"Jennie, sebelumnya tante ingin meminta maaf karena telah mengganggu acara pernikahan kalian."
'Aku malah senang, Tante. Aku berharap Tante menyelamatkanku dari perjanjian terkutuk ini.'
Jennie hanya menjawabnya di dalam hati. Tentu saja ia tidak berani mengatakan yang sejujurnya karena ia takut ucapan bosnya akan dibuktikan. Ia tidak mau keluarganya susah karenanya.
"Tante tahu, kalian menikah bukan atas dasar cinta."
Sisil menatap gadis cantik itu yang menatapnya tanpa ada rasa cemas atau gugup.
"Apa kamu yakin akan menikah dengan keponakan, Tante?"
"Yakin, Tante." Jennie menjawabnya tanpa ragu.
"Apa kamu tidak dipaksa oleh Gara?"
Jennie menggeleng. "Saya nggak mau menjilat ludah saya sendiri. Jadi, saya akan memenuhi keinginan Bang Gara."
"Apa pun alasan kalian menikah, Tante berharap kalian bisa menghargai ikatan suci ini. Pernikahan bukan sebuah permainan. Bukan hanya perjanjian antara kamu dan Gara, tapi perjanjian
Gara tersenyum mendengar Jennie memanggilnya Abang.'Apa saya tidak salah dengar,' batinnya."Menggelikan sekali melihat dia berpura-pura menjadi wanita waras." Gara tersenyum sembari melangkahkan kakinya menyusul Jennie.Jennie terus memandang calon suaminya yang berjalan mendekatinya. "Kenapa dia cengar-cengir kayak orang gila?"Pasangan pengantin itu sama-sama tidak menyukai pasangannya. Apakah mereka bisa bersatu? Mengalahkan ego masing-masing?Pria tampan dengan sejuta pesona itu mencondongkan wajahnya saat ia sudah berada di depan Jennie."Apa kamu sudah tidak sabar ingin secepatnya menjadi Nyonya Gara?" bisik pria tampan itu pada calon istrinya yang berdiri di samping mobil."Aku ingin segera mengakhiri permainan ini," jawab Jennie sambil masuk ke dalam mobil.Maksudnya ia ingin segera menikah supaya perjanjiannya cepat selesai. Tapi, Gara berpikir lain tentang Jennie.'Maksudnya apa? Apa dia ingin mem
"Kalian mau langsung pulang?" tanya Sisil kepada keponakan dan istrinya."Iya, Tante, kami akan langsung pulang. Saya sudah lelah sekali. Terima kasih, Tante dan Om sudah menemani saya," ucap Bara sambil mencium pipi sang tante. "Om, terima kasih." Gara memeluk kakak kandung dari sang mommy."Om berharap kalian bisa menghargai ikatan suci ini.""Iya, Om.""Baiklah, kalau begitu Tante pulang duluan."Sisil menghampiri istri keponakannya. "Nak, Tante nggak tahu kamu bahagia atau nggak dengan pernikahan ini, tapi yang pasti kami sangat senang kamu menjadi menantu kami. Kami sangat bahagia dengan pernikahan kalian." Sisil tersenyum sambil membelai pipi menantunya. "Kalau Gara menyakitimu bilang sama Tante ya.""Iya, Tante, terima kasih banyak." Jennie tersenyum tulus kepada sang tante.Setelah berpamitan Sisil dan Aldin pulang lebih dulu meninggalkan pasangan pengantin itu."Apa aku juga harus pulang ke rumahmu?" tanya Jennie kepad
"Maafkan saya." Gara membuka ikatan dasi di tangan istrinya.Ia sangat menyesal karena telah menyakiti wanita yang sudah banyak membantunya.Walau tidak pernah terucap kata terima kasih dari mulutnya kepada wanita itu, tapi sejujurnya ia merasa tertolong dengan kehadiran Jennie.Jennie memukuli suaminya tanpa henti setelah tangannya terlepas dari ikatan. Ia juga mencakar leher CEO dingin itu hingga meninggalkan jejak cakaran yang memerah, bahkan hingga sedikit berdarah.Namun, laki-laki itu tidak marah. Ia begitu pasrah dengan perlakuan istrinya karena ia sadar akibat perbuatannya sang istri terjatuh dari kursi."Maafkan suamimu ini ya." Gara tersenyum sambil mengatupkan kedua tangannya.Pandangannya tertuju pada benjolan yang membiru di kening istrinya.'Keningnya benjol, apa dia tidak merasakan sakit? Semoga saja dia tidak tahu,' batin Gara sambil menahan senyumnya."Badanku sakit semua." Jennie menangis sambil memegangi leng
Bara menempelkan bibirnya pada bibir sang istri, lalu melumatnya dengan lembut sambil memejamkan mata.Jennie membelalakkan matanya, tapi ia tidak memberontak. Dadanya bergemuruh, napasnya mulai memburu.Ia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya terasa lemas saat sang suami menyesapi bibirnya. Ia tidak kuasa untuk memberontak. Ia menyukainya, tapi malu untuk mengakuinya.Gara melepas ciumannya, lalu mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya, "Ini hukuman untukmu. Kalau kamu membahas Anisa lagi, aku akan menghukummu lebih lama dari ini."Jennie meraba bibirnya, lalu menangis sejadi-jadinya sambil memukuli sang suami."Kenapa? Kurang?" Gara terkekeh melihat tingkah istrinya. "Maaf, saya belum ahli dalam berciuman. Jadi, belum bisa memuaskan dirimu," ucap Gara pelan sambil memegangi tangan sang istri.Jennie menarik tangannya dari cengkeraman sang suami. "Kamu udah ngambil ciuman pertamaku," ucap Jennie, lalu menutup wajahnya dengan kedua te
"Aku nggak mau." Jennie tiba-tiba berontak dari gendongan sang suami, hingga laki-laki jangkung itu tidak bisa menahannya."Aww ...!"Wanita berkebaya itu jatuh dari gendongan suaminya."Sakit ...!" Jennie menangis karena badannya terasa remuk semua. Dua kali ia jatuh akibat berdebat dengan sang suami.Gara bergegas menolong istrinya. Ia mengangkat wanita itu sambil terkekeh."Kamu jahat banget Garangan! Istri jatuh malah diketawain.""Hahaha ... itu salah kamu sendiri. Makanya diam jangan banyak tingkah.""Siapa yang banyak tingkah?" Bibir Jennie mengerucut sambil mengusap air matanya."Kamu. Seperti cacing kepanasan, tidak bisa diam." Gara mengeratkan pelukannya pada tubuh sang istri karena takut wanita itu terjatuh lagi."Badanku sakit semua akibat ulahmu," rengek Jennie sambil memukuli dada suaminya."Diamlah, apa kamu mau jatuh lagi?"Jennie merangkulkan tangannya pada leher sang suam
"Apa kamu tergoda?" Gara mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri, hingga hanya berjarak beberapa senti saja."Nggak," jawabnya sambil membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya."Aargh ...!"Jennie terkejut, lalu dengan refleks menampar wajah suaminya yang berada sangat dekat dengan wajahnya."Kenapa kamu menampar saya?" Gara memegangi pipinya yang sedikit perih karena tamparan sang istri begitu keras."Kamu mau modus lagi 'kan?" tukas Jennie sambil mundur beberapa langkah.Pria dingin itu menatap tajam istrinya. "Hanya modus saja ditampar, tapi mencium bibir tidak ditampar. Lain kali saya akan langsung mencium bibir saja.""Jangan! Aku janji nggak akan menamparmu lagi, tadi aku terkejut melihat wajahmu sedekat itu."Sungguh sangat malu ketika suaminya mengatakan hal seperti itu. Ia sendiri juga merasa heran kenapa tubuhnya tidak berontak ketika Gara menciumnya seakan-akan ia begitu menyukai ciuman itu."Tapi
Jennie melepas pelukannya, lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya."Keluarlah, aku mau ganti baju!" bentak Jennie kepada suaminya tanpa menatap laki-laki yang masih bertelanjang dada itu."Wah kumat lagi," gumam Gara. "Menikah dengannya seperti menikah dengan Tarzan wati, selalu berteriak-teriak seperti di hutan," oceh Gara sambil melangkah keluar dari ruang ganti.Wanita berkebaya itu tersenyum setelah suaminya keluar dari ruang ganti."Ternyata kamu laki-laki yang baik. Aku tidak pantas menjadi pendampingmu. Semoga dalam enam bulan ini aku tidak akan menyukaimu, suamiku."Wanita itu mengembuskan napasnya dengan perlahan. Ia kebingungan memilih pakaian yang begitu banyak."Baju ini bagus-bagus semua, aku bingung harus pilih yang mana." Jennie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Selama enam bulan ke depan, aku harus mencoba semuanya."Setelah mengacak-acak isi lemari itu, akhirnya ia memilih baju terusan selutut berwar
“Apa kamu ingin kita melakukan ritual suami istri?”Gara tidak langsung bangun, ia malah menggoda wanita yang sedang ia tindih.'Dia mulai menggodaku lagi. Kita lihat aja apa kamu bisa melawanku Tuan manja?' ucap Jennie dalam hatinya.“Apa kamu mau mengabulkan keinginanku?” Jennie mengedipkan matanya sambil mengalungkan lengannya di leher sang suami, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja.'Dia sangat cantik. Matanya begitu memesona,' gumam Gara dalam hatinya tanpa sadar."Mari kita mulai suamiku!" Jennie sudah memonyongkan bibirnya mendekati wajah sang suami.'Sepertinya dia selalu menantang saya,' batin Gara."Sebagai suami yang baik, saya akan selalu mengabulkan keinginan istri tercinta."Dengan cepat ia mengubah posisinya. Kini Jennie yang berada di atas tubuhnya. Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang ramping sang istri."Sayang, dari mana saya harus memulai?" Gara m