiba-tiba otaknya memikirkan sesuatu."Kenapa aku baru terpikirkan itu, ya?" Agatha tersenyum miring. "Meskipun belum tentu berhasil, setidaknya rencana ini cukup mudah aku lakukan. Dengan tenaga yang aku punya, aku yakin dia akan tumbang."Agatha memusatkan pikiran pada rencananya. Ia mencoba mengabaikan godaan Cakra yang terus mencoba meruntuhkan ketenangannya. Dengan berusaha menahan emosi, Agatha mulai merencanakan langkah-langkah keci
Dalam kejutan yang tidak disangka, Jayden dan Reyhan tiba-tiba bertemu dengan Grace. Reyhan, yang memiliki rencana cepat, dengan cekatan menarik tangan Grace dan membawanya masuk ke dalam sembarang pintu yang ada di dekat mereka. Jayden tersentak, tapi bergegas mengikuti langkah Reyhan dan segera mengunci pintu ruangan yang tampaknya merupakan sebuah gudang.Di dalam ruangan yang gelap, Grace kaget setengah mati. Reyhan dengan sigap melepas dasinya sebagai penutup mata Grace dan membungkamnya dengan telapak tangan agar tidak berteriak. Karena gelap, Grace tidak dapat melihat wajah Reyhan, sehingga identitasnya tetap disembunyikan.Grace bingung dan cemas. Ia terlambat syok bahwa ada penyususp yang datang. Apalagi ia menjadi tertangkap. Sial. Ia tidak bisa bergerak sedikit pun saat ini. Padahal ia hendak ke tempat Cakra dan Agatha untuk ikut melihat betapa kesusahannya Agatha, tapi menyebalkan sekali karena tiba-tiba ia ikut merasakan seperti ini."Sial! Seharusnya aku lewat jalan lai