“Kalau bukan anakku udah aku jorogin ke laut.” Andin melirik dengan sinis kepada anaknya. Lalu menoleh kepada calon menantunya. “Sayang, maaf ya kamu dapat produk gagal.”
Bara bangun dari duduknya, lalu pindah ke samping sang mommy untuk memeluk wanita itu sambil menciumi pipinya dengan gemas.
Andin berusaha melepas pelukan anaknya. "Bara kamu udah sikat gigi belum?" tanyanya sambil menjauhkan wajah dari Bara.
“Kenapa kamu ciumi istri saya?” Haidar bertolak pinggang sambil memelototi anaknya.
“Karena istri Tuan adalah wanita yang paling saya cintai sebelum Anisa.” Bara tidak memedulikan ocehan sang daddy, ia masih saja menciumi Mommy-nya.
“Bee, buatkan aku kopi hitam!” titah Haidar supaya Bara melepas istrinya.
“Biar saya yang buatin, Dad.” Anisa bangun dari duduknya hendak membuatkan kopi untuk calon mertua.
“Tidak usah. Kamu jewer suamimu supaya tidak meng
"Buka bajumu!" titah Gara kepada office girl yang baru saja membawakan kopi panas untuknya."Maksud Bos apa? Saya bukan pelacur! Walaupun saya miskin, saya tidak akan menjual harga diri saya."Jennie menggebrak meja kerja bosnya sambil mencondongkan tubuhnya yang malah semakin mendekatkan buah dadanya pada wajah Gara.Susah payah laki-laki itu menelan ludahnya. Ia tidak ingin melihatnya, tapi pandangannya tidak mau lepas dari buah surga itu."Lalu, maksud kamu apa menunjukkan buah kenyalmu kepada saya? Kamu ingin menggoda saya 'kan?" tukas Gara sambil menarik satu sudut bibirnya mencibir gadis di hadapannya.Jennie langsung menoleh pada buah dadanya dan benar saja dua kancing bajunya terlepas, hingga aset berharganya terlihat oleh sang bos. Ia langsung menutupnya dengan nampan.Wanita itu menjadi malu sendiri, tapi ia tidak mau dipersalahkan walau ia yang teledor."Dengarkan saya! Walaupun kamu membuka seluruh pakaianmu, saya tidak ak
“Apa?!” teriak jennie dan Yas bersamaan.Ia tidak menyangka kalau laki-laki yang paling dibencinya ingin menjadikannya seorang istri.“Tuan, apa anda serius?” tanya Yas tidak percaya.Setahunya sang tuan sangat membenci wanita itu, bahkan tujuan awalnya mempertahankan office girl itu untuk tetap bekerja karena ingin memberinya pelajaran.“Apa anda sedang sakit kepala, Bos?” tanya Jennie pelan.“Saya serius,” jawabnya. “Bukannya kamu bilang akan menuruti apa pun keinginan saya tanpa protes?”“Tapi nggak gini juga kali, Bos. Saya nggak mau mempermainkan pernikahan, saya hanya ingin menikah dengan orang yang saya cintai.”“Jangan banyak protes! Kamu cukup bersikap baik di depan keluarga saya, selebihnya saya tidak akan menuntut kamu untuk jadi istri saya seutuhnya, saya hanya butuh status saja. ““Tapi tetap aja yang namanya menikah itu nggak
“Ke mana dia ? Apa dia kabur? Sudah satu jam belum kembali juga.”Pria tampan yang mengenakan setelan jas berwarna hitam itu terlihat gelisah karena calon istrinya belum kembali juga.“Mungkin rumahnya jauh, Tuan.”Walau ia mempunyai kekhawatiran yang sama dengan sang tuan, tapi Yas mencoba menenangkan pria yang duduk di hadapannya.Ketika Gara hendak berbicara lagi, tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Jennie masuk tanpa mengetuk pintu dulu.”"Dari mana saja kamu? Apa rumahmu sangat jauh dari sini?""Yaelah baru juga satu jam, tadi motorku kehabisan bensin," jawabnya sambil melirik dengan sinis."Kali ini saya maafkan. Lain kali jangan membuat saya menunggu terlalu lama!" tegasnya sambil menatap tajam calon istrinya itu. "Ayo kita berangkat sekarang!”CEO dingin itu bangun dan berdiri sambil mengancingkan jasnya.“Bos, boleh saya minta satu permintaan lagi?”Ucapan J
“Yas, apa Tante cantik sudah dijemput?" tanya Gara sambil berjalan menuju mobil.“Nyonya Sisil dan Tuan Rizky sudah berada di kantor catatan sipil, Tuan.”“Baiklah, kita berangkat sekarang. Kasihan mereka pasti kebingungan.”“Baik, Tuan."Jennie berjalan sangat pelan karena pakaiannya sangat membatasi langkahnya.'Preman parkiran pengin pakai kebaya,' cibir Gara dalam hatinya.Pria itu tersenyum, lalu menggendong calon istrinya yang kesusahan berjalan.“Bos, turunkan saya! Malu dilihat orang lain.”Jennie membenamkan wajahnya pada dada bidang calon suaminya karena setiap orang yang dilewatinya menatapnya sambil tersenyum.“Jangan panggil saya, Bos! Panggil Suamiku, Mas atau Sayang.”‘Kenapa aku jadi mual ngedengernya,’ batin Jennie.“Kamu dengar tidak apa yang saya bicarakan?”“Iya ....” Jennie
"Saya yang kemarin memesan makanan di Restoran Mahira Rasa," jawab Jennie pelan. "Maaf, kemarin saya udah menjelek-jelekkan keponakan Tante.""Astaga ...!" Sisil memukuli keponakannya tanpa henti. "Kamu kenapa kejam banget sama calon istrimu.""Honey, udah." Aldin menarik sang istri yang terus memukuli keponakannya. "Mereka akan menikah. Kita doakan saja supaya hubungan mereka seperti kita." Aldin memeluk istrinya supaya wanita itu tidak marah lagi kepada Gara.Sisil menengadah sambil menatap suaminya dengan sinis. "Jangan seperti kita! Apa kamu lupa apa yang dulu kamu lakukan padaku."'Salah ngomong lagi,' batin Aldin.Sisil melepaskan pelukan suaminya, lalu kembali mendekati keponakannya."Awas aja kalau kamu berani nyakitin istrimu, kamu akan berhadapan dengan Tante. Kalau kamu menyakiti wanita sama aja kamu menyakiti Mommy kamu.""Iya, Tante." Gara pasrah, ia tidak mau berdebat dengan tantenya itu.'Ternyata Tan
"Memangnya tidak bisa menikah di sini saja?" tanya Gara yang mulai waswas kalau sang tante akan menghambat pernikahannya."Tante tahu alasan kamu menikah cepat. Sekarang ikuti saja perkataan Tante atau kamu jangan menikah sekarang!""Baiklah, terserah Tante saja."Sisil menatap asisten keponakannya setelah Gara setuju. "Yas, kamu urus semuanya!""Baik, Nyonya."Yas dan satu pengawalnya pergi lebih dulu ke kantor urusan agama. Sementara Sisil masih mengobrol bersama suaminya.Sisil menoleh pada suaminya, lalu mengangguk. Kemudian mendekati calon istri keponakannya."Jennie, boleh kita bicara sebentar?" tanya Sisil kepada calon istri Gara."Boleh, Tante," jawab Jennie pelan.'Kira-kira Ibu itu mau ngomong apa ya? Duh jadi deg-degan gue,' ucap Jennie dalam hati sambil berjalan mengikuti sang tante."Hanya berdua!" ucap Sisil dengan tegas saat Gara hendak mengikutinya."Iya, Tante." Gara terpa
"Jennie, sebelumnya tante ingin meminta maaf karena telah mengganggu acara pernikahan kalian."'Aku malah senang, Tante. Aku berharap Tante menyelamatkanku dari perjanjian terkutuk ini.'Jennie hanya menjawabnya di dalam hati. Tentu saja ia tidak berani mengatakan yang sejujurnya karena ia takut ucapan bosnya akan dibuktikan. Ia tidak mau keluarganya susah karenanya."Tante tahu, kalian menikah bukan atas dasar cinta."Sisil menatap gadis cantik itu yang menatapnya tanpa ada rasa cemas atau gugup."Apa kamu yakin akan menikah dengan keponakan, Tante?""Yakin, Tante." Jennie menjawabnya tanpa ragu."Apa kamu tidak dipaksa oleh Gara?"Jennie menggeleng. "Saya nggak mau menjilat ludah saya sendiri. Jadi, saya akan memenuhi keinginan Bang Gara.""Apa pun alasan kalian menikah, Tante berharap kalian bisa menghargai ikatan suci ini. Pernikahan bukan sebuah permainan. Bukan hanya perjanjian antara kamu dan Gara, tapi perjanjian
Gara tersenyum mendengar Jennie memanggilnya Abang.'Apa saya tidak salah dengar,' batinnya."Menggelikan sekali melihat dia berpura-pura menjadi wanita waras." Gara tersenyum sembari melangkahkan kakinya menyusul Jennie.Jennie terus memandang calon suaminya yang berjalan mendekatinya. "Kenapa dia cengar-cengir kayak orang gila?"Pasangan pengantin itu sama-sama tidak menyukai pasangannya. Apakah mereka bisa bersatu? Mengalahkan ego masing-masing?Pria tampan dengan sejuta pesona itu mencondongkan wajahnya saat ia sudah berada di depan Jennie."Apa kamu sudah tidak sabar ingin secepatnya menjadi Nyonya Gara?" bisik pria tampan itu pada calon istrinya yang berdiri di samping mobil."Aku ingin segera mengakhiri permainan ini," jawab Jennie sambil masuk ke dalam mobil.Maksudnya ia ingin segera menikah supaya perjanjiannya cepat selesai. Tapi, Gara berpikir lain tentang Jennie.'Maksudnya apa? Apa dia ingin mem