Gara tersenyum mendengar Jennie memanggilnya Abang.
'Apa saya tidak salah dengar,' batinnya.
"Menggelikan sekali melihat dia berpura-pura menjadi wanita waras." Gara tersenyum sembari melangkahkan kakinya menyusul Jennie.
Jennie terus memandang calon suaminya yang berjalan mendekatinya. "Kenapa dia cengar-cengir kayak orang gila?"
Pasangan pengantin itu sama-sama tidak menyukai pasangannya. Apakah mereka bisa bersatu? Mengalahkan ego masing-masing?
Pria tampan dengan sejuta pesona itu mencondongkan wajahnya saat ia sudah berada di depan Jennie.
"Apa kamu sudah tidak sabar ingin secepatnya menjadi Nyonya Gara?" bisik pria tampan itu pada calon istrinya yang berdiri di samping mobil.
"Aku ingin segera mengakhiri permainan ini," jawab Jennie sambil masuk ke dalam mobil.
Maksudnya ia ingin segera menikah supaya perjanjiannya cepat selesai. Tapi, Gara berpikir lain tentang Jennie.
'Maksudnya apa? Apa dia ingin mem
"Kalian mau langsung pulang?" tanya Sisil kepada keponakan dan istrinya."Iya, Tante, kami akan langsung pulang. Saya sudah lelah sekali. Terima kasih, Tante dan Om sudah menemani saya," ucap Bara sambil mencium pipi sang tante. "Om, terima kasih." Gara memeluk kakak kandung dari sang mommy."Om berharap kalian bisa menghargai ikatan suci ini.""Iya, Om.""Baiklah, kalau begitu Tante pulang duluan."Sisil menghampiri istri keponakannya. "Nak, Tante nggak tahu kamu bahagia atau nggak dengan pernikahan ini, tapi yang pasti kami sangat senang kamu menjadi menantu kami. Kami sangat bahagia dengan pernikahan kalian." Sisil tersenyum sambil membelai pipi menantunya. "Kalau Gara menyakitimu bilang sama Tante ya.""Iya, Tante, terima kasih banyak." Jennie tersenyum tulus kepada sang tante.Setelah berpamitan Sisil dan Aldin pulang lebih dulu meninggalkan pasangan pengantin itu."Apa aku juga harus pulang ke rumahmu?" tanya Jennie kepad
"Maafkan saya." Gara membuka ikatan dasi di tangan istrinya.Ia sangat menyesal karena telah menyakiti wanita yang sudah banyak membantunya.Walau tidak pernah terucap kata terima kasih dari mulutnya kepada wanita itu, tapi sejujurnya ia merasa tertolong dengan kehadiran Jennie.Jennie memukuli suaminya tanpa henti setelah tangannya terlepas dari ikatan. Ia juga mencakar leher CEO dingin itu hingga meninggalkan jejak cakaran yang memerah, bahkan hingga sedikit berdarah.Namun, laki-laki itu tidak marah. Ia begitu pasrah dengan perlakuan istrinya karena ia sadar akibat perbuatannya sang istri terjatuh dari kursi."Maafkan suamimu ini ya." Gara tersenyum sambil mengatupkan kedua tangannya.Pandangannya tertuju pada benjolan yang membiru di kening istrinya.'Keningnya benjol, apa dia tidak merasakan sakit? Semoga saja dia tidak tahu,' batin Gara sambil menahan senyumnya."Badanku sakit semua." Jennie menangis sambil memegangi leng
Bara menempelkan bibirnya pada bibir sang istri, lalu melumatnya dengan lembut sambil memejamkan mata.Jennie membelalakkan matanya, tapi ia tidak memberontak. Dadanya bergemuruh, napasnya mulai memburu.Ia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya terasa lemas saat sang suami menyesapi bibirnya. Ia tidak kuasa untuk memberontak. Ia menyukainya, tapi malu untuk mengakuinya.Gara melepas ciumannya, lalu mengusap bibir sang istri dengan ibu jarinya, "Ini hukuman untukmu. Kalau kamu membahas Anisa lagi, aku akan menghukummu lebih lama dari ini."Jennie meraba bibirnya, lalu menangis sejadi-jadinya sambil memukuli sang suami."Kenapa? Kurang?" Gara terkekeh melihat tingkah istrinya. "Maaf, saya belum ahli dalam berciuman. Jadi, belum bisa memuaskan dirimu," ucap Gara pelan sambil memegangi tangan sang istri.Jennie menarik tangannya dari cengkeraman sang suami. "Kamu udah ngambil ciuman pertamaku," ucap Jennie, lalu menutup wajahnya dengan kedua te
"Aku nggak mau." Jennie tiba-tiba berontak dari gendongan sang suami, hingga laki-laki jangkung itu tidak bisa menahannya."Aww ...!"Wanita berkebaya itu jatuh dari gendongan suaminya."Sakit ...!" Jennie menangis karena badannya terasa remuk semua. Dua kali ia jatuh akibat berdebat dengan sang suami.Gara bergegas menolong istrinya. Ia mengangkat wanita itu sambil terkekeh."Kamu jahat banget Garangan! Istri jatuh malah diketawain.""Hahaha ... itu salah kamu sendiri. Makanya diam jangan banyak tingkah.""Siapa yang banyak tingkah?" Bibir Jennie mengerucut sambil mengusap air matanya."Kamu. Seperti cacing kepanasan, tidak bisa diam." Gara mengeratkan pelukannya pada tubuh sang istri karena takut wanita itu terjatuh lagi."Badanku sakit semua akibat ulahmu," rengek Jennie sambil memukuli dada suaminya."Diamlah, apa kamu mau jatuh lagi?"Jennie merangkulkan tangannya pada leher sang suam
"Apa kamu tergoda?" Gara mendekatkan wajahnya pada wajah sang istri, hingga hanya berjarak beberapa senti saja."Nggak," jawabnya sambil membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya."Aargh ...!"Jennie terkejut, lalu dengan refleks menampar wajah suaminya yang berada sangat dekat dengan wajahnya."Kenapa kamu menampar saya?" Gara memegangi pipinya yang sedikit perih karena tamparan sang istri begitu keras."Kamu mau modus lagi 'kan?" tukas Jennie sambil mundur beberapa langkah.Pria dingin itu menatap tajam istrinya. "Hanya modus saja ditampar, tapi mencium bibir tidak ditampar. Lain kali saya akan langsung mencium bibir saja.""Jangan! Aku janji nggak akan menamparmu lagi, tadi aku terkejut melihat wajahmu sedekat itu."Sungguh sangat malu ketika suaminya mengatakan hal seperti itu. Ia sendiri juga merasa heran kenapa tubuhnya tidak berontak ketika Gara menciumnya seakan-akan ia begitu menyukai ciuman itu."Tapi
Jennie melepas pelukannya, lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya."Keluarlah, aku mau ganti baju!" bentak Jennie kepada suaminya tanpa menatap laki-laki yang masih bertelanjang dada itu."Wah kumat lagi," gumam Gara. "Menikah dengannya seperti menikah dengan Tarzan wati, selalu berteriak-teriak seperti di hutan," oceh Gara sambil melangkah keluar dari ruang ganti.Wanita berkebaya itu tersenyum setelah suaminya keluar dari ruang ganti."Ternyata kamu laki-laki yang baik. Aku tidak pantas menjadi pendampingmu. Semoga dalam enam bulan ini aku tidak akan menyukaimu, suamiku."Wanita itu mengembuskan napasnya dengan perlahan. Ia kebingungan memilih pakaian yang begitu banyak."Baju ini bagus-bagus semua, aku bingung harus pilih yang mana." Jennie menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Selama enam bulan ke depan, aku harus mencoba semuanya."Setelah mengacak-acak isi lemari itu, akhirnya ia memilih baju terusan selutut berwar
“Apa kamu ingin kita melakukan ritual suami istri?”Gara tidak langsung bangun, ia malah menggoda wanita yang sedang ia tindih.'Dia mulai menggodaku lagi. Kita lihat aja apa kamu bisa melawanku Tuan manja?' ucap Jennie dalam hatinya.“Apa kamu mau mengabulkan keinginanku?” Jennie mengedipkan matanya sambil mengalungkan lengannya di leher sang suami, hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja.'Dia sangat cantik. Matanya begitu memesona,' gumam Gara dalam hatinya tanpa sadar."Mari kita mulai suamiku!" Jennie sudah memonyongkan bibirnya mendekati wajah sang suami.'Sepertinya dia selalu menantang saya,' batin Gara."Sebagai suami yang baik, saya akan selalu mengabulkan keinginan istri tercinta."Dengan cepat ia mengubah posisinya. Kini Jennie yang berada di atas tubuhnya. Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang ramping sang istri."Sayang, dari mana saya harus memulai?" Gara m
"Ayo kita tidur, besok pagi-pagi sekali kita berangkat!" ajaknya kepada sang istri.Gara segera naik ke tempat tidur setelah pelayannya selesai merapikan pakaian mereka dan keluar dari kamarnya"Gara, aku tidur di sofa aja ya." Jennie mengambil bantal dan selimut. Ia hendak tidur di sofa yang ada di kamar itu."Kamu tidur di sini!" Gara menepuk-nepuk kasur di sampingnya berbaring. "Naiklah!"Laki-laki itu menatap Jennie dengan tajam seperti elang. Dia satu-satunya keturunan Haidar Mannaf yang sangat mirip dengan sang daddy.'Astaga, aku salah memilih partner hidup. Walau pernikahan ini hanya sementara, tapi selama enam bulan aku harus mematuhi perintahnya,' ucap Jennie dalam hatinya sambil memeluk selimut dan bantal."Naik!" titahnya sambil berteriak.Jennie segera naik ke tempat tidur, lalu membaringkan tubuhnya di samping sang suami. Kemudian menyelimuti tubuhnya hingga kepala."Siapa yang menyuruh kamu tidur?" Gara men
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha