Suasana di depan sebuah ruangan VIP rumah sakit tampak tegang. Pasalnya akan ada sebuah prosesi akad nikah, namun mempelai pria tak kunjung datang.
"Bu, bagaimana ini? Aku sudah mencari Harry kemana-mana tetapi aku tidak menemukan dia," lapor William pada Haira, ibunya.
"Ya Allah, kemana Harry? Padahal malam tadi ibu sudah mewanti-wanti dia untuk tidak melupakan hari ini. Ini salahku karena membiarkan dia membeli rumah untuknya. Harusnya ku tahan sampai dia menikah" Haira merutuki dirinya sendiri.
"Sabar sayang, aku yakin Harry pasti tidak jauh dari sini." Aiden, ayah William dan Harry mencoba menenangkan.
"Ayah!! Ayaaaah!!!" Terdengar seorang gadis berteriak dari dalam ruangan tersebut.
"Kenapa Ella?" tanya Haira setelah memasuki ruangan tersebut.
"Ayah semakin kritis, paman," sahut gadis yang bernama Ella yang tak lain adalah wanita yang akan dinikahkan dengan Harry.
"Tu-tuan A-aiden, saya su-dah ti-dak ku-at. Sa-ya ingin melihat Ella me-nikah," ucap seorang pria tua yang dipasangi selang oksigen di hidungnya. Ucapannya terbata-bata karena menahan sakit nya.
Diketahui pria tua itu bernama Hendrawan, seorang pekerja di perusahaan Aiden yang beberapa bulan lalu mengalami kecelakaan karena tertabrak mobil yang ditumpangi Aiden. Kecelakaan itu membuat penyakit yang diderita Hendrawan semakin parah. Hendrawan sempat menyebut-nyebut bahwa hanya dia yang dimiliki putrinya. Dan karena merasa bersalah, Aiden menawarkan pada Hendrawan untuk menjadikan Ella menantu keluarga Alexander.
Hendrawan tentu setuju karena akan ada yang menjaga Ella jika dia tidak selamat. Sedangkan Ella terpaksa menyetujuinya demi mengabulkan permintaan terakhir ayahnya. Dan karena William sudah dijodohkan dengan wanita lain, maka Harry lah yang akan menikah dengan Ella.
Awalnya Harry juga menolak. Namun karena kasihan melihat Ella, dia akhirnya setuju. Dan hari ini mereka menikah karena permintaan ayah Ella yang kondisinya semakin memburuk.
"Saya mohon, pak Hendrawan. Bersabar lah sebentar." Aiden memegang tangan lemah dan kurus Hendrawan.
"Sa-ya tidak ku-at lagi."
"Tuan, sebaiknya pernikahan ini cepat dilakukan," ujar penghulu.
Aiden tampak frustrasi. Dia memegangi kepalanya.
"Ayah, tenanglah." William menepuk bahu Aiden.
Aiden segera tersadar akan sesuatu. "William, tolong gantikan posisi Harry. Ayah mohon."
"Apa? Menggantikan? Apa maksud ayah? Itu tidak mungkin. Dia bukan lah tipe gadis yang aku sukai," bisik William.
"Tolong lah, Nak." Aiden menatap William dengan tatapan memelas.
"Ayah, jangan lakukan ini." William berusaha untuk tidak beradu pandang dengan ayahnya.
"Nak, hanya kau yang bisa menolong keluarga kita. Ibu mohon." Haira memegangi tangan William dengan air mata yang menetes.
Hati William berkecamuk. Dia merasa serba salah. Dia tidak bisa memungkiri jika Selena, wanita yang dijodohkan dengannya adalah tipenya. Dan Ella jauh dari seleranya. Namun saat ini ada dua orang yang sangat disayanginya memohon padanya untuk menikahi Ella.
'Harry, awas kau ya' Batin William.
"Nak!" Haira membuyarkan lamunan William.
"Ba-baik lah, bu. Aku bersedia," ucap William dengan pasrah.
Seketika mata Aiden dan Haira berbinar-binar setelah mendengar persetujuan William.
Maka William dan Ella pun menikah di dalam ruangan tersebut namun menikah siri. Karena mereka harus mendaftar ulang pernikahan dengan nama yang berbeda dari mempelai pria.
Dan tepat saat itu juga, Harry yang baru bangun tidur, kelabakan karena telah melupakan hari pernikahannya. Ternyata malam tadi Harry ketiduran di ruang rahasia di dalam rumahnya yang hanya dia saja yang tau.
Dan saat sampai di rumah sakit, Harry melihat Ella sedang menangis histeris disamping ayahnya yang sudah memucat dan tidak memakai alat medis di tubuhnya.
*****
"Ayah, ibu." suara Harry mengagetkan mereka semua.
"Harry! Kau darimana saja, Nak? Apa kau tau kesalahan fatal yang sudah kau lakukan?" Haira mendekati Harry dan mengguncang tubuhnya.
"Maafkan aku, bu. A-aku lupa kalau ini adalah hari pernikahanku." Harry tertunduk sedih.
Haira dan Aiden tidak bisa mengatakan apapun. Sejak beberapa tahun lalu, tepatnya setelah kecelakaan yang menimpanya, Harry sering melupakan hal-hal yang sangat penting. Namun untuk hal-hal yang tidak penting dia dapat mengingat nya dengan baik. Entah mungkin hal penting itu menjadi beban berat di otaknya sehingga tidak sanggup menyimpan memori yang penting. Berbagai hal telah dilakukan namun Harry tak kunjung sembuh dari pelupanya itu.
William mengusap wajahnya kasar. Dia tau bahwa ini akan terjadi. Ingin sekali dia meninju adik kembarnya itu, namun dia tidak tega. Karena bagaimana pun semua ini bukan murni kesengajaan.
"Ya sudah lah, Nak," ucap Haira pasrah.
"Bu, apa sekarang aku bisa menikah dengan Ella?" tanya Harry.
Haira dan Aiden saling pandang. Mereka bingung harus mengatakan apa.
"Ella...Dia sudah menikah dengan William karena kondisi ayahnya tadi semakin kritis. Kau bisa lihat sekarang ayahnya meninggal," jelas Aden.
"Apa? William? Lalu Selena?"
"Kau yang akan menggantikan William untuk menikah dengan nya," sahut Haira.
"Apa? Tapi aku dan Selena...."
"Tidak nak, ini semua sudah terjadi. Jika saja kau menuruti ibu dan ayah untuk tidur di rumah malam ini, maka semua ini tidak akan terjadi," ucap Haira.
Harry terdiam. Ditatapnya Ella yang masih menangis memeluk jasad ayahnya. Dia datang mendekat dan menyentuh bahu Ella. Ella segera berbalik. "Ada apa William?" tanyanya.
"Aku Harry."
Ella terkejut dan melangkah mundur.
"Ella maafkan aku. Ini bukanlah kesengajaan."
"I-iya. Aku mengerti." Ella menghapus air matanya. Dia tidak bisa memungkiri bahwa dia sudah menyukai Harry sejak mereka setuju dijodohkan. Karakter Harry yang lucu dan menyukai hal-hal yang Ella sukai, membuatnya merasa sangat nyaman. Tapi apalah daya, sekarang Ella menjadi istri William, orang yang sifat nya bertolak belakang dengan Ella.
"Ella, ayo kita pulang. Ayahmu akan dikebumikan sore ini," ujar Aiden.
Ella mengangguk. Haira merangkulnya dan mengajaknya keluar dari ruangan itu.
Di rumah Ella, semua pelayat sudah berdatangan. Melihat pakaian pengantin yang dikenakan Ella, mereka semua pun saling berbisik.
"Apa kalian tau, Ella sudah menikah dengan anak orang kaya sebagai tebusan karena orang tua suaminya menabrak ayah Ella."
"Iya aku dengar juga, beruntung sekali hidupnya."
"Iya, jadi ayahnya bisa tenang meninggalkan nya. Hidup Ella pasti terjamin."
"Sudahlah, ini rumah duka bukan rumah gosip." Seseorang menghentikan ghibahan mereka.
Serangkaian acara fardhu kifayah pun dilakukan hingga akhir prosesi yaitu pemakaman di TPU tak jauh dari sana.
Sepulang dari TPU, Ella langsung dibawa ke rumah William karena Ayah Ella pernah berpesan untuk tidak mengadakan tahlilan. Sedangkan rumah akan ditempati oleh teman ayah Ella sampai masa kontrak rumah itu berakhir.
Sesampainya di rumah William, Ella terpukau dengan kemegahan rumah itu. Penjaga ada di setiap penjuru rumah. Pelayan berbaris rapi menyambut mereka.
"Sayang, mulai hari ini kau dan William akan tinggal disini," ucap Haira.
Ella mengangguk dan berusaha tersenyum disela wajah sembab nya.
"Rumah ibu dan ayah ada beberapa blok dari sini. Jadi, jika William membuat kesalahan, datanglah pada ayah dan ibu. Kami akan menjewer telinga nya," ujar Haira yang bermaksud menghibur Ella.
William hanya menggelengkan kepala medengar ucapan ibunya.
Ella tersenyum sedikit. Dia senang mendapatkan mertua yang sangat baik seperti Haira dan Aiden.
Haira dan Aiden serta Harry pun pulang. Di perjalanan, Haira memberikan banyak nasihat pada Harry."Mulai malam ini kau akan tinggal di rumah ayah dan ibu sampai kau menikah dengan Selena. Ibu tidak ingin hari ini terjadi lagi. Kembaran mu hanya satu, kau tidak punya cadangan kembaran lagi, mengerti?""Aku mengerti bu. Maafkan aku, aku akan berusaha semampuku untuk mengingat hal-hal penting. Oh ya, mengenai Selena, apa dia mau menjadi istriku?" tanya Harry."Kita akan tau besok. Ibu rasa Selena lebih cocok denganmu. Ingatannya tajam persis seperti ayahmu. Dia sering membantu ayahnya saat mencari barang hilang. Dia sudah seperti detektif saja. Pintar, cantik, elegan, dan perfeksionis persis seperti bibi Resya.""Tapi aku dengar dia itu cerewet bu. Dia sombong dan angkuh. Apa menurut ibu kami akan cocok? Dia lebih cocok bersama William.""Ya ibu tau, tapi perlu diingat William tida
Hari ini adalah pertemuan keluarga Aiden dan Selena. Rencananya, mereka akan memberitahukan masalah pertukaran pengantin dimana Selena akan menikah dengan Harry, bukannya William.Kini mereka tengah berada di sebuah restoran yang sudah direservasi. Ada Aiden, Haira, Harry, William, Ella dan juga kedua orang tua Selena yang sebenarnya sudah mengetahui hal ini.Sejak mereka datang ke restoran itu, Selena melihat kejanggalan dimana Ella terus bersama William. Setahu dia, Ella harusnya terus bersama dengan Harry. Bahkan kini William dan Ella duduk bersebelahan.Aiden dan Haira tau bahwa saat ini, Selena sedang bingung. Mereka pun memulai pembicaraan penting malam itu."Begini, Selena. Pertemuan kita ini untuk membicarakan tentang pernikahan." Haira tampak ragu menyebutkan pernikahan Selena dan Harry."Ya, bibi." Selena terlihat menunggu lanjutan kalimat Haira."S
Sepulang dari restoran, William dan Ella masuk ke kamar masing-masing. Namun, baru beberapa detik William merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, sebuah ketukan pintu terdengar. Dengan malas William berjalan ke arah pintu dan melihat siapa yang mengganggunya."Ada apa?" tanyanya dengan wajah datar."Will, apakah AC di kamarku bisa dimatikan dan diganti kipas angin saja?" tanya Ella dengan ragu."Di rumah ini tidak ada benda itu. Bahkan kamar pelayan di rumah ini menggunakan AC juga." William menolak permintaan Ella."Tapi sudah beberapa hari aku tidak tidur dengan nyenyak. Aku selalu kedinginan setiap malam dan malam ini kepalaku terasa sangat pusing karena masuk angin."William memerhatikan wajah Ella yang agak pucat. Pantas saja selama di restoran dia diam saja dan tidak terlihat sehat."Baiklah, tapi besok saja aku belikan kipas anginnya. Jika kau tidak tahan
William sudah pulang dari bekerja. Namun, sepanjang jalan perasaannya tidak enak terus. Bahkan saat sampai di rumah, hatinya semakin tak karuan. Baru saja dia melangkah melewati pintu, aura seram sudah merebak di seluruh ruangan."Pasti ibu belum pulang." William bergumam. Ia menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Bismillahirrahmanirrahim, lindungi aku Ya Allah." Melanjutkan langkah menuju kamar Ella. Ia menapaki anak tangga dengan sekuat hati.Hingga pada saat mencapai ambang pintu kamar Ella, aura menakutkan semakin kuat. Terlihat Haira, ibunya sedang berdiri dengan menyilangkan tangan di dada serta wajah masam."Hai, Bu, kapan datang?" William mencoba berbasa basi meski hatinya kian berkecamuk."Kapan datang atau kapan pulang?" Haira semakin melotot pada William.William menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Tidak, Bu, aku senang ibu ke sini." Berjalan
Beberapa minggu telah berlalu. Hari ini adalah hari pernikahan Harry dan Selena. Akad nikah diselenggarakan di gedung Alexan Group milik ayahnya, Aiden. Dan resepsi akan diselenggarakan pada malam harinya bersamaan dengan William dan Ella.Aiden dan Haira benar-benar menjaga ketat Harry malam tadi. Mereka mengurung Harry di kamar agar ia tidak lupa lagi hari pernikahannya. Mereka juga sampai menyuruh pengawal menjaga setiap pintu rumah itu agar Harry tidak keluar.Pernikahan pun segera dimulai. Pernikahan kali ini penuh drama karena Harry harus latihan terus agar pada saat ijab qobul dilakukan, ia tidak salah menyebut nama.Hingga pada akhirnya para saksi dan tamu mengucapkan kata "SAH" sebagai pertanda bahwa pernikahan tersebut telah sah di mata agama dan hukum.Aiden dan Haira mengucapkan syukur atas lancarnya pernikahan Harry dan Selena.Pada malam harinya, resepsi pernikahan
Sesampainya di rumah, Harry dan Selena masuk ke dalam rumah besar milik Harry."Mana kamarku?" tanya Selena yang menguap tiada henti karena sangat mengantuk. Sekarang sudah jam satu dini hari ketika mereka menginjakkan kaki di lantai rumah itu.Harry menepuk dahinya."Kenapa? Apa kau lupa mempersiapkan kamar terpisah untuk kita?" Selena membelalakkan matanya. Ia sudah menduga ini akan terjadi."Iya, aku...lupa."Selena kembali mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Baiklah, kita lewati saja ini. Aku ingin segera tidur. Dimana kamarmu?""Ada di lantai dua." Harry menunjuk ke atas."Baiklah, hoaaam." Selena segera melangkah menapaki anak tangga satu persatu."Tunggu, sebenarnya kau tidak perlu....""Ssssstttt, aku mengantuk." Selena melanjutkan langk
"Ada apa, Ayah?" tanya William yang penasaran."Ini hadiah untuk pernikahan kalian." Haira menyerahkan dua lembar tiket kepada William dan Ella.William dan Ella saling pandang. William bingung karena itu adalah tiket ke luar negeri. Sementara Ella bingung itu tiket untuk apa."Ayah dan Ibu tidak perlu repot-repot mempersiapkan ini semua.""Ya sudah, ambil. Agar kerepotan kami tidak sia-sia." Haira meletakkan tiket ke tangan William."Besok kalian akan berangkat ke Paris untuk berbulan madu. Persiapkan semua keperluan kalian mulai dari sekarang," ujar Haira."Ba-baik, Bu." William mengangguk pasrah."Besok jangan terlambat. Ibu juga akan meminta Selena untuk mengingatkan Harry agar besok ia tidak lupa.""Apa? Jadi mereka akan pergi bersama kami?" William membelalakkan matanya."Kenapa? Apa kau Keb
William kembali ke kamar hotelnya untuk menemui Ella. Sebelum ia pergi, ia sempat melihat bahwa benda yang seperti kepala berambut hitam yang terombang-ambing di tengah laut adalah sebuah wig entah punya siapa.William telah sampai ke kamar hotel. Ia melihat Ella sedang duduk di sebuah kursi sambil menatap keluar jendela."Ella.""Mandilah, Will, air laut tidak bagus berada lama-lama di tubuhmu." Ella tidak menoleh. Ia masih terus menatap hamparan ombak di lautan."Ella, aku...""Nanti kau bisa sakit jika tidak mengeringkan tubuhmu." Masih tidak menoleh."Aku ingin....""Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksa keadaanmu. Mandilah, sebentar lagi dia akan datang." Kali ini Ella menoleh sambil tersenyum.William pergi ke kamar mandi. Ia terus memikirkan reaksi yang diberikan Ella. Senyuman barusan itu bukanlah senyuma
William, Ella, Jane, dan Haira sedang makan malam bersama."Ella, ingat, ya. Saat melahirkan normal, pengaturan nafas sangat penting. Dan kau juga tidak melahirkan hanya satu bayi, melainkan dua bayi. Dulu ibu memilih operasi caesar karena tidak memungkinkan melahirkan secara normal. Jika kau ingin merubah pikiranmu, masih sempat. Kita ke rumah sakit sekarang dan melakukan operasi." Haira menjelaskan panjang lebar."Benar, Nak. Jarang ada yang melahirkan bayi kembar dengan normal. Satu bayi saja rasanya sangat sakit, apalagi dua. Dan juga, kalau kau pingsan atau tak sadarkan diri setelah melahirkan anak pertama, maka itu akan membahayakan keselamatanmu. Ibu juga dulu operasi caesar saat melahirkan kau dan Selena." Jane menambahkan."Ibu, sudahlah. Aku selalu mendengar ini setiap hari. Dan keputusanku tetap sama, aku ingin melahirkan normal." Ella menengahi ceramah kedua ibunya.Sedangkan William hany
Beberapa bulan telah berlalu. Ella dan William tengah menanti kehadiran buah hati mereka. William bahkan sudah mengambil cuti untuk menjadi suami siaga jika Ella sewaktu-waktu mengalami kontraksi. Memang, Ella ingin agar kelahiran anaknya dilakukan secara normal.Namun, semakin mendekati kelahiran anak mereka, William bertambah pusing karena ibu dan mertuanya tinggal di rumahnya."Bu, aku tau kalian ingin menjaga Ella. Tetapi tidak perlu satu kamar dengan kami, kan," ucap William kepada Haira dan Jane yang merupakan ibu dan mertuanya.Kini mereka sedang berada di kamar William dan Ella."Memangnya kenapa? Kami kan ingin menjaga Ella. Ella itu anak kami," ucap Jane."Tapi tidak begini konsepnya. Aku dan Ella kan butuh privasi.""Privasi apa? Agar bisa berduaan? Bermesraan?" cibir Haira."Astaga, ibu bukan itu. Ada kalanya aku ingin m
Dua minggu kemudian, William dan Ella baru saja pulang dari rumah orang tua Ella. Mereka piknik bersama di taman belakang rumah orang tua mereka."Aku senang sekali hari ini." William berseru saat memasuki rumahnya."Kenapa kau sangat gembira sekali? Apa karena Kak Alex hanya datang sebentar?" Ella menatap penuh selidik."Tentu saja, tanpa adanya si berengsek itu, aku bisa leluasa melakukan apa yang aku ingin tanpa perlu waspada terhadapnya.""Itu kan karena dia tiba-tiba mendapat tugas penting. Ada pembunuhan yang sulit diungkap detektif kepolisian.""Memangnya sampai kapan dia akan menjadi detektif dadakan?""Tidak ada batas. Dia akan menjadi detektif kasus tersulit seumur hidupnya. Itulah kesepakatannya. Lagi pula, dia selalu dengan mudah memecahkan masalah.""Bagaimana denganmu? Kau juga mempunyai otak cerdas dan bisa memecahkan beber
"Bisa-bisanya kau bersekongkol dengan ibu dan Harry, Ella!" gerutu William saat berjalan memasuki rumah mereka. Mereka baru saja sampai rumah setelah acara piknik di taman tadi selesai."Aku tidak bersekongkol." Ella membela diri."Apa kau kira aku tuli? Jelas sekali aku mendengar ucapan Harry saat aku dan Alex mengejarnya."William mengingat kembali saat ia dan Alex mengejar Harry."Ibu, tolong akuuuu!""Kemari kau, adik laknat!" William mempercepat larinya hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan Harry.Harry jatuh tersungkur. Bukannya memukul, William malah ikut tergeletak di atas rerumputan tepat di samping Harry. Sedangkan Alex memilih duduk di samping mereka dan mengatur nafas.Jelas saja, mereka berkejar-kejaran selama setengah jam. Untung saja taman yang sepi tidak membuat mereka terlihat seperti orang gila."N
Setahun telah berlalu. Kini, Selena telah melahirkan seorang bayi perempuan lucu yang diberi nama Hazel Alexander. Sedangkan Ella tengah mengandung anaknya dan William.Hari ini, mereka baru pulang dari berziarah dan memutuskan untuk piknik bersama di sebuah taman."Lihatlah Hazel, dia cantik sekali, ya," puji Ella."Anak siapa dulu?" Harry membanggakan diri."Apa kalian memang suka bersenang-senang tanpa aku?" Alex datang sambil menggandeng tangan Anisa istrinya yang kini sudah memberikannya seorang anak yang usianya hampir sama dengan anak Harry dan Selena. Anak laki-lakinya itu diberi naman Jimmy Wilson."Kau saja yang dayang terlambat." Ella mencibir."Jangan kebanyakan mencibir, nanti anakmu bisa tampan seperti aku.""Enak saja, dia akan tampan seperti aku." William tak mau kalah."Dasar calon ayah amatir."
"Alex." Ella tersenyum melihat kedatangan Alex yang tiba-tiba itu."Bereskan wanita ini!" perintah Alex kepada anak buahnya."Alex, jangan! Jangan bunuh dia. Jangan terjerat lebih dalam lagi," cegah Ella."Siapa juga yang mau mengotori tangan dengan membunuhnya. Dia harus merasakan dulu penderitaan dibalik jeruji baru boleh mati.""Kau! Dimana anak buahku?" tanya Margareth sambil memegangi lengannya yang berdarah karena tembakan Alex barusan."Anak buah? Maksudmu para pengecut itu? Mereka sudah lari saat melihat aku datang. Kau bilang itu anak buah." Alex menggelengkan kepalanya.Memang, saat kedatangan Alex tadi. Semua anak buah Margareth langsung ciut. Mereka lansung pucat dan ketakutan. Bahkan saat Alex melangkah mendekat, mereka langsung lari kocar kacir."Kau! Siapa kau sebenarnya?""Aku adalah Alex Julian. Jika
Beberapa hari kemudian.Akhirnya Feri sadar."Paman, bagaimana keadaan Paman?" tanya Ella."Dimana aku?" Feri seperti orang kebingungan."Paman ada di rumah sakit. Beberapa hari yang lalu, Paman mencoba untuk...bunuh diri." Ella sedikit ragu mengatakan.Feri mencoba mengingatnya. "Paman baru ingat. Tapi Paman bukan bunuh diri. Paman tergores pisau kecil yang terdapat di dalam baju yang terletak di pergelangan tangan Paman. Karena Tarikan tangan William dan Paman yang berlari, pisau itu menggores urat nadi Paman hingga saat berada di kamar, Paman baru melihat banyak sekali darah. Saat Paman buka, Paman syok melihat darah yang mengalir deras. Karena itu Paman tidak bisa membuka pintu.""Apa? Bagaimana bisa?" William terlihat heran."Bisa. Itu yang aku katakan soal kejanggalan. Tangannya berdarah dengan sayatan yang acak-acakan. Jika itu bunuh diri, maka
Sesampainya di rumah, William dan Ella langsung menuju kamar. Ella masih tetap diam. Ia berjalan menapaki anak tangga dengan tatapan kosong. Ia masih sangat kecewa dengan perlakuan Alex padanya."Ella, istirahatlah." William menepuk bahu Ella yang sedang berdiri di ambang pintu.Ella mengangguk dan tersenyum. Ia memasuki kamar. Namun, ia tak langsung menuju ranjang. Ia pergi ke balkon dan menatap langit yang bertabur banyak bintang.William datang lalu memeluk nya dari belakang. "Menangislah lagi jika masih kurang," bisiknya.Ella berbalik dan memeluk William. Ia menumpahkan segala kekecewaannya lagi, malam ini.William membelai rambut Ella yang sudah tidak dipasangi rambut sambung lagi.Setelah agak tenang, "Masuklah ke dalam. Nanti kau bisa sakit.""Iya, lagipula besok kita harus menangkap Paman Feri, kan?""Sebaikn
"Luar biasa!" Terdengar suara Alex dari dalam speaker."Sekarang lewatilah tantangan berikutnya. Jika kalian gagal, maka....""Yayaya kami tahu, kami akan mati, bukan?" tanya William dengan wajah malas."Apa kau tidak sabar ingin mati?""Ya, setelah itu aku akan gentayangan dan mengganggu hidupmu." William menunjuk CCTV yang berada tak jauh darinya."Hentikan, Sayang." Ella menyela William. "Apa tantangan berikutnya?" Ella menatap serius ke arah CCTV."Sebelum kalian lanjut, aku ingin bertanya apa sebenarnya tujuanmu datang kesini? Kau sama sekali tidak takut dan kau sangat pintar.""William sudah mengatakan padamu, kan?" Ella mengingatkan."Hahahaha, kau kira aku percaya?""Kalau tidak percaya, jangan mengulur waktu. Berikan tantangan yang lain.""Kau benar-benar berani