Sejak bekerjasama dengan model bernama Karinina Balqis tahu rasanya lelah menunggu. Mungkin saat Aldo sang pacar pasti juga akan merasa jengah.
Balqis sudah satu jam di tempat memilih cincin. Sebab, itu permintaan Karinina juga yang ingin langsung memilih cincinya sendiri. Namun, dia justru tidak muncul batang hidungnya.
“Maaf aku telat. Tadi ada pasien yang kondisinya kritis. Aku harap kau akan memahami profesiku!” Aldo terengah-engah saat sampai. Keringatnya bercucuran.
Balqis tidak mengubris apa yang dikatakan oleh Aldo. Dia masuk ke toko perhiasaan yang berada di pusat perbelanjaan. Itu adalah salah satu vendor terbaik dan sering menjadi langganan para orang tersohor dalam membeli perhiasan.
Ada seorang pelayan yang juga sudah mengenal akrab Balqis langsung menghampirinya. Ia menggunakan seragam kaos berwarna emas sembari melirik ke arah Aldo.
Sementara Aldo tidak mengerti sama sekali soal perhiasan atau emas. Setaunya emas memang berharga karena ia juga berinvestasi emas batangan dalam jumlah yang besar.
Beberapa tingkat etalase yang menyusun perhiasan untuk leher wanita dan juga gelang tangan. Akan tetapi, etalase depan itu menyuguhkan berbagai macam cincin-cincin emas putih dan emas kuning.
"Eh mbak ayo sini saya akan tunjukkan beberapa koleksi untuk dipilih oleh klien. Tadi Saya ditelepon sama bos Kalau mbak Balqis akan datang ke sini!"
Balqis langsung pindah ke mode senyum. "Boleh saya lihat dulu beberapa pilihan sambil menunggu klien yang satunya lagi dia belum datang?!"
Balqis menghadap ke Aldo. "Kamu lihat tadi kan pelayannya menunggu kita dari tadi. Sekarang saya harap kamu bisa menghubungi tunangan kamu supaya dia datang ke sini segara!"
Aldo seketika mengambil ponselnya dan ia terus menghubungi Karinina. Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Dia bingung Apakah harus menelpon pacarnya sebanyak itu tapi tidak ada hasilnya sama sekali itu jelas saja menguji kesabarannya.
Balqis sudah tahu pasti Karinina tidak menjawab telepon itu. Kalau begitu aku saja yang menelpon tunanganmu!" Balqis menyambar ponselnya dan dia menelepon Karinina
Tidak butuh waktu lama Karinina mengangkat telepon itu dan langsung menjawab. "Maaf Qis aku tidak bisa untuk memilih cincin hari ini karena aku ada pemotretan. Jadi aku sekali lagi mohon bantuanmu. Kamu bisa mengirimkan foto-foto itu nanti aku yang akan memilihnya dan aku akan mengirimkan ukuran jari tanganku ke kamu!"
Kenapa tidak bilang dari sehari yang lalu? Itu jelas merepotkan. Jadi, mereka harus berduaan itu adalah hal yang sangat dibenci oleh Balqis.
"Baiklah aku akan memotret beberapa cincin itu dan kau bisa memilihnya. Biar aku minta kau memilih sekarang. Kalau tidak Maaf aku mungkin akan lama mengerjakan pernikahan kalian karena aku juga banyak klien!"
Aldo tahu betapa repotnya Balqis. "Aku tahu kalau Karinina membatalkan janji. Dia sudah sering seperti itu!" Tapi apa daya. Dia sangat mencintai perempuan itu.
Ponsel Balqis memotret cincin emas putih dengan model yang sangat anggun.
Tidak ada balasan sama sekali. Percuma mengirimkan pesan
Karinina: Qis mohon maaf aku tidak bisa sama sekali sekarang aku sudah mendapat giliran pemotretan jadi biarkan saja Aldo yang memilih cincin itu.
Balqis memperlihatkan ponselnya pada Aldo. Dia sudah malas menghadapi Karinina yang penuh drama queen.
Aldo sungguh merasa malu dengan tindakan yang dilakukan oleh Karinina. Kalau saja waktu bisa diputar dia ingin saat di mana pacarnya tidak sibuk dalam bekerja melainkan fokus untuk dirinya saja.
"Aku rasa jarimu juga mirip dengan ukuran jari Nina dan aku harap kamu bisa mencobanya! Kau bisa memilih untukku karena aku tidak mengerti soal cincin!" pinta Aldo.
Kenapa ada sesuatu yang rasanya berdesir dalam hati Balqis. Dia tidak menyangka harus memilihkan cincin untuk orang yang paling dibencinya. Cincin yang akan tersemat di jari manis mempelai wanita dari pria itu.
Balqis mengambil sembarang cincin dan ia tertarik juga pada cincin yang polos dan ada satu diamond kecil di tengahnya
"Apakah Nina suka cincin yang simple aku rasa ini sangat cocok untuk kalian berdua!" saran Balqis.
Aldo dan juga Balqis diberikan sepasang cincin tapi mempelai perempuan memang harus menggunakan emas putih sedangkan Aldo menggunakan bahan perak.
"Bagaimana kalau yang ini saja. Ini lebih sedikit glamor mungkin saja Karinina lebih suka yang terlihat mewah!"
Balqis sungguh serba salah dia tidak tahu sama sekali selera Karinina seperti apa. "Bagaimana kalau kau membawa dua cincin ini dulu atau membelinya untuk Karina 2 saja supaya nanti tunanganmu bisa menggunakannya dengan memilih salah satu ini."
"Terserah kau saja ambil saja dua-duanya itu!" Aldo langsung menyambar ponselnya yang ada di kocek celana.
Aldo mendapati ada beberapa panggilan dan juga pesan ibunya dan dokter magang yang menjadi bimbingannya.
"Oh jadi mbak Balqis yang mau menikah? Kenapa saya baru tahu sekarang?!" ujar pelayan itu.
Balqis tercengang kenapa pelayan perempuan itu bisa beranggapan seperti ini. "Bukan! ini klien saya. Kan saya sudah mengatakan tadi saya mencoba cincin ini karena ukuran jari calonnya sama dengan saya."
"Oh begitu." Pelayan itu tersipu malu dan ia tidak bisa lepas pandangannya dari Aldo. "Apakah mas ini yang akan menikah? ya sayang banget ya mas udah mau menikah!"
Selalu saja seperti itu Balqis mulai merasa bosan mendengar orang-orang yang selalu memuji Aldo dengan kata-kata manisnya. Begitu pula dengan Para stafnya yang ada di kantor.
Meskipun Balqis sudah mengatakan hal yang sebenarnya kalau pria itu adalah orang yang selama ini menjadi traumatik dalam hidupnya. Tetap saja Omar masih curi-curi pandang dan sering mengedipkan mata Kalau bertemu dengan Aldo. Shanum juga uka tersenyum untuk menggoda.
Jelaskan kebersamaan itu tidak diinginkan oleh Balqis. Namun, ia tetap berusaha untuk mempertahankan senyumnya hanya demi sesuap nasi.
Balqis tidak ingin kehilangan pundi-pundi uang hanya karena keegoisannya dan dia tetap bisa menahan apa yang telah rasa sakit itu berikan ia selama bertahun.
Bagaimana sudah selesai semua bukan kalau begitu aku harus pergi dulu
Memang Balqis ingin cepat-cepat pergi dari sana. Diia tidak ingin terjerat terlalu lama bersama dengan orang yang paling benci.
Dengan sikap seperti itu tentu saja Aldo sangat mengerti selama ini perempuan itu tidak pernah bersikap manis pada dirinya. Setidaknya basa-basi pun tidak pernah, wajahnya tidak menyenangkan kalau mereka bertemu.
"Tunggu dulu!" cegat Aldo. "Apa kita memang pernah bertemu sebelumnya aku merasa kau sangat membenciku dan mungkin aku memiliki satu kesalahan di masa lalu yang mungkin saja membuatmu bersikap seperti ini padaku?"
"Jangan terlalu percaya diri kita tidak mengenal kamu sama sekali dan aku juga tidak ingin kita terlalu jauh mengenal. Sekarang aku hanya fokus untuk pernikahan saja dan aku akan membantu hal itu."
Apakah dosa jika seorang perempuan yang hampir berumur tiga puluh tahun belum menikah?Balqis terus saja diterkam dengan pertanyaan paling mematikan ‘kapan menikah?’ dari orang tua, saudara, kerabat, dan teman-temannya. Lalu dibantai dengan kalimat 'nanti jadi perawan tua loh'. “Qis, Ibu malu dengan tetangga dan keluarga besar kita, sampai sekarang kamu belum juga menemukan jodoh.” Sarapan pagi di meja kayu bundar tiba-tiba jadi horor. Pertanyaan kembali menikam hatinya dengan bara api. Apakah sebuah aib apabila anak perempuan yang menginjak usia tiga puluh tahun belum menikah? Batinnya.Mata almond Balqis terasa perih dan hampir menumpahkan air bah di pipi putih pucatnya. Hidungnya yang menyaingi patung Yunani juga tersumbat oleh cairan bening. Alis yang sudah digambar rapi refleks melengkung ke bawah. Bibir atas tanpa philtrum dan dipoles dengan warna lipstik nude tak mampu bergerak.“Qis, kapan kamu menikah? Apalagi yang kamu tunggu? kamu cantik, karir bagus. Adikmu, Sepupumu, t
Aldo Bagaskara, nama itu memang tidak pernah dilupakan Balqis seumur hidup. Sebab, pria itulah yang menjadi alasan Balqis melajang dan trauma menjalin hubungan dengan lelaki. Ingatan buruk kembali berpendar di pandangannya saat menatap Aldo.Ingatan itu mengajaknya berkelana ke sepuluh tahun lalu. Saat di mana Balqis pertama kali mengenal cinta. Sosok pemberani dalam diri Balqis yang mengantarkan dirinya untuk menyatakan cinta pada Aldo.Balqis satu SMA dengan Aldo, tapi mereka beda kelas dan satu angkatan. Saat duduk di bangku kelas dua, Balqis pertama kali jatuh cinta dengan pria tampan di seluruh jagad sekolah yaitu Aldo. Ia berinisiatif untuk mengungkapkan perasaan dengan memberikan surat cinta.Surat cinta diletakkan Balqis di laci meja Aldo. Sosok Aldo yang tampan merupakan dambaan para gadis. Tentu saja pria itu tidak terima dengan ungkapan perasaan Balqis. Apalagi kala itu Balqis tidak pandai merawat diri. Wajah Balqis penuh jerawat, kusam, dan tubuhnya yang sintal cukup menge
"Apa kamu juga akan menikah denganku secepat ini kalau tidak didesak mamaku? Berapa kali aku melamarmu dulu, tapi kamu seringkali menolak. Aku sudah lama bersabar." Aldo melotot dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.Keduanya bertengkar tanpa peduli dengan orang yang ada di sekitar. Balqis sungguh iri dengan keduanya yang akan menikah. Sementara dirinya, satu lelaki pun tidak ada yang mendekati apalagi melamar."Ehem. Jadi bagaimana dengan konsep pernikahan yang kalian inginkan?" Balqis mencoba mengembalikan keadaan supaya tidak tegang."Sorry, saya…." Aldo meredakan amarahnya dengan tersenyum dengan Balqis."Terserah kamu saja. Aku ada meeting. Balqis tolong urus pernikahanku!" Karinina beranjak pergi tanpa berpamitan dengan Aldo."Sumpah, ini lebih tegang dari pertengkaran klien kita yang pertama tadi!" bisik asisten Balqis.Aldo mengepalkan tangan, memejamkan mata, dan menghembuskan nafas. "Atur saja jadwal pertemuan kita selanjutnya. Nanti saya akan membawa mama untuk membah
Cinta? Balqis bahkan tak pernah memikirkan itu. Hanya ada rasa benci yang seluas samudera Hindia pada Aldo "Aku tidak akan pernah mencintai orang seperti dia Num. Kamu tahu sendiri dia adalah orang yang membuatku takut berkomitmen sampai sekarang.""Tapi kamu jangan menyalahkan dia seratus persen. Mungkin masalahnya ada di diri kamu juga Qis. Apa kamu perlu bantuan untuk menemukan pendamping hidup?"Balqis mengedipkan mata dengan cepat. Ia mengambil sepucuk bunga mawar merah menghirup aromanya sepenuh hati. "Aku pergi dulu…."Hanum menggelengkan kepala. "Selalu saja seperti itu. Sayang sekali sudahlah cantik, cerdas, karir cemerlang, tapi masih single… Ups." Ia menutup mulut saat Balqis menoleh ke arahnya.Aku juga tidak ingin sendiri. Kenapa semua orang mencercaku hanya karena aku sendiri? Kalian tahu betapa sulit untuk aku menegakkan senyum, meski setiap kata yang keluar sangat menyakitkan. Gumam Balqis dalam hatinya. Saat sampai di ruangannya Balqis mengambil tas. Wajah cemberut m
“Saya belum menikah tante.” Balqis tertunduk lemas menyeruput kopi hingga cangkirnya kosong.“Sayang sekali ya.” Ana spontan mengoyakkan perasaan Balqis dengan sadis, tapi ia tak bermaksud demikian.Balqis hanya tersenyum. Perasaannya sungguh teriris sembilu hingga luka lama kembali lagi menghantam dinding hati.“Tapi kamu sudah punya pacar atau mungkin kamu sudah punya calon suami?….”“Ma, Aldo harus pergi sekarang. Aldo ada pasien.” Seringkali Aldo melirik ke arah ponsel.Perkataan Aldo cukup menyelamatkan Balqis. Sebab, ia tidak perlu menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan seribu satu orang pada dirinya. Aldo langsung mengecup kening ibunya. Dia paham ibunya pasti masih ingin berlama-lama di coffee shop yang cozy dan rustic itu. Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari sana."Biasa, anak tante memang seperti itu. Kalau Tante tidak memintanya menikah, mereka pasti tidak akan melakukannya. Oh iya, kamu sudah bertemu dengan Nina?" "Sudah Tante," jawab Balqis diplomatis, takut ter
Siapa yang tidak kepikiran bila melampiaskan amarahnya pada orang lain. Sementara orang itu tidak tahu apa-apa. Kondisi itu dialami oleh Aldo saat dia sudah sampai ke rumah.Bagaimana dengan Balqis? Apakah dia baik-baik saja dengan sikap dirinya yang tidak dewasa sama sekali.Aldo memperhatikan gawai berkali-kali setelah selesai mandi. Apakah dia harus menelpon Balqis atau tidak? Tapi kali ini dia memang harus minta maaf.Bergegas Aldo mencari baju terbaiknya dan memakaikan parfum yang menjadi andalannya untuk beraktivitas seharian.Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan kalau waktu belum terlalu malam. Jadi, tidak apa-apa kalau dirinya pergi bertemu dengan Balqis.Benak Aldo mulai memikirkan strategi bagaimana dia bisa bertemu dengan Balqis. Kalau dia menelpon perempuan itu sekarang pastinya tidak akan diangkat sama sekali. Seketika ia memikirkan asisten Balqis yaitu Shanum.Aldo mengambil kartu kontak Wedding Projects yang ada di laci nakas. Dia segera menelpon perempuan itu. B
Kegundahan yang dialami Balqis kemarin langsung ditanggapi oleh Shanum. Secepat kilat ia memiliki kandidat pria yang cocok untuk temannya itu."Halo, Qis hari ini kamu harus berpenampilan cantik!" Suara sengau bangun tidur dari sebarang sana cukup menganggu.Apa-apaan sih Shanum, Balqis jadi setengah hati menggunakan blouse kesukaannya. "Memangnya ada apa?" Ia bergegas lagi ke lemari untuk mencari baju yang cocok."Ya ampun, kok kamu lupa sih. Kamu sendiri yang minta dicarikan pria untuk dijadikan suami. Aku sudah punya banyak stok selusin bahkan!"Dasar Shanum, dia menanggapi ucapanku yang waktu itu dengan serius. Ah tidak. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Balqis dijodohkan itu sangat tidak elegan. Balqis menginginkan bertemu pangerannya secara tidak sengaja di tempat yang biasa ia kunjungi. Bukan pertemuan dengan perencanaan seperti ini."Aku belum siap Sha! Kamu batalkan saja pertemuan itu!" Sulit bagi Balqis untuk membuka kunci pintu hatinya. Ia terlalu resah dan takut disakiti. "Aku
Untuk kelancaran bisnisnya Balqis menghubungi Aldo supaya berdamai dengan tunangannya Karinina. Namun, tetap saja Balqis masih merasakan luka itu di dalam dirinya.Pagi setelah membuat janji bertemu dengan mereka berdua di coffee shop yang ada di sebelah kantor. Itu bukan tanpa alasan karena tempat tersebut memang nyaman untuk berdiskusi banyak hal.Balqis mengetuk meja sambil melirik ke arah arlojinya yang berwarna putih. Kali ini dia tidak ingin kehilangan uang yang begitu besar karena pembatalan pernikahan antara Aldo dan juga Karinina."Ke mana sih mereka kok belum datang juga." Sekali lagi Balqis melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 14.00. Tapi keduanya belum muncul juga apa mereka belum berdamai?Beberapa detik kemudian Aldo datang di hadapan Balqis dengan senyumnya yang paling manis dan menawan. "Apa kau akan tetap menyuruhku berdiri di sini saja?" sapa Aldo pada Balqis.Pria itu memang selalu tampak mempesona. Walau hanya menggunakan baju kemeja putih dan
Sejak bekerjasama dengan model bernama Karinina Balqis tahu rasanya lelah menunggu. Mungkin saat Aldo sang pacar pasti juga akan merasa jengah.Balqis sudah satu jam di tempat memilih cincin. Sebab, itu permintaan Karinina juga yang ingin langsung memilih cincinya sendiri. Namun, dia justru tidak muncul batang hidungnya. “Maaf aku telat. Tadi ada pasien yang kondisinya kritis. Aku harap kau akan memahami profesiku!” Aldo terengah-engah saat sampai. Keringatnya bercucuran. Balqis tidak mengubris apa yang dikatakan oleh Aldo. Dia masuk ke toko perhiasaan yang berada di pusat perbelanjaan. Itu adalah salah satu vendor terbaik dan sering menjadi langganan para orang tersohor dalam membeli perhiasan. Ada seorang pelayan yang juga sudah mengenal akrab Balqis langsung menghampirinya. Ia menggunakan seragam kaos berwarna emas sembari melirik ke arah Aldo.Sementara Aldo tidak mengerti sama sekali soal perhiasan atau emas. Setaunya emas memang berharga karena ia juga berinvestasi emas batan
Untuk yang kedua kalinya Balqis ikut kencan buta karena rekomendasi dari Shanum. Ia terpaksa harus mengenal seseorang hanya dalam satu waktu. Dia datang ke restoran yang sudah dipesan oleh pria itu.Kali ini Balqis diiming-imingi bahwa pria itu adalah sosok yang sangat dermawan, cinta anak-anak, dan juga memiliki kedudukan tinggi di perusahaannya.Siapa yang tidak tertarik mendengar hal itu. Balqis juga ingin mencoba untuk membuka hatinya kembali. Dia pernah mendengar ada orang yang menemukan jodohnya untuk bertemu membutuhkan banyak pengalaman.Balqis mematuhinya. Ia memakai dress selutut dan cardigan berwarna putih. Rambutnya dikuncir. Dia memainkan ponsel berkali-kali hingga hampir setengah jam menunggu di restoran itu.Tempatnya lumayan mewah. Hanya ada beberapa meja bundar dan diiringi dengan musik klasik. Makanannya sudah tersedia di atas meja.Memang sebelumnya pria itu sudah memesankan makanan untuk Balqis. Tapi pria itu belum juga muncul.Ada sosok pria yang lumayan tinggi s
Untuk kelancaran bisnisnya Balqis menghubungi Aldo supaya berdamai dengan tunangannya Karinina. Namun, tetap saja Balqis masih merasakan luka itu di dalam dirinya.Pagi setelah membuat janji bertemu dengan mereka berdua di coffee shop yang ada di sebelah kantor. Itu bukan tanpa alasan karena tempat tersebut memang nyaman untuk berdiskusi banyak hal.Balqis mengetuk meja sambil melirik ke arah arlojinya yang berwarna putih. Kali ini dia tidak ingin kehilangan uang yang begitu besar karena pembatalan pernikahan antara Aldo dan juga Karinina."Ke mana sih mereka kok belum datang juga." Sekali lagi Balqis melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 14.00. Tapi keduanya belum muncul juga apa mereka belum berdamai?Beberapa detik kemudian Aldo datang di hadapan Balqis dengan senyumnya yang paling manis dan menawan. "Apa kau akan tetap menyuruhku berdiri di sini saja?" sapa Aldo pada Balqis.Pria itu memang selalu tampak mempesona. Walau hanya menggunakan baju kemeja putih dan
Kegundahan yang dialami Balqis kemarin langsung ditanggapi oleh Shanum. Secepat kilat ia memiliki kandidat pria yang cocok untuk temannya itu."Halo, Qis hari ini kamu harus berpenampilan cantik!" Suara sengau bangun tidur dari sebarang sana cukup menganggu.Apa-apaan sih Shanum, Balqis jadi setengah hati menggunakan blouse kesukaannya. "Memangnya ada apa?" Ia bergegas lagi ke lemari untuk mencari baju yang cocok."Ya ampun, kok kamu lupa sih. Kamu sendiri yang minta dicarikan pria untuk dijadikan suami. Aku sudah punya banyak stok selusin bahkan!"Dasar Shanum, dia menanggapi ucapanku yang waktu itu dengan serius. Ah tidak. Nasi sudah jadi bubur. Bagi Balqis dijodohkan itu sangat tidak elegan. Balqis menginginkan bertemu pangerannya secara tidak sengaja di tempat yang biasa ia kunjungi. Bukan pertemuan dengan perencanaan seperti ini."Aku belum siap Sha! Kamu batalkan saja pertemuan itu!" Sulit bagi Balqis untuk membuka kunci pintu hatinya. Ia terlalu resah dan takut disakiti. "Aku
Siapa yang tidak kepikiran bila melampiaskan amarahnya pada orang lain. Sementara orang itu tidak tahu apa-apa. Kondisi itu dialami oleh Aldo saat dia sudah sampai ke rumah.Bagaimana dengan Balqis? Apakah dia baik-baik saja dengan sikap dirinya yang tidak dewasa sama sekali.Aldo memperhatikan gawai berkali-kali setelah selesai mandi. Apakah dia harus menelpon Balqis atau tidak? Tapi kali ini dia memang harus minta maaf.Bergegas Aldo mencari baju terbaiknya dan memakaikan parfum yang menjadi andalannya untuk beraktivitas seharian.Jam dinding di kamarnya masih menunjukkan kalau waktu belum terlalu malam. Jadi, tidak apa-apa kalau dirinya pergi bertemu dengan Balqis.Benak Aldo mulai memikirkan strategi bagaimana dia bisa bertemu dengan Balqis. Kalau dia menelpon perempuan itu sekarang pastinya tidak akan diangkat sama sekali. Seketika ia memikirkan asisten Balqis yaitu Shanum.Aldo mengambil kartu kontak Wedding Projects yang ada di laci nakas. Dia segera menelpon perempuan itu. B
“Saya belum menikah tante.” Balqis tertunduk lemas menyeruput kopi hingga cangkirnya kosong.“Sayang sekali ya.” Ana spontan mengoyakkan perasaan Balqis dengan sadis, tapi ia tak bermaksud demikian.Balqis hanya tersenyum. Perasaannya sungguh teriris sembilu hingga luka lama kembali lagi menghantam dinding hati.“Tapi kamu sudah punya pacar atau mungkin kamu sudah punya calon suami?….”“Ma, Aldo harus pergi sekarang. Aldo ada pasien.” Seringkali Aldo melirik ke arah ponsel.Perkataan Aldo cukup menyelamatkan Balqis. Sebab, ia tidak perlu menjawab pertanyaan yang sudah dilontarkan seribu satu orang pada dirinya. Aldo langsung mengecup kening ibunya. Dia paham ibunya pasti masih ingin berlama-lama di coffee shop yang cozy dan rustic itu. Tanpa berlama-lama pria itu pergi dari sana."Biasa, anak tante memang seperti itu. Kalau Tante tidak memintanya menikah, mereka pasti tidak akan melakukannya. Oh iya, kamu sudah bertemu dengan Nina?" "Sudah Tante," jawab Balqis diplomatis, takut ter
Cinta? Balqis bahkan tak pernah memikirkan itu. Hanya ada rasa benci yang seluas samudera Hindia pada Aldo "Aku tidak akan pernah mencintai orang seperti dia Num. Kamu tahu sendiri dia adalah orang yang membuatku takut berkomitmen sampai sekarang.""Tapi kamu jangan menyalahkan dia seratus persen. Mungkin masalahnya ada di diri kamu juga Qis. Apa kamu perlu bantuan untuk menemukan pendamping hidup?"Balqis mengedipkan mata dengan cepat. Ia mengambil sepucuk bunga mawar merah menghirup aromanya sepenuh hati. "Aku pergi dulu…."Hanum menggelengkan kepala. "Selalu saja seperti itu. Sayang sekali sudahlah cantik, cerdas, karir cemerlang, tapi masih single… Ups." Ia menutup mulut saat Balqis menoleh ke arahnya.Aku juga tidak ingin sendiri. Kenapa semua orang mencercaku hanya karena aku sendiri? Kalian tahu betapa sulit untuk aku menegakkan senyum, meski setiap kata yang keluar sangat menyakitkan. Gumam Balqis dalam hatinya. Saat sampai di ruangannya Balqis mengambil tas. Wajah cemberut m
"Apa kamu juga akan menikah denganku secepat ini kalau tidak didesak mamaku? Berapa kali aku melamarmu dulu, tapi kamu seringkali menolak. Aku sudah lama bersabar." Aldo melotot dengan suara beratnya yang naik satu oktaf.Keduanya bertengkar tanpa peduli dengan orang yang ada di sekitar. Balqis sungguh iri dengan keduanya yang akan menikah. Sementara dirinya, satu lelaki pun tidak ada yang mendekati apalagi melamar."Ehem. Jadi bagaimana dengan konsep pernikahan yang kalian inginkan?" Balqis mencoba mengembalikan keadaan supaya tidak tegang."Sorry, saya…." Aldo meredakan amarahnya dengan tersenyum dengan Balqis."Terserah kamu saja. Aku ada meeting. Balqis tolong urus pernikahanku!" Karinina beranjak pergi tanpa berpamitan dengan Aldo."Sumpah, ini lebih tegang dari pertengkaran klien kita yang pertama tadi!" bisik asisten Balqis.Aldo mengepalkan tangan, memejamkan mata, dan menghembuskan nafas. "Atur saja jadwal pertemuan kita selanjutnya. Nanti saya akan membawa mama untuk membah
Aldo Bagaskara, nama itu memang tidak pernah dilupakan Balqis seumur hidup. Sebab, pria itulah yang menjadi alasan Balqis melajang dan trauma menjalin hubungan dengan lelaki. Ingatan buruk kembali berpendar di pandangannya saat menatap Aldo.Ingatan itu mengajaknya berkelana ke sepuluh tahun lalu. Saat di mana Balqis pertama kali mengenal cinta. Sosok pemberani dalam diri Balqis yang mengantarkan dirinya untuk menyatakan cinta pada Aldo.Balqis satu SMA dengan Aldo, tapi mereka beda kelas dan satu angkatan. Saat duduk di bangku kelas dua, Balqis pertama kali jatuh cinta dengan pria tampan di seluruh jagad sekolah yaitu Aldo. Ia berinisiatif untuk mengungkapkan perasaan dengan memberikan surat cinta.Surat cinta diletakkan Balqis di laci meja Aldo. Sosok Aldo yang tampan merupakan dambaan para gadis. Tentu saja pria itu tidak terima dengan ungkapan perasaan Balqis. Apalagi kala itu Balqis tidak pandai merawat diri. Wajah Balqis penuh jerawat, kusam, dan tubuhnya yang sintal cukup menge