"Apa kamu juga akan menikah denganku secepat ini kalau tidak didesak mamaku? Berapa kali aku melamarmu dulu, tapi kamu seringkali menolak. Aku sudah lama bersabar." Aldo melotot dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.
Keduanya bertengkar tanpa peduli dengan orang yang ada di sekitar. Balqis sungguh iri dengan keduanya yang akan menikah. Sementara dirinya, satu lelaki pun tidak ada yang mendekati apalagi melamar.
"Ehem. Jadi bagaimana dengan konsep pernikahan yang kalian inginkan?" Balqis mencoba mengembalikan keadaan supaya tidak tegang.
"Sorry, saya…." Aldo meredakan amarahnya dengan tersenyum dengan Balqis.
"Terserah kamu saja. Aku ada meeting. Balqis tolong urus pernikahanku!" Karinina beranjak pergi tanpa berpamitan dengan Aldo.
"Sumpah, ini lebih tegang dari pertengkaran klien kita yang pertama tadi!" bisik asisten Balqis.
Aldo mengepalkan tangan, memejamkan mata, dan menghembuskan nafas. "Atur saja jadwal pertemuan kita selanjutnya. Nanti saya akan membawa mama untuk membahas konsep pernikahan ini."
"Apa kalian sudah menentukan hari pernikahan?" Balqis mengambil pulpen dan buku catatannya.
"Ya, keluarga saya dan keluarga pacar saya sudah sepakat pernikahan ini akan dipercepat enam bulan dari sekarang. Pada awalnya memang kami berencana satu tahun untuk persiapan pernikahan tapi…."
Semua orang menunggu lanjutan ceritanya, tapi Aldo sontak sadar tidak sepantasnya dia menceritakan masalah pribadi pada orang lain.
"Tolong atur saja waktu pertemuan ini. Saya juga harus mendengar keinginan mama untuk acara pernikahan kami."
Ternyata Aldo sangat sayang dengan ibunya, tapi kenapa dia bisa begitu jahat dulu. Gumam Balqis sembari melamun lagi menatap Aldo. Pulpen yang dicoret di atas kertas pun sampai patah.
"Qis…" Lirik asistennya. "Balqis memang kadang-kadang seperti ini, tremor. Biasa penyakit orang cantik." Shanum mencoba menciptakan senyum di wajah Aldo.
Balqis melotot ke arah Shanum. "Tidak, saya… baik nanti kami akan atur kembali jadwal pertemuan itu." Balqis ingin cepat-cepat Aldo pergi dari hadapannya.
"Kalau begitu saya pergi dulu. Jam istirahat saya juga sudah selesai." Aldo mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Balqis.
Balqis berlalu dari hadapan Aldo. Dia tidak sudi bersalaman dan berlama-lama bersama pria itu. Ia juga cukup senang menyaksikan pertengkaran yang terjadi antara Aldo dan Karinina.
"Terimakasih karena mempercayakan kami untuk mengurus pernikahan kalian." Shanum asisten Balqis yang menyalami Aldo. Dia cengar-cengir agar Aldo melupakan apa yang dilakukan oleh Balqis.
Aldo segera melepaskan tangannya dari Shanum. Wanita dengan rambut bob dan memiliki kulit sawo matang serta tingginya sebahu Aldo itu juga mengedipkan sebelah mata. Bahu Aldo sontak meremang.
Pintu juga tiba-tiba dibuka oleh Omar, pria gemulai itu melentikkan jemari seraya mengedipkan sebelah mata pada Aldo. Tampang Omar yang santai dan seperti lelaki pada umumnya menyimpan jiwa feminim yang begitu menggelora.
Omar juga memberikan kiss bye dari jauh pada Aldo yang masuk ke dalam BMW hitam di tengah rintik hujan. "Orang-orang yang aneh." Aldo tidak mengerti kenapa Karinina ngotot ingin bekerjasama dengan wedding planner itu.
"MAR!" Shanum memekik Omar untuk menghampiri dirinya.
"Aw, aku baru lihat ada pria yang tampannya maksimal seperti itu. Aw, aku jadi ingin membawanya pulang." Omar memegang kedua wajahnya. "Hidungnya mancung, matanya bulat, tubuhnya wangi, tinggi, putih bersih, bikin candu dipeluk." Omar memegang dagunya.
"Memang dia suami yang Perfect. Terus sayang sama ibunya dan dia adalah dokter." tambah Shanum
"AW…." teriakkan itu cukup mengusik Balqis.
Hujan juga tiba-tiba reda mendengar suara teriakan yang menggelegar di penjuru ruangan. Mereka berdua tidak peduli dengan para pekerja yang sedang beraktivitas di sana.
"Kenapa kalian berdua berteriak seperti itu?" Balqis juga ikut terusik dengan suara ribut dari luar ruangannya.
"Itu loh bos cowok yang tadi, perfect husband ya kan Sha?" Omar menepuk bahu Shanum.
"Perfect husband? Hahaha." Balqis tertawa dan perlahan mengeluarkan air mata.
"Sha, bos kenapa? Kesurupan?" bisik Omar pada Shanum.
"Qis, kenapa kok nangis?" tanya Shanum.
"Kalian tahu siapa dia?"
Shanum dan Omar menggelengkan kepala.
"Dia pria yang dulu pernah membully aku waktu SMA dan dia penyebab aku pindah sekolah sampai aku takut berkomitmen dengan pria lain."
"Ya ampun jahat banget sih dia bos. Jadi menyesal aku respect sama dia." Omar menyilangkan tangan.
"Pantas saja sikap kamu aneh tadi, oh ternyata ini masalahnya. Memangnya dia separah itu ya dulu? Tapi mungkin saja dia sudah berubah."
"Walaupun dia sudah berubah, tapi dia tidak bisa mengubah masa lalu. Sakit hati itu tidak bisa disembuhkan begitu saja."
"Apa kita cancel saja project ini? Tadi aku lihat dia dengan pacarnya juga tidak terlalu akur."
"Tidak, kita lanjutkan saja, toh dia tidak mengenal siapa aku."
"Memangnya seberapa parah perbuatan yang dia lakukan sampai bos benci dengan pria tampan itu?" Omar penasaran.
"Dia pernah meludahi wajahku di depan satu sekolah."
Omar menutup mulutnya. "Itu lebih dari sadis bos. Nilainya berkurang jadi nol. Aku tidak akan pernah lagi mengidolakan pria itu. Dia sungguh menjijikan." Omar beranjak dari tempat duduk.
"Om eh maksudnya Mar, tutup mulutmu rapat-rapat. Jangan ceritakan ke siapapun!" Balqis memohon.
"Ada uang tutup mulut kan bos?" Omar berputar layaknya model berharap Balqis bermurah hati.
Shanum mengisyaratkan pakai mata untuk menyuruh Omar pergi. Balqis bisa saja menggaungkan suara singanya pada Omar.
"Sha, aku ke sebelah dulu."
Balqis memang selalu seperti itu. Jika ada masalah pasti dia akan pergi ke tempat Hanum penjual berbagai bunga. Selain ingin curhat, aroma bunga alami cukup bisa merilekskan dirinya dari terpaan masalah yang kian tak tentu arah.
"Qis ada apa?" Hanum berhenti menata bunga di dalam buket.
"Aku tidak mengganggumu bukan?" Balqis hanya ingin memastikan
"Tidak, ayo duduk." Hanum menyimpulkan rambutnya dengan ikat karet. Ia pun meletakkan celemek bunga-bunga di sofa orange tempat mereka duduk.
Hanum sudah tahu apa yang ingin dikatakan Balqis. Ia merapatkan dress-nya yang berwarna ungu. "Apa kamu masih tidak bisa melupakan dia?" tanya Hanum dengan hati-hati.
Balqis merapatkan baju. Angin selepas hujan cukup membekukan kulit. "Aku bertemu dia tadi, Han." Balqis hampir menitikkan air mata lagi.
"Apa dia pria tampan tadi?"
"Kenapa dia harus datang di saat keadaanku seperti ini? Dia seperti ingin mengejek kesendirianku."
"Kamu memang harus lepas dari trauma itu. Mungkin sudah saatnya kamu lepas dari trauma itu sekarang. Mungkin Tuhan mempertemukan kalian kembali untuk menyelesaikan masalah itu."
"Jadi apa yang harus aku lakukan Han?"
"Temukan seseorang yang lebih baik dari dia. Mungkin sudah saatnya kamu membuka hatimu untuk orang lain."
Balqis diam. Menatap lamat-lamat wajah temannya. "Aku… aku…."
"Kamu pasti sangat tersiksa dengan pertanyaan 'kapan nikah' bukan? Qis kamu punya teman-teman yang siap membantu, kamu tidak sendiri."
Teman-teman dekat Balqis memang sudah menikah semua. Shanum menikah sejak tiga tahun yang lalu. Sementara Hanum juga baru menikah setahun. Begitu pula dengan orang-orang terdekat. Mereka yang seumuran dengannya sudah punya suami dan anak.
"Bagaimana bisa aku membuka hatiku untuk orang lain sementara dia akan selalu ada di pandangan mataku sekarang?" Balqis memegang jidatnya.
"Apa kamu masih menyimpan rasa cinta pada dia?" lontar Hanum.
Cinta? Balqis bahkan tak pernah memikirkan itu. Hanya ada rasa benci yang seluas samudera Hindia pada Aldo "Aku tidak akan pernah mencintai orang seperti dia Num. Kamu tahu sendiri dia adalah orang yang membuatku takut berkomitmen sampai sekarang.""Tapi kamu jangan menyalahkan dia seratus persen. Mungkin masalahnya ada di diri kamu juga Qis. Apa kamu perlu bantuan untuk menemukan pendamping hidup?"Balqis mengedipkan mata dengan cepat. Ia mengambil sepucuk bunga mawar merah menghirup aromanya sepenuh hati. "Aku pergi dulu…."Hanum menggelengkan kepala. "Selalu saja seperti itu. Sayang sekali sudahlah cantik, cerdas, karir cemerlang, tapi masih single… Ups." Ia menutup mulut saat Balqis menoleh ke arahnya.Aku juga tidak ingin sendiri. Kenapa semua orang mencercaku hanya karena aku sendiri? Kalian tahu betapa sulit untuk aku menegakkan senyum, meski setiap kata yang keluar sangat menyakitkan. Gumam Balqis dalam hatinya. Saat sampai di ruangannya Balqis mengambil tas. Wajah cemberut m
“Saya belum menikah tante.” Balqis tertunduk lemas menyeruput kopi hingga cangkirnya kosong.“Sayang sekali ya.” Ana spontan mengoyakkan perasaan Balqis dengan sadis, tapi ia tak bermaksud demikian.Balqis hanya tersenyum. Perasaannya sungguh teriris sembilu hingga luka lama kembali lagi menghantam dinding hati.“Tapi kamu sudah punya pacar atau mungkin kamu sudah punya calon suami?….”“Ma, Aldo harus pergi sekarang. Aldo ada pasien.” Seringkali Aldo melirik ke arah ponsel.Perkataan Aldo cukup menyelamatkan Balqis. Sebab, ia tidak perlu menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan seribu satu orang pada dirinya. Aldo langsung mengecup kening ibunya. Dia paham ibunya pasti masih ingin berlama-lama di coffee shop yang cozy dan rustic itu. Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari sana."Biasa, anak tante memang seperti itu. Kalau Tante tidak memintanya menikah, mereka pasti tidak akan melakukannya. Oh iya, kamu sudah bertemu dengan Nina?" "Sudah Tante," jawab Balqis diplomatis, takut ter
Siapa yang tidak kepikiran bila melampiaskan amarahnya pada orang lain. Sementara orang itu tidak tahu apa-apa. Kondisi itu dialami oleh Aldo saat dia sudah sampai ke rumah.Bagaimana dengan Balqis? Apakah dia baik-baik saja dengan sikap dirinya yang tidak dewasa sama sekali.Aldo memperhatikan gawai berkali-kali setelah selesai mandi. Apakah dia harus menelpon Balqis atau tidak? Tapi kali ini dia memang harus minta maaf.Bergegas Aldo mencari baju terbaiknya dan memakaikan parfum yang menjadi andalannya untuk beraktivitas seharian.Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan kalau waktu belum terlalu malam. Jadi, tidak apa-apa kalau dirinya pergi bertemu dengan Balqis.Benak Aldo mulai memikirkan strategi bagaimana dia bisa bertemu dengan Balqis. Kalau dia menelpon perempuan itu sekarang pastinya tidak akan diangkat sama sekali. Seketika ia memikirkan asisten Balqis yaitu Shanum.Aldo mengambil kartu kontak Wedding Projects yang ada di laci nakas. Dia segera menelpon perempuan itu. B
Kegundahan yang dialami Balqis kemarin langsung ditanggapi oleh Shanum. Secepat kilat ia memiliki kandidat pria yang cocok untuk temannya itu."Halo, Qis hari ini kamu harus berpenampilan cantik!" Suara sengau bangun tidur dari sebarang sana cukup menganggu.Apa-apaan sih Shanum, Balqis jadi setengah hati menggunakan blouse kesukaannya. "Memangnya ada apa?" Ia bergegas lagi ke lemari untuk mencari baju yang cocok."Ya ampun, kok kamu lupa sih. Kamu sendiri yang minta dicarikan pria untuk dijadikan suami. Aku sudah punya banyak stok selusin bahkan!"Dasar Shanum, dia menanggapi ucapanku yang waktu itu dengan serius. Ah tidak. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Balqis dijodohkan itu sangat tidak elegan. Balqis menginginkan bertemu pangerannya secara tidak sengaja di tempat yang biasa ia kunjungi. Bukan pertemuan dengan perencanaan seperti ini."Aku belum siap Sha! Kamu batalkan saja pertemuan itu!" Sulit bagi Balqis untuk membuka kunci pintu hatinya. Ia terlalu resah dan takut disakiti. "Aku
Untuk kelancaran bisnisnya Balqis menghubungi Aldo supaya berdamai dengan tunangannya Karinina. Namun, tetap saja Balqis masih merasakan luka itu di dalam dirinya.Pagi setelah membuat janji bertemu dengan mereka berdua di coffee shop yang ada di sebelah kantor. Itu bukan tanpa alasan karena tempat tersebut memang nyaman untuk berdiskusi banyak hal.Balqis mengetuk meja sambil melirik ke arah arlojinya yang berwarna putih. Kali ini dia tidak ingin kehilangan uang yang begitu besar karena pembatalan pernikahan antara Aldo dan juga Karinina."Ke mana sih mereka kok belum datang juga." Sekali lagi Balqis melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 14.00. Tapi keduanya belum muncul juga apa mereka belum berdamai?Beberapa detik kemudian Aldo datang di hadapan Balqis dengan senyumnya yang paling manis dan menawan. "Apa kau akan tetap menyuruhku berdiri di sini saja?" sapa Aldo pada Balqis.Pria itu memang selalu tampak mempesona. Walau hanya menggunakan baju kemeja putih dan
Untuk yang kedua kalinya Balqis ikut kencan buta karena rekomendasi dari Shanum. Ia terpaksa harus mengenal seseorang hanya dalam satu waktu. Dia datang ke restoran yang sudah dipesan oleh pria itu.Kali ini Balqis diiming-imingi bahwa pria itu adalah sosok yang sangat dermawan, cinta anak-anak, dan juga memiliki kedudukan tinggi di perusahaannya.Siapa yang tidak tertarik mendengar hal itu. Balqis juga ingin mencoba untuk membuka hatinya kembali. Dia pernah mendengar ada orang yang menemukan jodohnya untuk bertemu membutuhkan banyak pengalaman.Balqis mematuhinya. Ia memakai dress selutut dan cardigan berwarna putih. Rambutnya dikuncir. Dia memainkan ponsel berkali-kali hingga hampir setengah jam menunggu di restoran itu.Tempatnya lumayan mewah. Hanya ada beberapa meja bundar dan diiringi dengan musik klasik. Makanannya sudah tersedia di atas meja.Memang sebelumnya pria itu sudah memesankan makanan untuk Balqis. Tapi pria itu belum juga muncul.Ada sosok pria yang lumayan tinggi s
Sejak bekerjasama dengan model bernama Karinina Balqis tahu rasanya lelah menunggu. Mungkin saat Aldo sang pacar pasti juga akan merasa jengah.Balqis sudah satu jam di tempat memilih cincin. Sebab, itu permintaan Karinina juga yang ingin langsung memilih cincinya sendiri. Namun, dia justru tidak muncul batang hidungnya. “Maaf aku telat. Tadi ada pasien yang kondisinya kritis. Aku harap kau akan memahami profesiku!” Aldo terengah-engah saat sampai. Keringatnya bercucuran. Balqis tidak mengubris apa yang dikatakan oleh Aldo. Dia masuk ke toko perhiasaan yang berada di pusat perbelanjaan. Itu adalah salah satu vendor terbaik dan sering menjadi langganan para orang tersohor dalam membeli perhiasan. Ada seorang pelayan yang juga sudah mengenal akrab Balqis langsung menghampirinya. Ia menggunakan seragam kaos berwarna emas sembari melirik ke arah Aldo.Sementara Aldo tidak mengerti sama sekali soal perhiasan atau emas. Setaunya emas memang berharga karena ia juga berinvestasi emas batan
Apakah dosa jika seorang perempuan yang hampir berumur tiga puluh tahun belum menikah?Balqis terus saja diterkam dengan pertanyaan paling mematikan ‘kapan menikah?’ dari orang tua, saudara, kerabat, dan teman-temannya. Lalu dibantai dengan kalimat 'nanti jadi perawan tua loh'. “Qis, Ibu malu dengan tetangga dan keluarga besar kita, sampai sekarang kamu belum juga menemukan jodoh.” Sarapan pagi di meja kayu bundar tiba-tiba jadi horor. Pertanyaan kembali menikam hatinya dengan bara api. Apakah sebuah aib apabila anak perempuan yang menginjak usia tiga puluh tahun belum menikah? Batinnya.Mata almond Balqis terasa perih dan hampir menumpahkan air bah di pipi putih pucatnya. Hidungnya yang menyaingi patung Yunani juga tersumbat oleh cairan bening. Alis yang sudah digambar rapi refleks melengkung ke bawah. Bibir atas tanpa philtrum dan dipoles dengan warna lipstik nude tak mampu bergerak.“Qis, kapan kamu menikah? Apalagi yang kamu tunggu? kamu cantik, karir bagus. Adikmu, Sepupumu, t
Sejak bekerjasama dengan model bernama Karinina Balqis tahu rasanya lelah menunggu. Mungkin saat Aldo sang pacar pasti juga akan merasa jengah.Balqis sudah satu jam di tempat memilih cincin. Sebab, itu permintaan Karinina juga yang ingin langsung memilih cincinya sendiri. Namun, dia justru tidak muncul batang hidungnya. “Maaf aku telat. Tadi ada pasien yang kondisinya kritis. Aku harap kau akan memahami profesiku!” Aldo terengah-engah saat sampai. Keringatnya bercucuran. Balqis tidak mengubris apa yang dikatakan oleh Aldo. Dia masuk ke toko perhiasaan yang berada di pusat perbelanjaan. Itu adalah salah satu vendor terbaik dan sering menjadi langganan para orang tersohor dalam membeli perhiasan. Ada seorang pelayan yang juga sudah mengenal akrab Balqis langsung menghampirinya. Ia menggunakan seragam kaos berwarna emas sembari melirik ke arah Aldo.Sementara Aldo tidak mengerti sama sekali soal perhiasan atau emas. Setaunya emas memang berharga karena ia juga berinvestasi emas batan
Untuk yang kedua kalinya Balqis ikut kencan buta karena rekomendasi dari Shanum. Ia terpaksa harus mengenal seseorang hanya dalam satu waktu. Dia datang ke restoran yang sudah dipesan oleh pria itu.Kali ini Balqis diiming-imingi bahwa pria itu adalah sosok yang sangat dermawan, cinta anak-anak, dan juga memiliki kedudukan tinggi di perusahaannya.Siapa yang tidak tertarik mendengar hal itu. Balqis juga ingin mencoba untuk membuka hatinya kembali. Dia pernah mendengar ada orang yang menemukan jodohnya untuk bertemu membutuhkan banyak pengalaman.Balqis mematuhinya. Ia memakai dress selutut dan cardigan berwarna putih. Rambutnya dikuncir. Dia memainkan ponsel berkali-kali hingga hampir setengah jam menunggu di restoran itu.Tempatnya lumayan mewah. Hanya ada beberapa meja bundar dan diiringi dengan musik klasik. Makanannya sudah tersedia di atas meja.Memang sebelumnya pria itu sudah memesankan makanan untuk Balqis. Tapi pria itu belum juga muncul.Ada sosok pria yang lumayan tinggi s
Untuk kelancaran bisnisnya Balqis menghubungi Aldo supaya berdamai dengan tunangannya Karinina. Namun, tetap saja Balqis masih merasakan luka itu di dalam dirinya.Pagi setelah membuat janji bertemu dengan mereka berdua di coffee shop yang ada di sebelah kantor. Itu bukan tanpa alasan karena tempat tersebut memang nyaman untuk berdiskusi banyak hal.Balqis mengetuk meja sambil melirik ke arah arlojinya yang berwarna putih. Kali ini dia tidak ingin kehilangan uang yang begitu besar karena pembatalan pernikahan antara Aldo dan juga Karinina."Ke mana sih mereka kok belum datang juga." Sekali lagi Balqis melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 14.00. Tapi keduanya belum muncul juga apa mereka belum berdamai?Beberapa detik kemudian Aldo datang di hadapan Balqis dengan senyumnya yang paling manis dan menawan. "Apa kau akan tetap menyuruhku berdiri di sini saja?" sapa Aldo pada Balqis.Pria itu memang selalu tampak mempesona. Walau hanya menggunakan baju kemeja putih dan
Kegundahan yang dialami Balqis kemarin langsung ditanggapi oleh Shanum. Secepat kilat ia memiliki kandidat pria yang cocok untuk temannya itu."Halo, Qis hari ini kamu harus berpenampilan cantik!" Suara sengau bangun tidur dari sebarang sana cukup menganggu.Apa-apaan sih Shanum, Balqis jadi setengah hati menggunakan blouse kesukaannya. "Memangnya ada apa?" Ia bergegas lagi ke lemari untuk mencari baju yang cocok."Ya ampun, kok kamu lupa sih. Kamu sendiri yang minta dicarikan pria untuk dijadikan suami. Aku sudah punya banyak stok selusin bahkan!"Dasar Shanum, dia menanggapi ucapanku yang waktu itu dengan serius. Ah tidak. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Balqis dijodohkan itu sangat tidak elegan. Balqis menginginkan bertemu pangerannya secara tidak sengaja di tempat yang biasa ia kunjungi. Bukan pertemuan dengan perencanaan seperti ini."Aku belum siap Sha! Kamu batalkan saja pertemuan itu!" Sulit bagi Balqis untuk membuka kunci pintu hatinya. Ia terlalu resah dan takut disakiti. "Aku
Siapa yang tidak kepikiran bila melampiaskan amarahnya pada orang lain. Sementara orang itu tidak tahu apa-apa. Kondisi itu dialami oleh Aldo saat dia sudah sampai ke rumah.Bagaimana dengan Balqis? Apakah dia baik-baik saja dengan sikap dirinya yang tidak dewasa sama sekali.Aldo memperhatikan gawai berkali-kali setelah selesai mandi. Apakah dia harus menelpon Balqis atau tidak? Tapi kali ini dia memang harus minta maaf.Bergegas Aldo mencari baju terbaiknya dan memakaikan parfum yang menjadi andalannya untuk beraktivitas seharian.Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan kalau waktu belum terlalu malam. Jadi, tidak apa-apa kalau dirinya pergi bertemu dengan Balqis.Benak Aldo mulai memikirkan strategi bagaimana dia bisa bertemu dengan Balqis. Kalau dia menelpon perempuan itu sekarang pastinya tidak akan diangkat sama sekali. Seketika ia memikirkan asisten Balqis yaitu Shanum.Aldo mengambil kartu kontak Wedding Projects yang ada di laci nakas. Dia segera menelpon perempuan itu. B
“Saya belum menikah tante.” Balqis tertunduk lemas menyeruput kopi hingga cangkirnya kosong.“Sayang sekali ya.” Ana spontan mengoyakkan perasaan Balqis dengan sadis, tapi ia tak bermaksud demikian.Balqis hanya tersenyum. Perasaannya sungguh teriris sembilu hingga luka lama kembali lagi menghantam dinding hati.“Tapi kamu sudah punya pacar atau mungkin kamu sudah punya calon suami?….”“Ma, Aldo harus pergi sekarang. Aldo ada pasien.” Seringkali Aldo melirik ke arah ponsel.Perkataan Aldo cukup menyelamatkan Balqis. Sebab, ia tidak perlu menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan seribu satu orang pada dirinya. Aldo langsung mengecup kening ibunya. Dia paham ibunya pasti masih ingin berlama-lama di coffee shop yang cozy dan rustic itu. Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari sana."Biasa, anak tante memang seperti itu. Kalau Tante tidak memintanya menikah, mereka pasti tidak akan melakukannya. Oh iya, kamu sudah bertemu dengan Nina?" "Sudah Tante," jawab Balqis diplomatis, takut ter
Cinta? Balqis bahkan tak pernah memikirkan itu. Hanya ada rasa benci yang seluas samudera Hindia pada Aldo "Aku tidak akan pernah mencintai orang seperti dia Num. Kamu tahu sendiri dia adalah orang yang membuatku takut berkomitmen sampai sekarang.""Tapi kamu jangan menyalahkan dia seratus persen. Mungkin masalahnya ada di diri kamu juga Qis. Apa kamu perlu bantuan untuk menemukan pendamping hidup?"Balqis mengedipkan mata dengan cepat. Ia mengambil sepucuk bunga mawar merah menghirup aromanya sepenuh hati. "Aku pergi dulu…."Hanum menggelengkan kepala. "Selalu saja seperti itu. Sayang sekali sudahlah cantik, cerdas, karir cemerlang, tapi masih single… Ups." Ia menutup mulut saat Balqis menoleh ke arahnya.Aku juga tidak ingin sendiri. Kenapa semua orang mencercaku hanya karena aku sendiri? Kalian tahu betapa sulit untuk aku menegakkan senyum, meski setiap kata yang keluar sangat menyakitkan. Gumam Balqis dalam hatinya. Saat sampai di ruangannya Balqis mengambil tas. Wajah cemberut m
"Apa kamu juga akan menikah denganku secepat ini kalau tidak didesak mamaku? Berapa kali aku melamarmu dulu, tapi kamu seringkali menolak. Aku sudah lama bersabar." Aldo melotot dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.Keduanya bertengkar tanpa peduli dengan orang yang ada di sekitar. Balqis sungguh iri dengan keduanya yang akan menikah. Sementara dirinya, satu lelaki pun tidak ada yang mendekati apalagi melamar."Ehem. Jadi bagaimana dengan konsep pernikahan yang kalian inginkan?" Balqis mencoba mengembalikan keadaan supaya tidak tegang."Sorry, saya…." Aldo meredakan amarahnya dengan tersenyum dengan Balqis."Terserah kamu saja. Aku ada meeting. Balqis tolong urus pernikahanku!" Karinina beranjak pergi tanpa berpamitan dengan Aldo."Sumpah, ini lebih tegang dari pertengkaran klien kita yang pertama tadi!" bisik asisten Balqis.Aldo mengepalkan tangan, memejamkan mata, dan menghembuskan nafas. "Atur saja jadwal pertemuan kita selanjutnya. Nanti saya akan membawa mama untuk membah
Aldo Bagaskara, nama itu memang tidak pernah dilupakan Balqis seumur hidup. Sebab, pria itulah yang menjadi alasan Balqis melajang dan trauma menjalin hubungan dengan lelaki. Ingatan buruk kembali berpendar di pandangannya saat menatap Aldo.Ingatan itu mengajaknya berkelana ke sepuluh tahun lalu. Saat di mana Balqis pertama kali mengenal cinta. Sosok pemberani dalam diri Balqis yang mengantarkan dirinya untuk menyatakan cinta pada Aldo.Balqis satu SMA dengan Aldo, tapi mereka beda kelas dan satu angkatan. Saat duduk di bangku kelas dua, Balqis pertama kali jatuh cinta dengan pria tampan di seluruh jagad sekolah yaitu Aldo. Ia berinisiatif untuk mengungkapkan perasaan dengan memberikan surat cinta.Surat cinta diletakkan Balqis di laci meja Aldo. Sosok Aldo yang tampan merupakan dambaan para gadis. Tentu saja pria itu tidak terima dengan ungkapan perasaan Balqis. Apalagi kala itu Balqis tidak pandai merawat diri. Wajah Balqis penuh jerawat, kusam, dan tubuhnya yang sintal cukup menge