“Makanannya udah habis, Bos, apa saya boleh pergi?” Jennie bertanya dengan sangat sopan, ia khawatir CEO manja itu akan memarahinya lagi.
“Pergilah!” titahnya dengan ketus.
Niatnya ingin membuat pegawai barunya sengsara, tapi malah ia yang tersiksa karena kepedesan dan kelaparan.
Office girl itu segera membereskan bekas makannya. Lalu, ia bergegas meninggalkan sang CEO. Baru kali ini ia keluar dari ruangan itu dengan raut wajah bahagia.
“Nggak apa-apalah gue ngebut demi makanan itu, toh gue sendiri yang makan,” ucapnya sambil melenggang pergi menuju pantry. “Rezeki emang nggak ke mana?”
Wanita itu terlihat sangat bahagia. Ia berjalan sambil bersenandung.
Sementara di ruangan sang CEO, pengusaha muda itu masih tidak percaya kalau Jennie sanggup menghabiskan makanannya.
Padahal dirinya yang hanya memakan satu sendok saja, mulut dan perutnya terasa panas.
"Saya yakin dia
Jennie bangun dari duduknya, ia bergegas ke ruangan sang CEO untuk memohon supaya Tuan manja itu tidak mempermasalahkan tentang pesanan tadi.Ia tidak mau pengelola makanan yang sudah baik padanya mendapatkan masalah gara-gara dirinya.Wanita itu masuk tanpa mengetuk pintu atau mengucapkan salam terlebih dulu. Ia langsung masuk begitu saja yang membuat Gara dan Yas terkejut.Gara mengunyah makanannya dengan cepat, lalu menelannya. “Apa kamu tidak punya sopan santun? Masuk ke ruangan atasanmu tanpa permisi dulu!” omel Gara setelah menelan makanannya.“Maaf, Tuan, saya nggak tahu kalau Tuan lagi makan, nanti saya kembali lagi.”Jennie keluar lagi dari ruangan sang CEO tanpa menunggu ocehan sang bos.'Sepertinya saya tidak akan pernah tenang selama dia ada di perusahaan ini,' ucap Yas dalam hatinya.Belum satu hari wanita itu bekerja di perusahaan, tapi sudah berkali-kali mendatangkan masalah bagi bosn
Gara langsung memutus panggilan teleponnya tanpa menyahuti ucapan sang tante."Permintaan anda apa, Bos? Jangan yang mahal-mahal saya nggak punya uang!" tanya Jennie setelah Gara melepaskannya."Saat ini saya tidak ingin apa-apa. Saya akan menagihnya nanti," jawab Gara sambil tersenyum. "Sekarang keluarlah dari ruangan saya!""Baik, Bos."Jennie segera keluar dari ruangan bosnya. Setiap kali masuk ruangan itu bagaikan masuk kandang singa. Setelah semua yang terjadi dengan keluarganya, Jennie tidak takut apa pun, kecuali takut kehilangan adik dan ibunya. Hanya merekalah yang membuatnya tetap semangat menjalani hidup."Gue harus cuci tangan, dari tadi tangan gue diketekin terus," gumamnya sambil menciumi tangannya. "Eh ini wangi banget."Jennie berkali-kali menciumi aroma wangi ditangannya yang dikempit Gara."Biarin ah nggak gue cuci, mayan dah otak gue jadi seger nyium yang wangi-wangi begini," ucapnya sambil cenge
“Apa dia mempunyai banyak cadangan nyawa?” kata Gara ketika ada sebuah motor yang menyalip mobil yang ditumpanginya.“Sepertinya itu seorang perempuan, Tuan,” sahut sang asisten. “Dari postur tubuhnya kelihatan seperti perempuan.”“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan suaminya jika mempunyai istri yang suka kebut-kebutan di jalan.”Pria dingin itu menggelengkan kepalanya. Ia tidak menyadari kalau sang mommy juga suka kebut-kebutan di jalanan.“Mungkin dia dan suaminya seorang pembalap,” sahut Yas sembari tersenyum canggung."Mungkin saja," jawab Gara, "Semoga suaminya kelak tidak kena serangan jantung melihat istrinya kebut-kebutan seperti itu.'Apa Tuan tidak mengetahui sejarah keluarganya kalau Nyonya sepuh dan Nyonya besar itu sering kebut-kebutan di jalan waktu beliau masih muda?'Gara tidak mengetahui kalau Mommy dan neneknya juga seperti itu. Ia hanya tahu ka
Tok tok tok"Tante ... kalau Tante tidak mau keluar, saya tidak akan mau ketemu Tante lagi."Menunggu lama di ruang tamu membuat Gara jenuh, akhirnya ia naik ke lantai dua untuk menemui sang tante.Ia marah bukan karena makanan yang begitu pedas, tapi ia marah karena sang tante berpihak kepada wanita yang sangat dibencinya."Tuh 'kan, saya yakin kamu pasti sudah menyakiti hatinya," tukas Aldin pada istrinya. "Dia tidak pernah marah seperti itu sama kamu."Entah apa yang dilakukan istrinya hingga keponakannya itu begitu marah. Selama ini ia tidak pernah melihat Gara bersikap seperti itu kepada istrinya."Biarin aja, nanti juga reda. Kalau aku keluar sekarang dia pasti ngomel-ngomel, nanti aja kalau dia udah nggak marah aku temui dia."Sisil tetap tidak mau menemui keponakannya, ia tidak mau berbicara dengan Gara karena pemuda itu karena sedang emosi."Ok Tante, kalau Tante tidak mau keluar, saya tidak akan datang lagi ke r
Gara sedang bersantai di teras belakang rumahnya. Halaman yang cukup luas itu ia jadikan taman untuk tempat bermain keponakannya.Ia sengaja menyuruh Yas membeli rumah dengan halaman yang luas untuk tempat bermain anak-anak.Namun, kini keponakan yang ia nantikan sudah tiada sebelum terlahir ke dunia.Suara dering ponselnya yang ada di atas meja, membuyarkan lamunan pria tampan itu. Ia pun mengambil benda pipih yang terus bergetar."Bara. Kenapa dia menelpon? Apa ada masalah lagi?" gumamnya sebelum menjawab panggilan telepon itu."Ada apa?" tanyanya setelah terhubung dengan adiknya.“Bang, kamu lagi sibuk ya?” tanya Bara kepada saudara kembarnya.“Tidak. Saya baru pulang dari kantor, memangnya ada apa?”“Aku tadi mendengar pembicaraan Tuan Indra dengan Daddy. Calon mertuaku itu ingin menjodohkanmu dengan putrinya."Walau tidak suka dengan perjodohan, tapi ia masih bersikap tenang
“Calon istri?”Yas membulatkan matanya sambil menadahkan tangan untuk menerima ponselnya.“Iya, carikan saya calon istri secepatnya!” titah Gara tidak terbantahkan.Ia sudah terlanjur bilang kepada orang tuanya kalau ia sudah mempunyai calon istri.Padahal ia belum mempunyai calon istri. Jangankan calon istri, pacar saja ia tidak punya.“Di mana saya harus mencarinya, Tuan?”Asisten CEO itu bingung di mana ia harus mencari wanita yang mau dijadikan istri oleh tuannya.Pasti banyak wanita yang mau dijadikan Nyonya Gara, tapi apakah sang tuan cocok dengan wanita pilihannya?'Apa saya harus membuka sayembara? Atau saya buka lowongan kerja untuk asisten pribadi Tuan, yang bisa mengurus semua keperluan Tuan Gara seperti seorang istri?'Gara mengangkat bahunya, lalu menjawab, "Saya juga tidak tahu di mana saya harus mencari calon istri yang baik.”Kini pria tampan itu pusi
“Kalau bukan anakku udah aku jorogin ke laut.” Andin melirik dengan sinis kepada anaknya. Lalu menoleh kepada calon menantunya. “Sayang, maaf ya kamu dapat produk gagal.”Bara bangun dari duduknya, lalu pindah ke samping sang mommy untuk memeluk wanita itu sambil menciumi pipinya dengan gemas.Andin berusaha melepas pelukan anaknya. "Bara kamu udah sikat gigi belum?" tanyanya sambil menjauhkan wajah dari Bara.“Kenapa kamu ciumi istri saya?” Haidar bertolak pinggang sambil memelototi anaknya.“Karena istri Tuan adalah wanita yang paling saya cintai sebelum Anisa.” Bara tidak memedulikan ocehan sang daddy, ia masih saja menciumi Mommy-nya.“Bee, buatkan aku kopi hitam!” titah Haidar supaya Bara melepas istrinya.“Biar saya yang buatin, Dad.” Anisa bangun dari duduknya hendak membuatkan kopi untuk calon mertua.“Tidak usah. Kamu jewer suamimu supaya tidak meng
"Buka bajumu!" titah Gara kepada office girl yang baru saja membawakan kopi panas untuknya."Maksud Bos apa? Saya bukan pelacur! Walaupun saya miskin, saya tidak akan menjual harga diri saya."Jennie menggebrak meja kerja bosnya sambil mencondongkan tubuhnya yang malah semakin mendekatkan buah dadanya pada wajah Gara.Susah payah laki-laki itu menelan ludahnya. Ia tidak ingin melihatnya, tapi pandangannya tidak mau lepas dari buah surga itu."Lalu, maksud kamu apa menunjukkan buah kenyalmu kepada saya? Kamu ingin menggoda saya 'kan?" tukas Gara sambil menarik satu sudut bibirnya mencibir gadis di hadapannya.Jennie langsung menoleh pada buah dadanya dan benar saja dua kancing bajunya terlepas, hingga aset berharganya terlihat oleh sang bos. Ia langsung menutupnya dengan nampan.Wanita itu menjadi malu sendiri, tapi ia tidak mau dipersalahkan walau ia yang teledor."Dengarkan saya! Walaupun kamu membuka seluruh pakaianmu, saya tidak ak