Jennie melepas pelukannya, lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Keluarlah, aku mau ganti baju!" bentak Jennie kepada suaminya tanpa menatap laki-laki yang masih bertelanjang dada itu.
"Wah kumat lagi," gumam Gara. "Menikah dengannya seperti menikah dengan Tarzan wati, selalu berteriak-teriak seperti di hutan," oceh Gara sambil melangkah keluar dari ruang ganti.
Wanita berkebaya itu tersenyum setelah suaminya keluar dari ruang ganti.
"Ternyata kamu laki-laki yang baik. Aku tidak pantas menjadi pendampingmu. Semoga dalam enam bulan ini aku tidak akan menyukaimu, suamiku."
Wanita itu mengembuskan napasnya dengan perlahan. Ia kebingungan memilih pakaian yang begitu banyak.
"Baju ini bagus-bagus semua, aku bingung harus pilih yang mana." Jennie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Selama enam bulan ke depan, aku harus mencoba semuanya."
Setelah mengacak-acak isi lemari itu, akhirnya ia memilih baju terusan selutut berwar
“Apa kamu ingin kita melakukan ritual suami istri?”Gara tidak langsung bangun, ia malah menggoda wanita yang sedang ia tindih.'Dia mulai menggodaku lagi. Kita lihat aja apa kamu bisa melawanku Tuan manja?' ucap Jennie dalam hatinya.“Apa kamu mau mengabulkan keinginanku?” Jennie mengedipkan matanya sambil mengalungkan lengannya di leher sang suami, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja.'Dia sangat cantik. Matanya begitu memesona,' gumam Gara dalam hatinya tanpa sadar."Mari kita mulai suamiku!" Jennie sudah memonyongkan bibirnya mendekati wajah sang suami.'Sepertinya dia selalu menantang saya,' batin Gara."Sebagai suami yang baik, saya akan selalu mengabulkan keinginan istri tercinta."Dengan cepat ia mengubah posisinya. Kini Jennie yang berada di atas tubuhnya. Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang ramping sang istri."Sayang, dari mana saya harus memulai?" Gara m
"Ayo kita tidur, besok pagi-pagi sekali kita berangkat!" ajaknya kepada sang istri.Gara segera naik ke tempat tidur setelah pelayannya selesai merapikan pakaian mereka dan keluar dari kamarnya"Gara, aku tidur di sofa aja ya." Jennie mengambil bantal dan selimut. Ia hendak tidur di sofa yang ada di kamar itu."Kamu tidur di sini!" Gara menepuk-nepuk kasur di sampingnya berbaring. "Naiklah!"Laki-laki itu menatap Jennie dengan tajam seperti elang. Dia satu-satunya keturunan Haidar Mannaf yang sangat mirip dengan sang daddy.'Astaga, aku salah memilih partner hidup. Walau pernikahan ini hanya sementara, tapi selama enam bulan aku harus mematuhi perintahnya,' ucap Jennie dalam hatinya sambil memeluk selimut dan bantal."Naik!" titahnya sambil berteriak.Jennie segera naik ke tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya di samping sang suami. Kemudian menyelimuti tubuhnya hingga kepala."Siapa yang menyuruh kamu tidur?" Gara men
"Kuku kamu panjang tidak?" Gara meraih tangan istrinya untuk memeriksa kuku sang istri."Aku nggak betah kalau kuku aku panjang." Jennie menarik tangannya dengan kasar."Kenapa tanganmu dingin sekali? Apa kamu kedinginan?""Nggak," jawabnya dengan cepat.Tangannya dingin karena ia merasa gugup membayangkan malam pertama dengan suami yang tidak dicintainya."Ya sudah kalau begitu, tolong garuk punggung saya sampai saya tertidur pulas."Gara merebahkan tubuhnya, lalu membelakangi Jennie.'Astaga, aku pikir dia ingin melakukan anu,' batin Jennie sambil mengusap dadanya. "Syukurlah.""Ayo ...!" Gara semakin geram karena istrinya begitu lama. "Hanya disuruh menggaruk saja harus drama dulu," sindirnya."Iya ...."'Lagian mana mungkin dia mau melakukan itu denganku, pasti dia juga jijik sama aku.'"Biggie, kenapa kamu diam saja? Cepatlah lakukan perintah saya!""Biggie? Apa kamu memanggilku?" ta
“Maafin aku.” Jennie hendak mengompres bibir suaminya, namun Gara lagi-lagi menepisnya dengan kasar.“Tidak perlu mengurusiku karena kamu tidak ada kewajiban mengurusi suami sementara.”“Gara ….”"Kamu tenang saja! Saya tidak akan mengganggu keluargamu dan saya juga akan tetap menafkahimu seperti apa yang saya janjikan sebelumnya.”CEO dingin yang mendadak mesum itu berjalan menuju tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya.Jennie mengikuti suaminya sambil membawa kotak obat, lalu naik ke tempat tidur. “Gara, aku obati dulu lukamu baru kamu tidur.”“Tidak perlu!” Gara memiringkan tubuhnya membelakangi sang istri.‘Saya sudah menikahinya secara sah dan resmi, apa saya melakukan kejahatan kalau mencium istri sendiri?’ tanya Gara dalam hatinya sambil memejamkan mata.Wanita cantik itu diam-diam turun dari tempat tidur, lalu berjongkok di depa
"Itu bibir kenapa, Sayang." Sisil mendekati keponakannya sambil mengamati luka di bibir Gara."Ini akibat kelakuan istri saya. Ternyata dia sangat ganas," jawab Gara sambil terkekeh."Apa kamu memaksanya?"Laki-laki itu hanya menggaruk kepalanya sambil tersenyum kuda. Ia tidak menjawab secara rinci apa yang terjadi semalam."Aku kira anaknya si Andin cuma Bara yang menuruni kemesumam kamu," kata Aldin sambil melirik Gilang yang duduk di sampingnya. "Ternyata Gara juga." Aldin terkekeh sendiri.Gilang menepuk punggung sepupunya. "Kayak yang ngomong nggak mesum aja.""Sesama orang mesum jangan bertengkar!" kata Sisil yang membuat Naya dan Gara tertawa terbahak-bahak."Gara cepat kamu mandi! Ini udah terlalu siang. Kamu menyuruh kami ke sini, tapi kamu malah enak-enakan belah duren pagi-pagi."“Iya, Tante.”Gara segera kembali ke kamarnya untuk segera mandi dan berangkat ke kampung halaman Anisa.Saat lak
Dua jam sudah Gara melakukan perjalanan menuju tempat diadakannya akad nikah sang adik di kampung halaman calon istrinya, tapi belum sampai juga ke tempat tujuan."Yas, cari tempat makan dulu!"Gara sudah kelaparan karena tidak sarapan terlebih dulu. Biasanya ia kuat menahan lapar sampai siang hari, walau tidak sarapan."Baik, Tuan.""Nggak usah, Yas," sela Jennie.CEO dingin itu menoleh pada istrinya. Ia menatap manik mata indah itu dengan tajam."Apa kamu ingin saya mati kelaparan?""Bukan begitu suamiku," jawab Jennie dengan lembut.Wanita cantik itu mengeluarkan kotak makan untuk suaminya dari paper bag berwarna hitam. "Aku udah nyiapin makanan untuk kamu.""Kenapa kamu tiba-tiba menjadi baik? Apa kamu mempunyai rencana untuk menyingkirkan saya? Jangan-jangan makanan itu sudah ada racunnya."Gara menunjuk kotak bekal makanan yang dibawa sang istri.“Gara kenapa kamu selalu berburuk sangka sama
“Iya,” jawab wanita itu dengan lembut.Jennie menyendokkan sedikit nasi, lalu menyuapkannya ke mulut sang suami. Ia menyuapinya dengan telaten, sedikit demi sedikit, hingga nasi di kotak itu tersisa setengahnya.Laki-laki tampan itu mengambil sendok dari tangan istrinya. “Kamu juga harus makan, kalau saya mati, kamu juga harus mati.”“Ogah!” kata Jennie sambil mengunyah makanan yang dimasukkan dengan paksa oleh suaminya.“Telan dulu makananmu baru bicara.” Gara memukul kening istrinya dengan sendok bekas dia makan.“Aku udah susah-susah dandan, tapi malah digetok pakai sendok bekas. Itu ‘kan ada minyaknya,” oceh Jennie sambil mengelap keningnya dengan tisu. “Riasanku rusak deh.”Wanita itu mengerucutkan bibirnya sambil menatap tisu bekas ngelap keningnya. Bukan hanya bekas sendok kotor saja, tapi juga bedaknya ikut tersapu tisu.“
"Siapa takut!" Jennie sudah tidak takut dijebak lagi karena menurutnya pernikahannya merupakan jebakan paling licik yang dilakukan laki-laki yang menikahinya.‘Anda memang cocok dengan Nona Jennie, Tuan. Semoga dia bisa membantumu melupakan rasa sakit pengkhianatan dari adik dan kekasih anda. Saya tahu sebenarnya hati anda terluka. Terima kasih Nona Jennie, saya akan berusaha untuk membuatmu berada di samping Tuan Gara.’Di sepanjang perjalanan kedua pasangan itu selalu berdebat, tapi Yas dan sang pengawal yang mengemudikan mobilnya berpura-pura tidak mendengarnya.Mobil mewah itu berhenti di halaman rumah Anisa, begitu pun dengan dua mobil milik sang tante, mereka sampai bersama-sama di kampung halaman calon istri Bara.“Kita sudah sampai, Tuan.”Ucapan Yas menghentikan perdebatan antara suami istri yang tak kunjung usai.Pria jangkung itu menatap ke luar jendela. Benar saja mereka sudah berada di halaman rumah