"Sangat penting untuk menemukan rekaman CCTV tersebut. Perempuan itu menghilang, dan kami butuh bantuan Anda untuk melacaknya,” ucap Jayden dengan nada tegas, mencerminkan kekhawatiran yang mendalam.Karyawan itu mengangguk cepat. “Baik, saya akan bantu cek rekaman CCTV secepat mungkin. Silakan ikuti saya.” Anna, meski masih dalam keadaan terpukul, menggenggam erat lengan Jayden, menunjukkan kepercayaan dalam usahanya untuk menemukan Agatha. Beberapa saat setelah mengecek rekaman CCTV, rupanya di saat yang tidak tepat malam ini CCTV itu mengalami kerusakan. Para pegawai minimarket juga terkejut saat melihat rekaman beberapa jam yang lalu hanya menampilkan layar gelap.Dengan wajah semakin tegang, Jayden menghela napas frustasi. Kemudian ia mencoba ke toko lain di sekitar sana, tapi saat mengetahui bahwa CCTV di minimarket lain ternyata juga rusak, tangannya seketika menggosok pelipis, mencoba meredakan kekecewaan dan kekesalan."Kenapa semuanya harus serba rusak malam ini?” gumam Jay
Grace menambahkan, "Kamu akan belajar menghormati kami, dan mungkin, jika kamu beruntung, hidupmu tidak akan terlalu menyakitkan setelah ini."Mereka meninggalkan Agatha di kamar, menyisakan gadis itu dengan kebingungan dan rasa heran yang semakin dalam. Dengan kedua tangannya terikat di atas kepala, Agatha merasa terperangkap dalam situasi yang semakin suram dan tak pasti.Agatha, meski tidak merasa takut, namun rasanya api kemarahan yang berkobar dalam dirinya sangat sulit dipadamkan. Ia membatin dengan umpatan-umpatan kesal dalam hati, dan meskipun ingin meronta, ikatan yang kuat membuatnya tak bisa berbuat banyak.Agatha berkata dalam hati, "Apa yang mereka pikirkan? Ini semua pasti rencana Cakra! Aku tidak akan membiarkan mereka merendahkan dan menyakitiku seperti ini!"Meski tempatnya sekarang tidak gelap dan gerah, Agatha tetap kesal karena menyadari bahwa kemungkinan yang lebih buruk bisa saja terjadi. Tapi dia tidak akan membiarkan rasa takut menguasainya. Sebaliknya, tekadny
"Aku harap kamu mendapat balasan yang setimpal!" batin Agatha mengumpat. Ia sudah tidak peduli dengan sopan santun. Persetan dengan derajat, ia tidak akan lagi menggunakan bahasa formal!Cakra, meski tahu bahwa Agatha mungkin memang jujur, tapi ia tetap menunjukkan senyuman mengejek. Ia suka mengerjainya. "Jadi ternyata hanya karena anaknya, bukan karena kamu mencintainya. Aku harus mengakui, kamu cukup licik, ya, Agatha. Tapi tidak masalah, aku suka tantangan."Agatha, meskipun terlampau jijik dengan situasi yang semakin merosot, tetap menjaga tekadnya untuk tidak memberikan Cakra apa yang diinginkannya. "Aku tidak berbohong! Aku sudah memberitahu yang sebenarnya! Aku memang tidak ada perasaan apapun padanya!"Cakra, sambil merapikan rambut Agatha yang berantakan, berkata, "Berbohong atau tidak, sebenarnya itu tidak masalah. Lagi pula kamu juga akan menjadi milikku. Aku suka permainan ini. Tapi ingat, Agatha, kamu akan segera menyerah. Karena setelah ini kamu tidak akan bisa menolak
"Aku tahu dia ada di mana."Gumaman Jayden itu terdengar oleh Reyhan yang membuatnya dnegan cepat menoleh. "Ke mana, Bos? Anda yakin?"Jayden mengepalkan tangan. Satu tempat sudah tertebak di kepalanya. "Dia pasti ke mansion. Kita harus ke sana sebelum terjadi sesuatu dengan Agatha."Reyhan membelalakkan mata. Ia tahu betul di mana mansion milik Cakra. Jauh dari kota dan melewati banyak jalanan yang dipenuhi hutan. Malam-malam begini, ia tidak yakin mereka akan benar-benar ke sana.Namun melihat Jayden yang sudah berjalan lebih dulu menuju ke parkiran apartemen, jantung Reyhan berdebar. Dengan lunglai ia berjalan mengikuti sang bos yang tampak tergesa-gesa.Meski begitu Reyhan mendadak kagum dengan kekhawatiran bosnya yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ia semakin yakin bahwa lelaki itu telah memiliki perasaan yang lebih terhadap perempuan bernama Agatha itu."Biarkan aku yang menyetir," ujar Jayden sebelum membuka pintu depan di bagian kemudi.Reyhan langsung mengangguk-angguk set
Dalam kejutan yang tidak disangka, Jayden dan Reyhan tiba-tiba bertemu dengan Grace. Reyhan, yang memiliki rencana cepat, dengan cekatan menarik tangan Grace dan membawanya masuk ke dalam sembarang pintu yang ada di dekat mereka. Jayden tersentak, tapi bergegas mengikuti langkah Reyhan dan segera mengunci pintu ruangan yang tampaknya merupakan sebuah gudang.Di dalam ruangan yang gelap, Grace kaget setengah mati. Reyhan dengan sigap melepas dasinya sebagai penutup mata Grace dan membungkamnya dengan telapak tangan agar tidak berteriak. Karena gelap, Grace tidak dapat melihat wajah Reyhan, sehingga identitasnya tetap disembunyikan.Grace bingung dan cemas. Ia terlambat syok bahwa ada penyususp yang datang. Apalagi ia menjadi tertangkap. Sial. Ia tidak bisa bergerak sedikit pun saat ini. Padahal ia hendak ke tempat Cakra dan Agatha untuk ikut melihat betapa kesusahannya Agatha, tapi menyebalkan sekali karena tiba-tiba ia ikut merasakan seperti ini."Sial! Seharusnya aku lewat jalan lai
"Hei, kenapa diam saja, Sayang? Coba berteriaklah seperti tadi." Cakra terkekeh sambil bersedekap dada dan menyender pada kursi."Ah, kamu sedang memikirkan jawaban yang tepat, yah?" Cakra mengangguk-angguk. "Bagus, jangan sampai salah pilih, ya, Sayang."Agatha memejamkan mata sejenak, sungguh ia menyesal kenapa tadi sempat tertipu dengan Grace saat di minimarket. Kalau saja ia lebih waspada, mungkin dirinya tidak akan terjebak dengan direktur gila itu."Sial. Apa yang harus aku lakukan?" Agatha menatap ke sekeliling ruangan. Selama beberapa detik, tiba-tiba otaknya memikirkan sesuatu."Kenapa aku baru terpikirkan itu, ya?" Agatha tersenyum miring. "Meskipun belum tentu berhasil, setidaknya rencana ini cukup mudah aku lakukan. Dengan tenaga yang aku punya, aku yakin dia akan tumbang."Agatha memusatkan pikiran pada rencananya. Ia mencoba mengabaikan godaan Cakra yang terus mencoba meruntuhkan ketenangannya. Dengan berusaha menahan emosi, Agatha mulai merencanakan langkah-langkah keci
"Dasar merepotkan," gumam Agatha sambil berjalan menghampiri Cakra yang masih pingsan.Agatha tanpa permisi mencari kunci di kedua saku celana Cakra. Setelah ketemu, ia menghela napas keras. Sialan sekali karena kuncinya tidak hanya satu. Melainkan gerombolan. Agatha meringis di dalam hati. Sepertinya ia memang harus mengerahkan semua tenaganya hanya untuk keluar dari kamar ini.Agataha mengembuskan napas. Dengan lunglai berjalan menuju pintu lagi dan membukanya dengan mencoba beberapa kunci yang ada di tangannya. Namun setidaknya ia masih beruntung karena kamar itu tidak menggunakan pintu yang menyerupai apartemen di mana mengharuskan memakai kode pin.Nantinya setelah pintu itu terbuka, Agatha berencana akan menelepon Jayden dan mengirim lokasi. Jika tidak ada sinyal, Agatha mempunyai rencana kedua yaitu ia akan mencari tombol kebakaran di sana.Ia bisa langsung kabur dengan berlari sekencang mungkin. Soal jalan pulang, ia akan memikirkan itu di belakang, yang terpenting ia bisa kel
"Terima kasih sudah menemukanku. Sekarang aku baik-baik saja, Jayden."Agatha tersenyum hampir menangis, rasanya terharu saat seseorang yang mencemaskan dirinya sampai seperti ini. Ia tidak menyangka apalagi orang itu adalah Jayden Byhantara."Apa kamu terluka? Lelaki bejat itu telah melakukan apa terhadapmu?" Jayden melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundak Agatha. Menatapnya ke dalam matanya. Penuh kecemasan dan kekhawatiran yang membara.Agatha menatap mata Jayden yang penuh perhatian dan belum pernah ia lihat sebelumnya. Suara dari orang-orang di belakang Jayden yang bergegas masuk mengalun samar, tapi fokus Agatha hanya sepenuhnya tertuju pada pria yang ada di depannya ini.Agatha tersenyum senyum tipis dan lembut. "Tidak, Jayden. Aku tidak terluka. Berkat keahlianku, aku bisa mengatasi situasinya. Dia juga belum sempat melakukan sesuatu yang bejat terhadapku."Jayden menghela napas lega. Diusapnya kepala Agatha. "Aku sungguh khawatir. Jangan pernah lagi menyusahkan dirimu