Apakah dosa jika seorang perempuan yang hampir berumur tiga puluh tahun belum menikah?
Balqis terus saja diterkam dengan pertanyaan paling mematikan ‘kapan menikah?’ dari orang tua, saudara, kerabat, dan teman-temannya. Lalu dibantai dengan kalimat 'nanti jadi perawan tua loh'.
“Qis, Ibu malu dengan tetangga dan keluarga besar kita, sampai sekarang kamu belum juga menemukan jodoh.”
Sarapan pagi di meja kayu bundar tiba-tiba jadi horor. Pertanyaan kembali menikam hatinya dengan bara api. Apakah sebuah aib apabila anak perempuan yang menginjak usia tiga puluh tahun belum menikah? Batinnya.
Mata almond Balqis terasa perih dan hampir menumpahkan air bah di pipi putih pucatnya. Hidungnya yang menyaingi patung Yunani juga tersumbat oleh cairan bening. Alis yang sudah digambar rapi refleks melengkung ke bawah. Bibir atas tanpa philtrum dan dipoles dengan warna lipstik nude tak mampu bergerak.
“Qis, kapan kamu menikah? Apalagi yang kamu tunggu? kamu cantik, karir bagus. Adikmu, Sepupumu, teman-teman kamu sudah banyak yang menikah. Tinggal kamu sendiri saja yang belum. Coba lihat, Nadia! Teman sekolah kamu anaknya sudah SD."
Karir Balqis yang semakin bersinar memang memegang andil dalam peningkatan taraf hidup keluarganya. Ia mendirikan usaha yang bergerak di bidang wedding planner tidaklah mudah sehingga tidak memprioritaskan pernikahan.
Balqis menatap ibu dan ayahnya. “Bu… Balqis berangkat dulu!” Balqis menyibakkan rambut panjang bergelombang yang cocok dengan bentuk wajah berliannya.
Ibunya menghela nafas. “Ya sudah, hati-hati! ingat pesan ibu tadi ya! Cepat cari jodoh, jangan keduluan adik kamu lagi.” Tampilan anaknya memang tidak pernah mengecewakan.
Blouse coklat dengan lengan balon menghadirkan kesan modis pada diri Balqis.
"Bu! Sudahlah." Ayahnya adalah orang yang tidak pernah mempertanyakan atau mendesak Balqis yang tak kunjung menemukan jodoh.
Ibu mana tidak khawatir dengan anak gadis yang tidak pernah membawa seorang pria pun untuk dikenalkan pada orang tua? Balqis memang berbeda dari adik-adiknya.
Balqis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adik kedua yaitu perempuan yang terpaut tiga tahun darinya baru saja menikah. Itulah yang menjadi penyebab ia terus didesak mencari jodoh. Adik ketiganya juga berencana untuk tunangan.
Balqis sama sekali tidak selera makan. Roti yang telah disisir dengan selai coklat disuguhkan percuma. Hanya karena pertanyaan ‘kapan nikah?’ dengan jawaban yang masih menjadi rahasia ilahi. Ia tidak ingin melawan ibunya, lebih baik menahan emosi daripada jadi anak durhaka.
Pergi dengan membawa beban pikiran sungguh menyempitkan saluran organ pernapasan ditambah langit yang tiba-tiba murka, Balqis mendongak ke langit. Dia mencoba menenangkan diri, tapi tidak bisa. Terpaksa ia masuk ke dalam mini cooper merah.
Prediksi Balqis benar, hujan mengguyur kota metropolitan berangsur-angsur lebat hingga sesekali petir menyambar. Pandangannya masih tetap ke depan, tapi nalarnya masih berada di beberapa menit yang lalu. Ketika paksaan menikah terus saja menghujam dirinya secara terus menerus.
Saat tiba di depan kantor berlantai dua yang memiliki estetika menawan cukup melegakan. Balqis masih di dalam mobil mini Cooper warna merah, menatap plang usahanya 'Wedding Projects' yang mulai usang.
Kantor Balqis mengusung konsep hijau. Berlantai dua, dinding depan disekat kaca hingga memperlihatkan aktivitas di dalam ruangan. Samping kirinya ada toko bunga, semantara itu di sebelah kanan ada coffee shop.
Balqis juga tidak mengerti, takdir menyeretnya untuk menjadi Wedding Planner. Pada awalnya ia dan teman-temannya membuka usaha di bidang event organizer, tapi mengalami kebangkrutan karena uang dibawa kabur rekannya.
Berbekal pengalaman dan Balqis menangkap peluang bahwa wedding planner akan lebih cocok ia geluti. Ternyata instingnya tidak salah. Dia dikenal oleh orang-orang tersohor di kota metropolitan karena profesional dan kompeten dalam bekerja.
Pekerja dari kantor Balqis membawa payung bening untuk menjemputnya di tengah guyuran hujan.
"Ayo cepat bos! Hujan nih, nanti bedak saya luntur." Pria gemulai itu menutup wajahnya dengan tangan.
Bekerja menjadi penawar hati Balqis yang mudah gundah. Bibirnya cukup ringan melengkung seperti bulan sabit saat menyambut kedatangan pekerjanya.
"Bos hari ini terlihat sedikit lebih cantik dari saya!"
Sekali lagi Balqis hanya tersenyum, tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Shanum sudah datang Om?"
"Sudah bos!" Wajahnya cemberut kalau mendengar nama aslinya disebut.
Ketika masuk ke ruangan aroma mawar menjadi aromaterapi yang menenangkan. Apalagi tempat yang serba putih dengan perabotan baju pengantin tertata indah, serta foto-foto pernikahan klien mereka yang terpajang ala galeri seni sungguh mahakarya menakjubkan.
"QIS…." pekik asisten Balqis di kejauhan sambil melambaikan tangan.
Balqis menatap asistennya yang sedang duduk di depan dua orang pasangan muda.
Wajah pria yang ada di depan asistennya bersemu merah.
"Eh Mbak, kok genit sih?" Wajah perempuan yang ada di depan asisten itu murka maksimal, saat mendengar kata Qis mengudara.
"Bukan mbak, itu nama saya! Balqis. Wedding planner di sini." Balqis menyodorkan tangannya dengan senyum yang membentuk lesung pipi.
Perempuan itu langsung melihat kartu nama Balqis dan mengangguk. "Maaf, saya agak trauma dengan perempuan penggoda, memang ya mata laki-laki itu susah sekali dijaga. Coba lihat! Dia yang mengajak saya menikah, tapi… Ah sudahlah."
"Sayang kamu mau ke mana?" Pria itu beranjak dari tempat duduknya.
"Aku mau pulang! Besok-besok saja kita ke sini lagi!" Perempuan itu pergi dengan menerobos hujan.
Balqis memegang kepalanya. "Sha, lain kali jangan panggil aku seperti itu lagi! Bahaya."
"Kenapa, kan cuma salah paham. Terus aku harus panggil kamu apa?"
Wajah Balqis datar. Dia memegang kepalanya. Duduk di sofa putih, memejamkan kelopak mata.
Asistennya tahu pasti Balqis sedang ada masalah. "Qis, are you ok?"
"Hmmm." Balqis masih memejamkan mata.
"Qis, kita ada klien baru lagi. Mungkin sebentar lagi orangnya datang!"
Hujan masih terdengar dari luar. Balqis melihat arloji. Jam menunjukkan pukul 09.45.
"Kamu pasti kenal orangnya, kita beruntung karena dipercaya untuk mempersiapkan pernikahannya."
"Memangnya siapa? Artis?"
"Supermodel yang lagi naik daun sekarang."
"Siapa sih?"
"Karinina!"
Balqis memutar bola matanya ke sebelah kiri. Karinina? Dia masih mencoba mengingat, karena tidak terlalu mengenal perkembangan dunia model.
"Ehm, aku sudah duga kamu pasti tidak tahu. Apalagi calon suaminya, pasti kamu tidak kenal." Padahal asistennya juga tidak kenal.
"Mana coba aku lihat!" Balqis menarik buku catatan pertemuan dari tangan asistennya.
Tertulis nama Karinina dan Aldo Bagaskara.
Indera penglihatan Balqis terbelalak, melotot, hampir keluar. Jantungnya refleks memompa dengan cepat. Buku catatan itu tergeletak di lantai keramik putih. "Uhuk-uhuk…."
"Qis, kenapa?" Asistennya belum pernah menyaksikan Balqis membisu saat membaca nama klien.
Pria bernama Aldo tentu saja tidak akan pernah Balqis lupakan. Lelaki itu menjadi penyebab Balqis trauma hingga melajang seumur hidupnya.
Balqis memang tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Dia menutup pintu hatinya rapat-rapat, karena kejadian sepuluh tahun yang lalu. Saat duduk di bangku SMA. "Kenapa dia harus menjadi klien-ku?"
"Kamu kenal Qis?"
"Aku berharap tidak pernah mengenalnya sama sekali!"
Balqis masuk ke ruangan yang tidak jauh dari sofa lalu menguncinya. Ia tidak ingin siapapun mengganggu. "Apa kau ingin mengejekku? Kamu memang brengsek. Oh, sungguh hari paling menyebalkan," rutuknya sembari mengepalkan tangan.
"Qis, kok dikunci? Qis…."
"Selamat pagi!" Suara pria yang disamarkan hujan masih bisa didengar Balqis.
"Oh, sungguh ciptaan Tuhan yang paling paripurna! Wangi lagi." Asisten Balqis mematung setelah terperangkap ketampanan Aldo sembari menyesap aroma parfum yang mendominasi pria itu.
Aroma musk yang berempah dengan sentuhan wangi sabun sungguh membius Indra penciuman lawan bicaranya.
Aldo merapikan jaket denim, baju kaos putih, dan celana jeans. Posenya sudah layak disebut seorang model. Tinggi badannya yang jangkung dan badannya sangat proporsional. Sekali lagi gaya parlente pria itu mampu menghipnotis asisten Balqis.
"Apa tadi?" Aldo sudah seringkali mendengar puja puji dari orang-orang yang mengakui ketampanannya.
"Anda model juga? Kok saya tidak tahu sih." Meski asisten Balqis sudah menikah, tapi penyakit genitnya pada pria tampan belum bisa disembuhkan.
"Oh, saya bukan model, tapi dokter."
"Ya ampun." Dia memegang kedua pipinya.
Balqis berjalan membuka pintu. "Aku harus menghadapi ini dengan kuat!" Ia keluar ruangan seraya mendongakkan dagu dan menyilangkan tangan ke dada.
"Ehem…." Balqis menggunakan bahasa isyarat dengan mata supaya asistennya diam.
Balqis terpaksa menatap pria tampan yang memiliki bahu lebar 48 sentimeter. Gadis itu tingginya hanya sebahu Aldo yang tingginya 180 cm.
"Perkenalkan, saya Aldo Bagaskara!" Aldo tersenyum sambil mengulurkan tangan sawo matangnya.
Apa dia tidak mengenalku? gumam Balqis dalam hati.
Aldo Bagaskara, nama itu memang tidak pernah dilupakan Balqis seumur hidup. Sebab, pria itulah yang menjadi alasan Balqis melajang dan trauma menjalin hubungan dengan lelaki. Ingatan buruk kembali berpendar di pandangannya saat menatap Aldo.Ingatan itu mengajaknya berkelana ke sepuluh tahun lalu. Saat di mana Balqis pertama kali mengenal cinta. Sosok pemberani dalam diri Balqis yang mengantarkan dirinya untuk menyatakan cinta pada Aldo.Balqis satu SMA dengan Aldo, tapi mereka beda kelas dan satu angkatan. Saat duduk di bangku kelas dua, Balqis pertama kali jatuh cinta dengan pria tampan di seluruh jagad sekolah yaitu Aldo. Ia berinisiatif untuk mengungkapkan perasaan dengan memberikan surat cinta.Surat cinta diletakkan Balqis di laci meja Aldo. Sosok Aldo yang tampan merupakan dambaan para gadis. Tentu saja pria itu tidak terima dengan ungkapan perasaan Balqis. Apalagi kala itu Balqis tidak pandai merawat diri. Wajah Balqis penuh jerawat, kusam, dan tubuhnya yang sintal cukup menge
"Apa kamu juga akan menikah denganku secepat ini kalau tidak didesak mamaku? Berapa kali aku melamarmu dulu, tapi kamu seringkali menolak. Aku sudah lama bersabar." Aldo melotot dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.Keduanya bertengkar tanpa peduli dengan orang yang ada di sekitar. Balqis sungguh iri dengan keduanya yang akan menikah. Sementara dirinya, satu lelaki pun tidak ada yang mendekati apalagi melamar."Ehem. Jadi bagaimana dengan konsep pernikahan yang kalian inginkan?" Balqis mencoba mengembalikan keadaan supaya tidak tegang."Sorry, saya…." Aldo meredakan amarahnya dengan tersenyum dengan Balqis."Terserah kamu saja. Aku ada meeting. Balqis tolong urus pernikahanku!" Karinina beranjak pergi tanpa berpamitan dengan Aldo."Sumpah, ini lebih tegang dari pertengkaran klien kita yang pertama tadi!" bisik asisten Balqis.Aldo mengepalkan tangan, memejamkan mata, dan menghembuskan nafas. "Atur saja jadwal pertemuan kita selanjutnya. Nanti saya akan membawa mama untuk membah
Cinta? Balqis bahkan tak pernah memikirkan itu. Hanya ada rasa benci yang seluas samudera Hindia pada Aldo "Aku tidak akan pernah mencintai orang seperti dia Num. Kamu tahu sendiri dia adalah orang yang membuatku takut berkomitmen sampai sekarang.""Tapi kamu jangan menyalahkan dia seratus persen. Mungkin masalahnya ada di diri kamu juga Qis. Apa kamu perlu bantuan untuk menemukan pendamping hidup?"Balqis mengedipkan mata dengan cepat. Ia mengambil sepucuk bunga mawar merah menghirup aromanya sepenuh hati. "Aku pergi dulu…."Hanum menggelengkan kepala. "Selalu saja seperti itu. Sayang sekali sudahlah cantik, cerdas, karir cemerlang, tapi masih single… Ups." Ia menutup mulut saat Balqis menoleh ke arahnya.Aku juga tidak ingin sendiri. Kenapa semua orang mencercaku hanya karena aku sendiri? Kalian tahu betapa sulit untuk aku menegakkan senyum, meski setiap kata yang keluar sangat menyakitkan. Gumam Balqis dalam hatinya. Saat sampai di ruangannya Balqis mengambil tas. Wajah cemberut m
“Saya belum menikah tante.” Balqis tertunduk lemas menyeruput kopi hingga cangkirnya kosong.“Sayang sekali ya.” Ana spontan mengoyakkan perasaan Balqis dengan sadis, tapi ia tak bermaksud demikian.Balqis hanya tersenyum. Perasaannya sungguh teriris sembilu hingga luka lama kembali lagi menghantam dinding hati.“Tapi kamu sudah punya pacar atau mungkin kamu sudah punya calon suami?….”“Ma, Aldo harus pergi sekarang. Aldo ada pasien.” Seringkali Aldo melirik ke arah ponsel.Perkataan Aldo cukup menyelamatkan Balqis. Sebab, ia tidak perlu menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan seribu satu orang pada dirinya. Aldo langsung mengecup kening ibunya. Dia paham ibunya pasti masih ingin berlama-lama di coffee shop yang cozy dan rustic itu. Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari sana."Biasa, anak tante memang seperti itu. Kalau Tante tidak memintanya menikah, mereka pasti tidak akan melakukannya. Oh iya, kamu sudah bertemu dengan Nina?" "Sudah Tante," jawab Balqis diplomatis, takut ter
Siapa yang tidak kepikiran bila melampiaskan amarahnya pada orang lain. Sementara orang itu tidak tahu apa-apa. Kondisi itu dialami oleh Aldo saat dia sudah sampai ke rumah.Bagaimana dengan Balqis? Apakah dia baik-baik saja dengan sikap dirinya yang tidak dewasa sama sekali.Aldo memperhatikan gawai berkali-kali setelah selesai mandi. Apakah dia harus menelpon Balqis atau tidak? Tapi kali ini dia memang harus minta maaf.Bergegas Aldo mencari baju terbaiknya dan memakaikan parfum yang menjadi andalannya untuk beraktivitas seharian.Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan kalau waktu belum terlalu malam. Jadi, tidak apa-apa kalau dirinya pergi bertemu dengan Balqis.Benak Aldo mulai memikirkan strategi bagaimana dia bisa bertemu dengan Balqis. Kalau dia menelpon perempuan itu sekarang pastinya tidak akan diangkat sama sekali. Seketika ia memikirkan asisten Balqis yaitu Shanum.Aldo mengambil kartu kontak Wedding Projects yang ada di laci nakas. Dia segera menelpon perempuan itu. B
Kegundahan yang dialami Balqis kemarin langsung ditanggapi oleh Shanum. Secepat kilat ia memiliki kandidat pria yang cocok untuk temannya itu."Halo, Qis hari ini kamu harus berpenampilan cantik!" Suara sengau bangun tidur dari sebarang sana cukup menganggu.Apa-apaan sih Shanum, Balqis jadi setengah hati menggunakan blouse kesukaannya. "Memangnya ada apa?" Ia bergegas lagi ke lemari untuk mencari baju yang cocok."Ya ampun, kok kamu lupa sih. Kamu sendiri yang minta dicarikan pria untuk dijadikan suami. Aku sudah punya banyak stok selusin bahkan!"Dasar Shanum, dia menanggapi ucapanku yang waktu itu dengan serius. Ah tidak. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Balqis dijodohkan itu sangat tidak elegan. Balqis menginginkan bertemu pangerannya secara tidak sengaja di tempat yang biasa ia kunjungi. Bukan pertemuan dengan perencanaan seperti ini."Aku belum siap Sha! Kamu batalkan saja pertemuan itu!" Sulit bagi Balqis untuk membuka kunci pintu hatinya. Ia terlalu resah dan takut disakiti. "Aku
Untuk kelancaran bisnisnya Balqis menghubungi Aldo supaya berdamai dengan tunangannya Karinina. Namun, tetap saja Balqis masih merasakan luka itu di dalam dirinya.Pagi setelah membuat janji bertemu dengan mereka berdua di coffee shop yang ada di sebelah kantor. Itu bukan tanpa alasan karena tempat tersebut memang nyaman untuk berdiskusi banyak hal.Balqis mengetuk meja sambil melirik ke arah arlojinya yang berwarna putih. Kali ini dia tidak ingin kehilangan uang yang begitu besar karena pembatalan pernikahan antara Aldo dan juga Karinina."Ke mana sih mereka kok belum datang juga." Sekali lagi Balqis melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 14.00. Tapi keduanya belum muncul juga apa mereka belum berdamai?Beberapa detik kemudian Aldo datang di hadapan Balqis dengan senyumnya yang paling manis dan menawan. "Apa kau akan tetap menyuruhku berdiri di sini saja?" sapa Aldo pada Balqis.Pria itu memang selalu tampak mempesona. Walau hanya menggunakan baju kemeja putih dan
Untuk yang kedua kalinya Balqis ikut kencan buta karena rekomendasi dari Shanum. Ia terpaksa harus mengenal seseorang hanya dalam satu waktu. Dia datang ke restoran yang sudah dipesan oleh pria itu.Kali ini Balqis diiming-imingi bahwa pria itu adalah sosok yang sangat dermawan, cinta anak-anak, dan juga memiliki kedudukan tinggi di perusahaannya.Siapa yang tidak tertarik mendengar hal itu. Balqis juga ingin mencoba untuk membuka hatinya kembali. Dia pernah mendengar ada orang yang menemukan jodohnya untuk bertemu membutuhkan banyak pengalaman.Balqis mematuhinya. Ia memakai dress selutut dan cardigan berwarna putih. Rambutnya dikuncir. Dia memainkan ponsel berkali-kali hingga hampir setengah jam menunggu di restoran itu.Tempatnya lumayan mewah. Hanya ada beberapa meja bundar dan diiringi dengan musik klasik. Makanannya sudah tersedia di atas meja.Memang sebelumnya pria itu sudah memesankan makanan untuk Balqis. Tapi pria itu belum juga muncul.Ada sosok pria yang lumayan tinggi s
Sejak bekerjasama dengan model bernama Karinina Balqis tahu rasanya lelah menunggu. Mungkin saat Aldo sang pacar pasti juga akan merasa jengah.Balqis sudah satu jam di tempat memilih cincin. Sebab, itu permintaan Karinina juga yang ingin langsung memilih cincinya sendiri. Namun, dia justru tidak muncul batang hidungnya. “Maaf aku telat. Tadi ada pasien yang kondisinya kritis. Aku harap kau akan memahami profesiku!” Aldo terengah-engah saat sampai. Keringatnya bercucuran. Balqis tidak mengubris apa yang dikatakan oleh Aldo. Dia masuk ke toko perhiasaan yang berada di pusat perbelanjaan. Itu adalah salah satu vendor terbaik dan sering menjadi langganan para orang tersohor dalam membeli perhiasan. Ada seorang pelayan yang juga sudah mengenal akrab Balqis langsung menghampirinya. Ia menggunakan seragam kaos berwarna emas sembari melirik ke arah Aldo.Sementara Aldo tidak mengerti sama sekali soal perhiasan atau emas. Setaunya emas memang berharga karena ia juga berinvestasi emas batan
Untuk yang kedua kalinya Balqis ikut kencan buta karena rekomendasi dari Shanum. Ia terpaksa harus mengenal seseorang hanya dalam satu waktu. Dia datang ke restoran yang sudah dipesan oleh pria itu.Kali ini Balqis diiming-imingi bahwa pria itu adalah sosok yang sangat dermawan, cinta anak-anak, dan juga memiliki kedudukan tinggi di perusahaannya.Siapa yang tidak tertarik mendengar hal itu. Balqis juga ingin mencoba untuk membuka hatinya kembali. Dia pernah mendengar ada orang yang menemukan jodohnya untuk bertemu membutuhkan banyak pengalaman.Balqis mematuhinya. Ia memakai dress selutut dan cardigan berwarna putih. Rambutnya dikuncir. Dia memainkan ponsel berkali-kali hingga hampir setengah jam menunggu di restoran itu.Tempatnya lumayan mewah. Hanya ada beberapa meja bundar dan diiringi dengan musik klasik. Makanannya sudah tersedia di atas meja.Memang sebelumnya pria itu sudah memesankan makanan untuk Balqis. Tapi pria itu belum juga muncul.Ada sosok pria yang lumayan tinggi s
Untuk kelancaran bisnisnya Balqis menghubungi Aldo supaya berdamai dengan tunangannya Karinina. Namun, tetap saja Balqis masih merasakan luka itu di dalam dirinya.Pagi setelah membuat janji bertemu dengan mereka berdua di coffee shop yang ada di sebelah kantor. Itu bukan tanpa alasan karena tempat tersebut memang nyaman untuk berdiskusi banyak hal.Balqis mengetuk meja sambil melirik ke arah arlojinya yang berwarna putih. Kali ini dia tidak ingin kehilangan uang yang begitu besar karena pembatalan pernikahan antara Aldo dan juga Karinina."Ke mana sih mereka kok belum datang juga." Sekali lagi Balqis melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 14.00. Tapi keduanya belum muncul juga apa mereka belum berdamai?Beberapa detik kemudian Aldo datang di hadapan Balqis dengan senyumnya yang paling manis dan menawan. "Apa kau akan tetap menyuruhku berdiri di sini saja?" sapa Aldo pada Balqis.Pria itu memang selalu tampak mempesona. Walau hanya menggunakan baju kemeja putih dan
Kegundahan yang dialami Balqis kemarin langsung ditanggapi oleh Shanum. Secepat kilat ia memiliki kandidat pria yang cocok untuk temannya itu."Halo, Qis hari ini kamu harus berpenampilan cantik!" Suara sengau bangun tidur dari sebarang sana cukup menganggu.Apa-apaan sih Shanum, Balqis jadi setengah hati menggunakan blouse kesukaannya. "Memangnya ada apa?" Ia bergegas lagi ke lemari untuk mencari baju yang cocok."Ya ampun, kok kamu lupa sih. Kamu sendiri yang minta dicarikan pria untuk dijadikan suami. Aku sudah punya banyak stok selusin bahkan!"Dasar Shanum, dia menanggapi ucapanku yang waktu itu dengan serius. Ah tidak. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Balqis dijodohkan itu sangat tidak elegan. Balqis menginginkan bertemu pangerannya secara tidak sengaja di tempat yang biasa ia kunjungi. Bukan pertemuan dengan perencanaan seperti ini."Aku belum siap Sha! Kamu batalkan saja pertemuan itu!" Sulit bagi Balqis untuk membuka kunci pintu hatinya. Ia terlalu resah dan takut disakiti. "Aku
Siapa yang tidak kepikiran bila melampiaskan amarahnya pada orang lain. Sementara orang itu tidak tahu apa-apa. Kondisi itu dialami oleh Aldo saat dia sudah sampai ke rumah.Bagaimana dengan Balqis? Apakah dia baik-baik saja dengan sikap dirinya yang tidak dewasa sama sekali.Aldo memperhatikan gawai berkali-kali setelah selesai mandi. Apakah dia harus menelpon Balqis atau tidak? Tapi kali ini dia memang harus minta maaf.Bergegas Aldo mencari baju terbaiknya dan memakaikan parfum yang menjadi andalannya untuk beraktivitas seharian.Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan kalau waktu belum terlalu malam. Jadi, tidak apa-apa kalau dirinya pergi bertemu dengan Balqis.Benak Aldo mulai memikirkan strategi bagaimana dia bisa bertemu dengan Balqis. Kalau dia menelpon perempuan itu sekarang pastinya tidak akan diangkat sama sekali. Seketika ia memikirkan asisten Balqis yaitu Shanum.Aldo mengambil kartu kontak Wedding Projects yang ada di laci nakas. Dia segera menelpon perempuan itu. B
“Saya belum menikah tante.” Balqis tertunduk lemas menyeruput kopi hingga cangkirnya kosong.“Sayang sekali ya.” Ana spontan mengoyakkan perasaan Balqis dengan sadis, tapi ia tak bermaksud demikian.Balqis hanya tersenyum. Perasaannya sungguh teriris sembilu hingga luka lama kembali lagi menghantam dinding hati.“Tapi kamu sudah punya pacar atau mungkin kamu sudah punya calon suami?….”“Ma, Aldo harus pergi sekarang. Aldo ada pasien.” Seringkali Aldo melirik ke arah ponsel.Perkataan Aldo cukup menyelamatkan Balqis. Sebab, ia tidak perlu menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan seribu satu orang pada dirinya. Aldo langsung mengecup kening ibunya. Dia paham ibunya pasti masih ingin berlama-lama di coffee shop yang cozy dan rustic itu. Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari sana."Biasa, anak tante memang seperti itu. Kalau Tante tidak memintanya menikah, mereka pasti tidak akan melakukannya. Oh iya, kamu sudah bertemu dengan Nina?" "Sudah Tante," jawab Balqis diplomatis, takut ter
Cinta? Balqis bahkan tak pernah memikirkan itu. Hanya ada rasa benci yang seluas samudera Hindia pada Aldo "Aku tidak akan pernah mencintai orang seperti dia Num. Kamu tahu sendiri dia adalah orang yang membuatku takut berkomitmen sampai sekarang.""Tapi kamu jangan menyalahkan dia seratus persen. Mungkin masalahnya ada di diri kamu juga Qis. Apa kamu perlu bantuan untuk menemukan pendamping hidup?"Balqis mengedipkan mata dengan cepat. Ia mengambil sepucuk bunga mawar merah menghirup aromanya sepenuh hati. "Aku pergi dulu…."Hanum menggelengkan kepala. "Selalu saja seperti itu. Sayang sekali sudahlah cantik, cerdas, karir cemerlang, tapi masih single… Ups." Ia menutup mulut saat Balqis menoleh ke arahnya.Aku juga tidak ingin sendiri. Kenapa semua orang mencercaku hanya karena aku sendiri? Kalian tahu betapa sulit untuk aku menegakkan senyum, meski setiap kata yang keluar sangat menyakitkan. Gumam Balqis dalam hatinya. Saat sampai di ruangannya Balqis mengambil tas. Wajah cemberut m
"Apa kamu juga akan menikah denganku secepat ini kalau tidak didesak mamaku? Berapa kali aku melamarmu dulu, tapi kamu seringkali menolak. Aku sudah lama bersabar." Aldo melotot dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.Keduanya bertengkar tanpa peduli dengan orang yang ada di sekitar. Balqis sungguh iri dengan keduanya yang akan menikah. Sementara dirinya, satu lelaki pun tidak ada yang mendekati apalagi melamar."Ehem. Jadi bagaimana dengan konsep pernikahan yang kalian inginkan?" Balqis mencoba mengembalikan keadaan supaya tidak tegang."Sorry, saya…." Aldo meredakan amarahnya dengan tersenyum dengan Balqis."Terserah kamu saja. Aku ada meeting. Balqis tolong urus pernikahanku!" Karinina beranjak pergi tanpa berpamitan dengan Aldo."Sumpah, ini lebih tegang dari pertengkaran klien kita yang pertama tadi!" bisik asisten Balqis.Aldo mengepalkan tangan, memejamkan mata, dan menghembuskan nafas. "Atur saja jadwal pertemuan kita selanjutnya. Nanti saya akan membawa mama untuk membah
Aldo Bagaskara, nama itu memang tidak pernah dilupakan Balqis seumur hidup. Sebab, pria itulah yang menjadi alasan Balqis melajang dan trauma menjalin hubungan dengan lelaki. Ingatan buruk kembali berpendar di pandangannya saat menatap Aldo.Ingatan itu mengajaknya berkelana ke sepuluh tahun lalu. Saat di mana Balqis pertama kali mengenal cinta. Sosok pemberani dalam diri Balqis yang mengantarkan dirinya untuk menyatakan cinta pada Aldo.Balqis satu SMA dengan Aldo, tapi mereka beda kelas dan satu angkatan. Saat duduk di bangku kelas dua, Balqis pertama kali jatuh cinta dengan pria tampan di seluruh jagad sekolah yaitu Aldo. Ia berinisiatif untuk mengungkapkan perasaan dengan memberikan surat cinta.Surat cinta diletakkan Balqis di laci meja Aldo. Sosok Aldo yang tampan merupakan dambaan para gadis. Tentu saja pria itu tidak terima dengan ungkapan perasaan Balqis. Apalagi kala itu Balqis tidak pandai merawat diri. Wajah Balqis penuh jerawat, kusam, dan tubuhnya yang sintal cukup menge