Share

Pengantin Untuk Tuan Mafioso
Pengantin Untuk Tuan Mafioso
Penulis: Riska Prakoso

#1

Penulis: Riska Prakoso
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

DOR!

Sebuah peluru menembus kepala seorang pria. Gelas yang ia genggam pun terjatuh dari tangan, membentur lantai.

"Aakkh!! Papa!"

Wanita itu mendekati jasad suaminya, yang sudah bersimbah darah. "Kalian!! apa yang kalian lakukan!!"

DOR!

Seketika wanita itu terdiam, saat peluru menembus tepat di kepala.

"Berisik." Ucap seorang pria.

"Bos." Panggil anak buahnya.

Ia menoleh, wajahnya tidak menggambarkan kepanikan sedikit pun saat melihat seorang wanita, dengan rambut hitam sedikit coklat, panjang bergelombang terurai bebas, memakai piyama chemise berwarna putih.

Ketiga pembunuh itu memandangi wanita tersebut, salah satu anak buahnya bersiap untuk menembak.

Namun, Pria bernama Malvin menahan untuk tidak menembak, anak buahnya pun menurut.

"Ayah, ibu?" Panggilnya berjalan pelan, menghampiri mereka, dengan tangan yang meraba-raba udara.

"Dia buta?" Bisik salah satu pria.

"Ah! Siapa itu!?" Wanita itu panik.

"Tugas kita selesai, ayo pergi." Ucap Malvin.

"Kita tidak membunuhnya?" Tanya salah satu anak buah Malvin.

Malvin melihat wanita itu berdiri menatap nanar entah ke mana. "Biarkan saja, mungkin suatu hari nanti, dia ingin membalas dendam." Jawabnya.

Wanita itu bergetar menahan amarah, Malvin bisa mendengar suara gigi dari wanita itu beradu, membuat sebuah senyuman terlukis di ujung bibir, tanda puas dengan tugasnya malam ini.

"Siapa kalian!!? Siapa kalian!?"

Ketiga pria tersebut, melompat keluar melalui jendela sebuah rumah mewah lantai dua, dengan tawa terbahak-bahak, berlari menyusuri halaman rumah keluarga Panduwinata.

Mereka meninggalkan tempat tersebut dengan sebuah mobil pickup berwarna putih.

Beberapa detik kemudian, para polisi hadir, namun mereka tidak menyadari kehadiran para pembunuh itu, padahal mobil mereka saling berpapasan.

~🥀~

BRAK!

Meja di pukul oleh seorang pria, yang datang entah datang dari mana, tiba-tiba melakukan hal itu.

"Aku menyuruh kalian untuk membunuh seluruh keluarga Panduwinata, kenapa kalian menyisakan anak gadisnya!!" teriak seorang pria pada seseorang yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Pak, jangan marah pada saya, tanyakan ini pada Tuan kami."

"Tuan kalian! di mana dia!?"

Ia pun melihat pintu "Malvin!" Teriaknya.

Pintu itu pun terbuka, keluarlah seorang wanita, memberikan senyuman pada kedua pria itu.

"Dia Tuan, mu?" Tanya pria itu menunjuk wanita tersebut.

Wanita itu kaget, ia melambai-lambaikan kedua tangan, tanda menolak ucapan itu.

"Bukan, aku bukan tuanya, dia ada di dalam." Menunjuk belakang.

"Aku akan menemuinya." Pria itu memaksa masuk.

Namun tidak ada siapapun, di dalam ruangan tersebut.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pria mengagetkan pria tersebut.

Ia pun menoleh melihat jelas seorang pria dengan postur tubuh yang terlihat gagah, dengan otot lengan yang nampak dibalik kemeja yang ia kenakan.

"Kenapa kau tidak membunuh gadis itu?"

"Gadis? Gadis yang mana?"

"Anak gadis Tuan Panduwinata!"

Suara pria itu bergema, mengisi ruangan tersebut.

Malvin tersenyum dengan bibir lebih tajam ke kanan, itu membuat tamunya takut.

"Bisakah, kau...tidak tersenyum seperti itu?"

"Ada alasannya, saya tidak membunuh gadis yang anda maksud, karena itu bertentangan dengan sumpah kami," Malvin mencoba melihat beberapa dokumen di meja kerjanya. "Lagi pula, gadis itu bisa kau jadikan alat, kan?"

"Maksud mu?"

"Berpura-pura sedih padanya, maka kau akan mendapat apa yang kau inginkan."

Untuk sesaat ia berpikir, Pria itu pun keluar dari ruangan dan berjalan keluar, Malvin mengikuti dari belakang.

"Kevin."

Pria bernama Kevin itu kaget, bersama dengan wanita yang sedang dipangkuannya.

"Tuan, masalahnya sudah selesai?"

Malvin melihat mereka dengan tatapan tidak senang.

"Jessie, kembalilah ke Bar, mungkin Madam mencari mu."

Jessie mencium bibir Kevin dengan gemas.

"Dah...sayang." Melambaikan tangan.

Kevin membalas lambaian Jessie dengan senang.

"Menjijikan." gumam Malvin pelan dan pergi dari tempat ia berdiri.

~🥀~

Di lain tempat, seorang pelayan wanita sedang mengikat rambut nona rumah, mungkin usianya 20 tahun.

Ya, wanita itu adalah putri pewaris keluarga Panduwinata, korban pembunuhan secara brutal semalam, namun sayang, wanita itu tidak dapat melihat kejadian tersebut, karena buta.

"Nona Vinka?"

Ia kaget, saat namanya dipanggil.

"Maaf nona, anda kaget?"

Vinka mengeleng. "Tidak apa-apa."

Tok! Tok!

Pelayan Vinka melihat ke arah pintu, ternyata itu adalah rekan kerjanya.

"Ada apa Desi?" tanyanya.

"Ada polisi dan keluarga adik Tuan Besar, menunggu di ruang tamu."

Mereka melihat Vinka yang tidak bergeming sama sekali.

~🥀~

Dengan hati-hati pelayan bernama Desi menggandeng tangan Vinka, untuk menuruni tangga.

"Vinka," Seorang wanita memeluknya.

Wanita itu adalah adik dari Tuan Panduwinata, Victoria, istri dari Tuan James, pengusaha sukses di kotanya.

"Tabah ya sayang. Tante dan Om ada untukmu."

"Nyonya, boleh bicara sebentar." Seorang polisi mendekati mereka yang sedang berpelukan.

Victoria melepas pelukannya, ia berjalan meninggalkan Vinka, mengikuti polisi tersebut.

"Kami ada masalah, untuk mencari pelakunya, sedangkan, saksi mata satu-satunya hanya keponakan anda, sedangkan ia buta."

Victoria melihat ponakannya.

"Mungkin, dia mengenali suara para pelaku."

"Kalau begitu, bolehkah kami menginterogasinya?"

Victoria melihat ponakannya. "Ya."

~🥀~

"Aku menang." Seorang pria membanting kartu yang ia pegang.

"Aak!" teriak lawan mainnya karena sudah dikalahkan.

"Malvin, kau tidak mau bermain dengan kami?" tanya si pria yang memenangkan permainan menoleh, melihat seorang pria yang wajahnya tertutup sebuah buku.

Pria itu menyingkirkan buku yang ia baca dari pandangannya "tidak terima kasih, aku bosan menang."

BRAK!

Mereka melihat ke arah pintu.

"Maaf pak, Bos kami tidak menerima tamu hari ini."

"Tidak apa-apa Jessie, mungkin dia ada keluhan."

Jessie pun menundukkan kepala dan pergi meninggalkan mereka.

"Ada apa Tuan? apa keponakanmu, membuat masalah?"

"Dia tidak di titipkan pada ku!"

"Jadi?"

"Aku ingin kalian membunuhnya."

Lagi-lagi Malvin mengangkat ujung bibir kanannya, membentuk senyuman.

"Baiklah, berapa jumlah yang kau berikan?"

"Apa! kenapa kalian meminta bayaran padaku,"

"Bukankah, sejak awal sudah aku katakan bunuh semua keluarga Panduwinata, kalian main-main denganku!"

Malvin melihat anak buahnya, mereka berdiri memegang senjata yang mereka arahkan pada tamu mereka, pria tersebut ketakutan.

Malvin mendekatkan wajahnya, pada pria tersebut "Pulanglah, jika nyawamu masih ingin selamat, jika kau takut, silakan laporkan hal ini pada polisi, dan kami pun akan membuka kedok mu juga."

"Brengsek!"

Pria itu pun keluar dari ruangan.

BRAK!

"Ya Malvin, kau belum memberikan alasan, kenapa kau tidak membunuhnya."

Mendengar itu, Malvin hanya memberikan senyuman.

"Kerjakan saja tugas kalian." Ucapnya membuat kedua pria itu kebingungan saling berpandangan.

Malvin meninggalkan mereka, menuju ruang pribadi. Ia mulai ingat, kenapa ia tidak membunuh Vinka gadis buta, putri pewaris keluarga Panduwinata itu.

Namun ia masih simpan dalam-dalam di kepalanya.

Ia mencoba melihat surat perjanjian kerjasama pelanggannya satu-satu, begitu banyak masalah orang lain yang harus ia selesaikan.

"Kenapa mereka tidak menyelesaikan masalahnya sendiri." Ucapnya, memijat kening mencoba bersabar pada penyangga kursi kerjanya.

Sebuah foto terjatuh tepat di ujung sepatunya, dengan berat, ia harus membungkuk untuk mengambil foto tersebut. Ia mulai tersenyum saat mengetahui foto siapa itu.

"Secara tidak langsung, aku sudah membungkukkan badan, padanya," Ucapnya melihat foto tersebut.

"dan secara tidak langsung, kau mencium ujung sepatu ku." Tambahnya.

Malvin mengambil foto tersebut "Vinka," dan tersenyum "ini menarik."

~🥀~

Senja mulai menghilang secara perlahan, bersembunyi dari peradaban, hingga malam menggantikan tugasnya dengan bulan dan bintang.

Rumah putih mewah dengan dua pilar utama, siap menyambut mereka yang datang. Rumah tersebut memiliki tiga lantai, di lengkapi air mancur terletak di tengah gerbang masuk dengan patung Dewi yang berusaha menutup tubuhnya dari tarikan patung ke lima pria yang berada di bawahnya, mungkin kalian bisa membuat pesta malam, karena rumah ini memiliki halaman rumah seluas halaman istana Negara.

"Nona, air hangatnya sudah siap," ucap Sarah, membantu Vinka berdiri, membimbingnya berjalan ke kamar mandi. "Hati-hati,"

Vinka memasukkan kaki kanannya terlebih dahulu ke dalam Bathtub.

"Mau saya temani?" Tanya Sarah.

Vinka mengeleng "tidak perlu, kau bantu yang lain saja, aku akan memanggil, jika perlu bantuan."

"Saya permisi Nona." Sarah menutup kamar mandi tersebut dengan tirai.

Bab terkait

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #2

    Sebuah mobil, memasuki rumah besar gaya klasik dengan dinding berwarna putih, yang memiliki 3 lantai, memiliki halaman yang cukup luas."Wah, besar sekali." Seorang remaja wanita keluar dari mobil tersebut."Selamat datang Tuan, Nyonya Hans." Sambut pelayanan rumah."Kalian sudah taukan, kami kemari untuk apa?""Ya Nyonya, saya tau.""Kalau begitu bawakan barang-barang saya, ayo sayang."Mereka adalah adik tiri Tuan Panduwinata, Hans dan istrinya Monica, ia membawa kedua anaknya ke rumah ini, anak pertama seorang putra bernama Aldo, dan anak kedua seorang putri, Adellia.Seluruh pelayan tidak suka dengan kehadiran mereka, dan kalian akan lihat sendiri alasannya.~🥀~"Sarah? siapa yang berisik itu?""Maaf Nona, Tuan Hans dan keluarga akan tinggal di sini, untuk menemani anda.""Kenapa harus mereka?""Tuan James dan Nyonya Victoria, tidak bisa menemani anda, karena sibuk be

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #3

    Malvin mencoba menghitung uang yang ia peroleh dari pekerjaannya, yaitu sebagai seorang Mafia. Tentu saja pekerjaan apapun itu, ia bisa jalankan, mau itu baik ataupun buruk, bahkan ia sanggup membunuh seseorang. Walaupun wajahnya sudah dikenali para polisi, namun mereka tidak memiliki hak, jika bukan Malvin yang menyerahkan diri kepada mereka.Tok! Tok!"Masuklah."Malvin melihat orang yang masuk ke ruangannya. Seperti ragu-ragu untuk memberitahu sesuatu."Ada apa Kevin?""Pak, boleh saya ijin keluar markas?""Kenapa kau bertanya pada ku, pergilah."Kevin melihat tumpukkan uang yang sedang di hitung. Malvin melihat anak buahnya."Berapa yang kau inginkan?"Kevin kaget "tidak banyak, hanya satu juta saja."Malvin memberikan uang yang sudah ia ikat dengan rapi, dan memberikannya pada Kevin."Terima kasih Tuan.""Pergilah, jangan pernah mengecewakan Jessie.""Ba, bagai

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #4.

    Remaja laki-laki bernama Zico melihat Malvin tidak percaya dengan apa yang ia lihat matanya yang terbuka lebar, saat sebuah pistol dikeluarkan dari saku celana Malvin, pria dewasa itu mengisi pistol dengan tiga peluru dan menyisakan satu tempat. kening remaja laki-laki itu perlahan mengeluarkan bulir- bulir keringat, melihat Malvin meletakkan pistol tersebut di meja. "Jika kau bersungguh sungguh ingin menjadi anak buah ku, lakukan sesuatu, agar saya tertarik dengan mu." Zico menunduk, senyuman jahat Malvin mulai terlukis dibibir seksinya. "Baiklah." Zico mulai mengambil pistol tersebut, ia arahkan ke tangan kirinya, dan tangan kanannya siap untuk menekan pelatuk tersebut, Malvin bisa mendengar detak jantung remaja laki-laki itu, itu seperti musik untuknya, matanya tidak lepas dari wajah ketakutan remaja laki-laki itu. Zico mulai menelan ludahnya dalam-dalam. Tek! Ia kaget, rasanya jiwanya akan lepas dari tubuh, ia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Zico melihat Malvin tidak p

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #5.

    "Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setia mu tidak menemani, mungkin saja ada mata jahat yang memandang tubuhmu." ucap Malvin, membuat Aldo putra paman Hans berkeringat, ia pun memilih keluar dari ruang tengah tersebut.Dan Vinka terdiam tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Malvin barusan. Seluruh keluarga Hans terdiam sama-sama tidak percaya."Bagaimana, kau tau hal itu akan terjadi!?" Tanya Vinka kesal."Itu sudah terjadi, Tuan Hans jika keponakanmu bersikeras tidak menerima ku, lebih baik aku pergi.""Tunggu!"Hans melihat Vinka "baiklah, kau bisa bekerja mulai hari ini, Sarah, tunjukkan kamarnya.""Baik Tuan."Malvin mengikuti Sarah."Tunggu!" Teriak Vinka.Seluruh keluarga Hans menoleh melihat Vinka. Adellia dan Nyonya Monica memutar bola matanya dan memilih pergi meninggalkan tempat itu."A, aku ingin bicara dengan mu."Semua pandangan ke arah Malvin."Sarah, antar-kan dia ke ruang p

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #6.

    "Tidak mungkin." ucap Sarah tidak percaya, setelah selesai membaca isi dari surat itu.Malvin mengeleng "kita tidak tau rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas tersebut dari tangan Sarah, melipatnya kembali dan memasukkannya kedalam saku jasnya. Sarah melihat Malvin."Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran."Aku tidak tau pasti, pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka, dan saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia."===============FLASHBACK================Dia adalah Tuan Panduwinata, Bos di sebuah perusahaan swasta dalam bidang pakaian, ia turun dari mobil, mengendong putrinya yang berusia 5 tahun, istrinya pun menyusul suaminya, berjalan menghindari jalanan yang penuh dengan kubangan."Permisi, apa anda tau alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata pada salah satu warga yang sibuk melas kayu.Warga tersebut melihat lembaran kertas yang diberikan Tuan Panduwinata."Jalan luru

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #7.

    Malvin berusaha untuk tidur, namun matanya tidak ingin terpejam, ia mencoba membuka kaos dan melemparnya ke lantai."Sial!" ucapnya kesal, melempar bantalnya.Malvin berpikir, "baiklah." ia pun bangkit dari tempat tidurnya, memakai kembali kaosnya. Dengan pelan ia menutup pintu kamarnya, berjalan menyusuri lorong-lorong rumah dengan langkah perlahan.Tujuannya sudah sampai, yaitu kamar Vinka, tapi anehnya, kenapa pintu kamar terbuka, dengan pelan-pelan Malvin mendekati kamar tersebut, senyuman khasnya terlukis kembali."Menarik." ucapnya dalam hati.~🥀~Matahari muncul dengan perlahan terbit dari arah Timur, seluruh pelayan wanita sibuk dengan pekerjaan di dapur, membantu seorang koki pria yang sudah paruh baya. Malvin hanya melihat kegiatan mereka tanpa membantu, bahkan, ia dengan lancang mencicipi masakan itu satu persatu. Saat di piring terakhir, seseorang menepuk tangan Malvin dengan kasar."Tuan Malvi

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #8.

    Monica tidak percaya jika pria di depannya sudah mengetahui rencana busuknya. Pria tersebut tersenyum itu adalah ciri khasnya, tapi tidak tau apa arti senyuman itu, tidak ada yang tau bagaimana senyuman senang, ataupun meremehkan itu terlihat sama."Apa mau mu Malvin?" tanya Monica.Malvin melihat Desi yang berdiri di samping Monica dengan kepala tertunduk takut."Percuma saja saya mengatakan bahwa andalah pelakunya, karena suami anda memihak kepada anda." ucap Malvin."Apa katamu, Hans sudah tau?" tanya Monica tidak percaya."Kalau kau tidak percaya, tanyakan saja padanya, lagipula, tugas kita sama di sini." Malvin meletakkan foto Vinka di atas meja."Siapa yang menyuruhmu?" tanya Monica.Malvin tersenyum "itu privasi, saya tidak bisa memberitahu."Monica semakin marah "katakan apa mau, mu?" tanya Monica."Bebaskan Sarah dan berikan stempel racunnya."Mata Desi terbuka lebar dan benar-benar menjadi takut.

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #9.

    "Apa kau masih ragu-ragu?" tanya Bram.Mata Malvin melihat Bram lekat-lekat."Saya sudah membawa stempel racun yang anda minta." ucap Malvin ragu-ragu."Kau tidak apa-apa Malvin? sepertinya kau bimbang ingin memilih jalan yang mana."Malvin mengangguk, ia mengusap keningnya."Setidaknya kau harus memakai kekuatan mu sendiri."Malvin mengikuti langkah Bram, memasuki ruang laboratorium pribadi pria berusia 50an tersebut. Tidak ada yang menarik di laboratorium ini, yang ada hanya barang-barang yang akan diuji coba oleh Bram.Hidup Bram sepenuhnya sudah terikat di Rumah Sakit ini, semenjak sepeninggal istri tercinta, Bram lebih sering di Rumah Sakit dibandingkan dengan keluarganya yang selalu menyudutkan dirinya untuk mencari pendamping hidup baru, ini tidak mudah, jika sudah mengenal cinta, maka ia akan bertahan sampai kapanpun."Ini racun bunga Belladona, di dalam Belladona terkandung racun tropane alkoids dan atropine yang dapat

Bab terbaru

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #27

    "Siapa? siapa orang yang harus dirahasiakan padaku?" tanya Vinka pada dirinya. Merasa langkah kaki orang itu sudah merasa menjauh, barulah Vinka keluar dari ruangan tersebut dan mencoba menemui Hans. "Paman." panggil Vinka. Hans yang sibuk dengan pekerjaannya melihat kearah pintu dan tersenyum saat mengetahui siapa yang berkunjung. Vinka mendekati Hans dan duduk di kursi khusus tamu. "Vinka, tumben." ucap Hans. Sudah lama Vinka tidak mengunjungi ruangan ini, semenjak ayah dan ibunya terbunuh di ruangan ini, bahkan Vinka masih ingat, suara pistol itu dan suara si pembunuh. "Aku ingin sekali membalas dendam pada mereka." ucap Vinka, membuat Hans terdiam. Kebencian Vinka belum hilang, justru ia semakin ingin membalas dendam atas kematian orang tuanya. Itu yang ditakutkan Sarah dan Malvin. Sebaik dan seberapa mereka menolong, tetap saja Vinka akan terus menaruh rasa dendam dalam hatinya. "Kau belum menerimanya?" tanya Hans. "Tidak, tidak akan pernah, sebelum aku melihatnya mati di

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #26

    Sarah berlari untuk menemui Vinka di kamar. "Nona memanggil saya?" tanya Sarah. "Sarah apa kau tau di mana Malvin tinggal?" tanya Vinka. Sarah terdiam mencari alasan agar Vinka tidak menemui Malvin. "Sarah, kenapa?" tanya Vinka. "Nona maafkan saya, saya tidak bisa memberitahu pada anda, karena Malvin sendiri yang menyuruh saya untuk tidak memberitahu, sekali lagi maafkan saya." ucap Sarah mencoba menutupi kebenaran tentang Malvin pada Vinka. Ya, kemarin malam Malvin sendiri yang memberitahu padanya, untuk tidak memberitahu keberadaannya bagaimana caranya. Vinka terdiam menatap ke arah Sarah dengan tatapan serius, Sarah bisa melihat jelas mata majikannya itu mulai berkaca-kaca seperti menahan air matanya. "Baiklah kalau begitu, kau boleh keluar, aku ingin sendirian saja." Vinka mencoba berdiri dari duduknya, berjalan pelan menuju ranjang. "Nona Vinka, maafkan saya." ucap Sarah berjalan keluar kamar Vinka. "Jangan lupa kau tutup pintunya." pintah Vinka."Baik Nona." Sarah menurut

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #25

    "Paman." panggil seorang wanita. Hans menoleh "Iya Vinka?" tanya Hans. Ponakannya itu mendekat dan duduk di samping Hans. "Apa paman rindu ayah?" tanya Vinka. Pertanyaan Vinka membuat Hans sedikit sakit "maafkan aku, saat itu seharusnya aku tidak pergi untuk bertugas, seharusnya aku tetap di rumah mengikuti kemanapun ia melangkah." jelas Hans. "Jika benar ini semua rencana paman James, apa yang harus aku lakukan?" tanya Vinka. "Apa paman tau siapa yang bekerjasama dengan paman James?" tanya Vinka lagi. Hans hanya diam, ia mencoba untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh ponakannya itu. Sebenarnya ia bisa saja memberitahu, tapi dilain pihak orang itu sudah menolong Vinka. "Vinka ini sudah malam, kita bicarakan besok pagi saja, ayo." ajak Hans berjalan meninggalkan Vinka sendiri. Vinka merasa kecewa dengan pamannya itu, bagaimana ia ingin percaya sepenuhnya pada keluarganya, jika setiap pertanyaan harus menunggu jawaban yang begitu lama. "Siapa pun dia, aku h

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #24

    Monica meletakkan satu piring di atas meja. Seluruh pelayan diam-diam berbisik membicarakan tentangnya, sebenarnya mereka bertanya-tanya, ada apa dengan majikan mereka yang satu ini, tapi sepertinya mereka tidak berhak untuk menggoda kesenangannya itu."Wow, mam, kamu yang buat ini semua?" tanya Adellia.Monica menganggukkan kepala dengan senyum yang terlukis di wajahnya, itu membuat Adellia dan Aldo takut, mereka tidak pernah melihat ibunya sesenang ini, walaupun ayah mereka akan pulang dari luar kota."Tentu saja ini untuk kemenangan mami." jawab Monica senang."Kemenangan? kemenangan apa ?" tanya kedua anak Monica.Ting! Tong!"Itu pasti ayah kalian." Monica berjalan menuju ruangan depan, mencoba membukakan pintu untuk suaminya yang baru pulang menyelamatkan Vinka.Saat pintu sudah terbuka, senyum Monica menghilang saat ia melihat soso

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #23

    Jessie mencoba melepas ikatan pada kaki dan tangan menggunakan serpihan kaca yang ia ambil dari saku gaun. Percuma saja ia sudah berhati-hati agar kaca itu tidak melukainya, tapi ekspetasi tidak sesuai dengan realita yang ia dapatkan, jari tengah tergores, saat ia berusaha mengeluarkan serpihan kaca tersebut, mungkin bagian pinggang di mana ia menyimpan serpihan kaca itu, sudah tergores juga, walaupun tidak separah jari tengahnya.Jessie berusaha memotong tali tambang itu, ini membuat lehernya terasa sakit."Aaiissh... menyebalkan sekali, bagaimana mereka bisa melakukan hal ini, aku jadi semakin tertarik dengan para mafia itu." Jessie terus mengoceh yang tidak jelas, itu cara agar dirinya tidak terlihat panik saat menghadapi situasi seperti saat ini."Lepaskan!!"Jessie mendengar suara seorang wanita dan pintu terbuka, dengan cepat, Jessie berpura-pura kembali seperti tahanan.

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #22

    Jessie ikut bergabung dengan para tamu, sepertinya ia sudah terlatih untuk menjadi Nyonya besar, dengan tubuhnya yang ramping dan seksi, membuat seluruh mata pria tertuju padanya. Hans mendekat pada Malvin. "Drama wanita itu luar biasa." Bisik nya. Malvin menyeringai "dia seperti Monica, bukan?" Membalikkan fakta, membuat Hans malu, ia pun berjalan memilih jalannya sendiri. Malvin memencet tombol pada jasnya, begitu pula dengan Jessie dan Hans, alat tersebut adalah alat komunikasi mereka. Malvin mendekat pada seorang wanita, ia memberikan senyuman pada wanita tersebut. "Sudah berapa lama mengikuti acara seperti ini?" Tanya Malvin dengan suara aslinya. "Sudah 10 tahun aku menghadiri acara seperti ini." Ucap wanita tersebut meminum minumannya. "Aku baru, bisakah kau memberitahu apa yang akan terjadi?" Tanya Malvi

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #21

    "Berapa banyak topeng yang anda pakai!!""SARAH!!" teriak Malvin.Semua terdiam, hening seketika, Kevin menyuruh Jessie dan Zico untuk pergi ke ruangan lain, mereka pun menurut, tanpa banyak bicara."Tuan Hans tidak tau apa-apa, awalnya Vinka bersama ku, tapi seseorang menculiknya, dan aku minta maaf pada mu.""Lalu sekarang dia di mana!?""Ya, aku sedang berusaha, jadi aku mohon diam lah, kita susun rencana, jadi tolong mengertilah."Sarah berjalan menuju kursi dan duduk." Baiklah, itu urusan mu, aku hanya ingin Vinka selamat, itu saja.""Sarah..." ucapan Daniel di hentikan Malvin.Malvin pun berjalan menuju ruangannya, di lihatnya Jessie dan Zico."Zico." panggil Malvin, ia mengerti arti itu, ia pun keluar dari ruangan tersebut, remaja itu pun segera memanggil Kevin dan Dan

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #20.

    Tuttt....Tuuttt.... "Bagaimana?" tanya Hans pada Malvin yang sibuk menelepon ke markasnya memakai telepon umum. Malvin mengeleng, itu membuat Hans gusar, sekarang mereka tidak tau terdampar di mana. Malvin melihat seorang wanita tua yang berjalan dengan tongkatnya, ia pun mendekati wanita tua tersebut. "Dasar, masih sempat-sempatnya dia ingin merayu nenek-nenek!" ucap Hans kesal, ia pun menyusul. Entah apa yang Malvin katanya pada wanita tua itu, yang jelas Hans tidak mengerti bahasa mereka, di akhir pembicaraan, Malvin menundukkan kepala, wanita tua itu pun berjalan menjauh. "Kenapa?" tanya Malvin. "Kau ini Mafia apa guru bahasa asing?" tanya Hans. Malvin tidak menjawab, ia berjalan meninggalkan Hans sendiri. "Hai! saya bicara pada mu!" teriak Hans mengikuti Malvin. Mereka berja

  • Pengantin Untuk Tuan Mafioso   #19.

    Kevin dan Zico melihat Daniel dengan serius. "Jadi kau belum menemukan Tuan Mafioso?" tanya Kevin. "Ya, aku harap Malvin baik-baik saja." Tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering, Daniel yang lain merasa tidak memiliki ponsel, ia pun mengecek tas Malvin, benar saja, sebuah panggilan atas nama "Hans", Daniel kenal orang ini, ia pun mengangkat teleponnya, tanpa berbicara, namun si penelepon pun tidak berbicara. Tak! Daniel dan yang lain tersentak kaget, mereka seperti mendengar sebuah benda keras membentur sesuatu, dengan cepat Daniel mematikan panggilan tersebut. "Sialan!" "Ada apa kak?" tanya Zico. ~🥀~ Malvin membantu Vinka untuk keluar dari taksi, dengan hati-hati wanita buta itu melangkah keluar. Tempat ini begitu asing untuknya, karena telinganya terus mendengar suara bising kota, entah berapa lama ia terkurung di rumah besar itu, sesekali dirinya kaget memeluk Malvin karena suara yang tiba-tiba muncul begitu keras. Malvin bisa saja berhenti tepat di Bar tempat markasnya

DMCA.com Protection Status